Pages

Sunday, January 20, 2008

siapa dalang dibalik pemanasan global?

sebulan yang lalu, desember 2007, negara kita, Indonesia, menjadi perhatian dunia saat menjadi tuan rumah yang membahas tentang perubahan iklim, isu yang semakin hangat seiring semakin hangatnya suhu udara dibumi. kegiatan industri pun seringkali ditunjuk sebagai dalang dibalik kenaikan suhu bumi. sebagai aktor yang melepaskan begitu banyak karbon ke atmosfer, yang kemudian memicu terbentuknya gas rumah kaca, memblok sebagian panas untuk keluar kembali ke lapisan atmosfer. negara yang berkontribusi terbesar pada jumlah emisi karbon di udara tidak lain adalah amerika serikat, yang menyumbang 33% emisi dunia, lebih dari setengah total emisi dunia.

tapi kenapa kita seakan terus menyalahkan kegiatan industri sebagai penyebab utama? tidakkah kita sadar bahwa kitalah sebenarnya the only actor penyumbang emisi? kitalah yang menyebabkan bumi semakin panas, cuaca tidak menentu, yang seharusnya musim hujan di awal tahun 2008 ini, tapi ternyata sang matahari masih bersinar dengan cerah.
semua kegiatan industri yang ada dan tengah berlangsung saat ini tidak lain adalah untuk memenuhi keegoisan manusia, kemanjaan manusia. kemajuan teknologi seharusnya tidak hanya membuat kehidupan manusia dan makhluk hidup lain semakin baik, tapi juga bisa menciptakan bumi yang indah, yang akan membuat makhluk dari planet merasa iri..
tapi, snail mail yang digantikan oleh email dan handphone text messaging, delman yang digantikan oleh mobil dan pesawat terbang, malah membuat kita menjadi manja dan membuat bumi semakin awut-awutan karenanya. apa sebenarnya yang kita kejar dari super flash flow of information itu? toh, itu sama sekali tidak menjadikan kita sebagai makhluk yang lebih bertanggungjawab terhadap tempat yang kita pijak.
informasi yang berseliweran dimana-mana tidak lantas membuat kita menyadari secara langsung bahwa bumi kita sedang sekarat. 50 menit perjalanan oleh pesawat yang menggantikan 10 jam dengan kereta dari jogja ke jakarta tidak serta merta membuat kita menyadari bahwa kita punya lebih waktu 9 jam yang sebagian bisa kita gunakan untuk memisahkan sampah ke non organik dan organik, untuk menanam satu lagi semai pohon untuk perindang jalan..

apakah artinya menjadi bangga karena telah mengelilingi kota paris di perancis, seattle di amerika serikat atau wellingtonnya new zealand.., apakah gunanya kita merasa lebih tinggi dan lebih baik karena kita berhasil membawa pulang gelar master, doctor dari universitas jerman, dari oxford, dari harvard.., jika kita ternyata masih membuang puntung rokok, kulit jeruk, keluar dari jendela mobil saat dijalan? apakah artinya menjadi mahasiswa di ui, ugm atau itb dengan ipk 3, 89 atau mengklaim sebagai mahasiswa aktivis sejati jika kita ternyata masih membiarkan komputer dan lampu kamar menyala saat kita pergi keluar membeli makan malam?

jadi, jangan salahkan industri atau negara dimana industri itu berada, tapi salahkan diri sendiri karena terlalu banyak keinginan dan menjadi lalai dan manja karenanya.

"The climate emergency is our best and possibly last opportunity to create a global consciousness" (dari youth speech of cop 13 bali). kesadaran global yang saya bayangkan adalah kesadaran tiap individu terhadap setiap energi, setiap sumber daya yang dikonsumsi. menyadari bahwa setiap kompensasi waktu dan kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi yang kita ciptakan, harusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengeliminasi dampak negatif terhadap lingkungan yang tercipta. everyone should take lead, coz this 'everyone' is a role model for another everyone.

No comments:

Post a Comment