Pages

Monday, December 19, 2011

Nonton ASEAN PARA GAMES yuk!


Siapa yang ga tahu SEA GAMES? pasti pada tau lah ya., pesta olahraga di Asia Tenggara ini kan sudah kita pelajari sejak SD. Apalagi Indonesia baru saja menjadi tuan rumah, menyelenggarakan SEA GAMES di bulan November lalu di Jakarta dan Palembang. Iklan SEA GAMES dan dukungan untuk atlet-atlet Indonesia yang berlaga berseliweran hampir tiap saat di TV jadi mustinya tidak susah untuk tidak mengingat SEA GAMES ini, apalagi yang ngiklanin artis macam Ello dan Sherina, makin susah lah untuk tidak diingat, iya ga? hehe.

Oke pertanyaan selanjutnya, kalo ASEAN PARA GAMES ada yang tahu kah? hayoo ngaku... kalo aku diberi pertanyaan ini minggu yang lalu, pasti aku juga ga tahu. Jujur deh, hari sabtu kemarin untung banget nonton TVRI makanya jadi tentang ASEAN PARA GAMES ini! dan ASEAN PARA GAMES ini ternyata mengagumkan!!

ASEAN PARA GAMES tidak ubahnya seperti SEA GAMES yang sudah kita ketahui selama ini. Ini adalah pesta olahraga se Asia Tenggara yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Lalu bedanya apa dengan SEA GAMES? nah, di ASEAN PARA GAMES yang bertanding adalah atlet-atlet dengan kemampuan terbatas atau atlet difabel. Tapi jangan salah lho, meski dengan fisik yang tidak sempurna, kemampuan maupun semangat juangnya tidak kalah OK nya dengan atlet-atlet biasa. Makanya pertama kali melihat ini di TVRI aku langsung tercengang, sungguh kagum dengan semangat atlet-atlet difabel kita yang dahsyat!

ASEAN PARA GAMES tahun ini dilangsungkan di Kota Solo, Propvinsi Jawa Tengah dari tanggal 12-22 Desember dan disiarkan oleh stasiun TV Nasional kita, TVRI. Syukurnya aku masih ada TVRI, kalau tidak wahh,, tayangan-tayangan berharga dan bermanfaat seperti ASEAN PARA GAMES ini atau Pelangi Desa, tayangan favorit saat berakhir pekan di rumah, mungkin tidak akan ada., secara stasiun-stasiun TV lain sibuk dengan acara2 ga jelasnya.

ASEAN PARA GAMES akan berakhir besok, bertepatan dengan Hari IBU juga. Sayang sih acara sebagus ini tapi gaungnya sangat kurang dan kalah tenar dibanding SEA GAMES. Namun tidak mengapa, yang penting sekarang sudah tahu, iya kan? kalau sudah tahu, langsung nonton acaranya di TVRI lho ya dan beri dukungan untuk atlet-atlet difabel kita yang menakjubkan itu. :-)

Lebih jauh tentang ASEAN PARA GAMES ke VI, sila langsung berkunjung kesini ya http://paragames-2011.com/

Tuesday, November 29, 2011

perempuan pintar selalu bermasalah dengan pria?

KOMPAS.com - Terbutakan oleh cinta, salah mengambil keputusan berulang kali, setia pada satu pria yang sebenarnya tak membuatnya bahagia, intuisi kuat ingin mengakhiri hubungan namun memilih bertahan, inilah sejumlah masalah yang dialami perempuan pintar karena terjebak dalam emosinya tentang cinta.

Jatuh cinta namun tak bahagia kerap dialami perempuan tipe ini, lantaran ia selalu mencari alasan untuk bertahan. Termasuk menjustifikasi dan merasionalisasikan berbagai hal yang dialami dan dirasakannya. Meski jauh di dalam lubuk hatinya, ia ingin membebaskan diri dari perasaan cinta yang tak membahagiakan tersebut.

Pilihan untuk bertahan pada suatu hubungan, meski merasa tak bahagia, merupakan tanda bahwa Anda terjebak dalam emosi yang membutakan. Meski berpendidikan, namun ketika seorang perempuan tak mampu berpikir logis untuk membuat pilihan dan keputusan yang baik dan benar, ia akan terjebak dalam hubungan cinta bak rollercoaster.
Kata cinta kerap diungkapkan perempuan tipe ini, meski ia tahu pasangannya tak memperlakukannya dengan baik. Meski begitu, perempuan tipe ini juga berusaha mencari bantuan dengan berbagi cerita dengan teman-temannya. Namun, apa yang berhasil dilakukan teman-temannya, tak juga dapat diaplikasikan dalam kisah cintanya sendiri. Ia pun kembali terjebak dalam perasaan cinta yang penuh emosi tanpa logika.

Anda pernah merasakan hal ini? Untuk mengingatkan kembali, inilah yang sering dialami perempuan tipe ini, "Saya merasa tidak bahagia bersamanya dan merasa ada yang tak benar, tapi saya mencintainya."

Kalau perasaan seperti ini yang Anda alami, lakukan sesuatu untuk meraih kebahagiaan sejati. Cinta adalah ketika Anda dan dia saling menghargai, membuat Anda merasa dihargai dan bahagia karenanya. Anda dan pasangan semestinya menikmati hubungan dan perjalanan cinta, dan meningkatkan kualitas hidup bersamanya.

Untuk mendapatkan kebahagiaan seperti ini, jangan biarkan emosi menguasai diri. Jangan pernah berikan kesempatan pada emosi menguasai pikiran Anda sehingga memengaruhi pilihan dan keputusan yang Anda buat. Setiap kali mengambil keputusan dan pilihan dengan emosi, Anda akan terus berbuat kesalahan dan melakukan hal bodoh lainnya.

Boleh saja menyalahkan pria yang bersikap semaunya terhadap Anda. Namun, Anda juga perlu merefleksikan diri. Kenali lebih jauh ke dalam diri, dan kenali emosi yang selama ini memimpin Anda dalam mengambil keputusan yang salah. Lalu kelola emosi Anda lebih baik dari sebelumnya.

Joe Amoia, coach hubungan berpasangan dan pendiri situs Smarter Dating For Women memberikan saran untuk mulai mengambil keputusan dan pilihan lebih baik untuk menjadi bahagia dalam hubungan.

"Jika Anda ingin tahu pilihan mana yang lebih baik, berpikirlah bagaimana seandainya teman Anda yang mengalaminya. Kira-kira, saran apa yang akan Anda berikan kepada teman Anda yang mengalami masalah sama dengan Anda. Saran inilah yang juga perlu Anda terapkan pada diri sendiri. Sesederhana itu caranya," kata Amoia.

Sekali saja Anda mampu mengelola emosi dan membuat pilihan juga keputusan sesuai intuisi dan keinginan dari dalam diri Anda, masalah kencan dan membuat pilihan dalam memilih pasangan akan terasa lebih mudah.

Kebahagiaan adalah juga milik Anda. Dan Anda dapat meraihnya dengan menyingkirkan emosi yang mengarahkan Anda pada jalan yang salah. Setelahnya, Anda akan merasa lebih ringan membuat keputusan dalam hidup, termasuk mendapatkan pasangan yang Anda inginkan dan lebih layak untuk Anda.

pertanyaanya: emang aku termasuk perempuan pintar ya? hahahahahah

Thursday, October 27, 2011

Fadel Muhammad


FADEL MUHAMMAD

oleh: Rhenald Kasali; Ketua Program MM UI
dimuat di Harian Seputar Indonesia, 27 Oktober 2011

Secara pribadi saya tidak mengenalnya, bahkan bertemu saja baru satu kali. Itu pun di sebuah forum resmi, dalam diskusi tentang ekonomi kelautan yang diselenggarakan Radio Smart FM di Medan beberapa bulan lalu. 

Namun, sejak Indonesia kehilangan Jusuf Kalla sebagai ”pendobrak” dan ”penggerak” ekonomi yang tidak pernah diam dalam ide, saya menemukan sosok ”bergerak” pada Fadel Muhammad. Selain tangannya dingin, kakinya ringan bergerak. Seperti yang sering saya katakan kepada para ekonom muda, ekonomi Indonesia ini bukannya kereta api otomatis yang cuma butuh jari untuk dijalankan. 

Ekonomi kita adalah sebuah kapal besar yang tak akan bergerak kalau hanya dipikirkan. Ekonomi kita butuh a real entrepreneur yang piawai menggerakkan, melakukan breaktrough dan siap berperang melawan para mafioso. Jadi, pemimpin seperti inilah yang kita butuhkan, bukan harus dikurangi, tetapi perlu diperbanyak. Sayang kalau kita mengabaikannya. 

Berperang Melawan Belenggu 

Fadel mengagetkan kita saat dia maju berperang melawan ”beruang-beruang ekonomi” yang memaksa Indonesia melakukan impor komoditas tradisional yang banyak dikonsumsi rakyat. ”Beruang-beruang” itu tidak hanya memasukkan barang, melainkan juga menyodorkan data-data yang sudah dipoles yang seakan- akan kita sudah kekurangan segala komoditas dari beras, daging sapi,sampai garam, dan bawang merah. Pokoknya semua kurang dan mengancam inflasi. 

Lalu apalagi kalau bukan harus impor? Kita melihat Fadel maju ke depan membongkar kontainer- kontainer berisi ikan kembung yang diselundupkan ke pasar Indonesia. Bukan cuma ikan kembung. Ternyata ikan lele dari Malaysia yang sangat mudah dikembangbiakkan di sini juga membanjiri pasar domestik melalui perbatasan Kalimantan, Pelabuhan Belawan, dan pelabuhan-pelabuhan penting lainnya. 

Dari ikan kembung dia bergerak menyelamatkan industri garam rakyat yang bertahun-tahun digempur para importir bangsa sendiri. Impor-impor seperti itu jelas sangat berbahaya bagi masa depan bangsa ini. Harga impornya boleh sangat murah, dipasarkan dengan dumping atau tidak, tetapi perlahan-lahan mematikan ekonomi rakyat yang tersebar di seluruh pesisir Nusantara. Setelah pertanian terpuruk, kini petambak garam pun dibunuh bangsa sendiri. Fadel-lah yang menuntut agar harga dasar garam rakyat dinaikkan. ”Kalau petambak hanya menerima Rp325 per kilogram, bagaimana mereka bisa hidup?” gugatnya. Dia pun mengusulkan agar dinaikkan menjadi Rp900. Petambak garam tentu senang dan mereka bisa kembali bekerja. 

Tetapi kabar itu tak berlangsung lama karena kita mendengar Kementerian Perdagangan hanya mau menaikkan sampai ke Rp700. Itu pun beredar kabar ada saja pejabat—yang berdalih atas nama pasar bebas—tak mau tanda tangan. Petambak bisa jadi senang kepada Fadel, tetapi importir dan pemberi lisensi impor belum tentu.  Kalau petambak garam dimanjakan Presiden, mereka bisa kembali menyekolahkan anak-anaknya dan makannya bisa lebih terasa enak.Mereka akan giat berproduksi dan impor garam akan hilang. Apakah benar inflasi akan terjadi hanya karena harga garam naik? Beberapa orang meragukannya, pasalnya harga dari petani yang rendah tidak menjamin harga kepada konsumen ikut rendah. 

Bahkan impor murah sekalipun hanya menjadi alasan bagi importir untuk menguasai pasar.Harga akhir yang dibayar konsumen pun tetap saja tinggi. Lantas kalau harga dasar petambak dinaikkan, bagaimana nasib importir? Tentu mereka tidak tinggal diam. Menteri Perdagangan—atas nama perjanjian dagang yang dipayungi WTO—dan kita semua yang pernah belajar teori ekonomi, boleh saja percaya pada kompetisi dan pasar bebas. 

Tetapi secara moralitas,tak ada bangsa yang secara tulus dan ikhlas membuka pasarnya secara bebas,murni 100%. Hanya bangsa yang bodohlah yang membiarkan pintunya dibuka lebar-lebar dan membiarkan ”beruang-beruang ekonomi” menari-nari memorak- porandakan pasar domestiknya. 

Sementara pasar timbal-baliknya dibarikade dengan standar dan peraturanperaturan yang tidak bisa ditembus. Anda tentu masih ingat betapa sulitnya produkproduk kelautan kita menembus pasar Amerika dan Eropa. Ketika Indonesia membuka pasar perbankan begitu leluasa bagi bank-bank asing,misalnya, Bank Mandiri kesulitan membuka satu saja cabangnya di Kuala Lumpur. Apalagi membuka cabang dan jaringan ATM. 

Di Eropa kita juga melihat betapa sengitnya bangsa-bangsa yang percaya pada pasar bebas membuka pasar industri keju lokalnya dari gempuran keju buatan Kraft yang diproduksi secara massal. 

Di Amerika Serikat masih dalam ingatan kita pula, barikade diberikan kepada China saat CNOOC (China National Offshore Oil Corporation) berencana membeli perusahaan minyak Amerika (UNOCAL). Sejumlah anggota kongres menekan Presiden Bush (2005) agar pemerintah membatalkan proposal China tersebut. Keju,minyak,udang,kopi,kertas, minyak sawit, atau tekstil sekalipun selalu dihadang masuk kalau industri suatu bangsa terancam. Jadi apa yang terjadi dengan lisensi impor di negeri ini? Sebuah keluguan atau kesengajaan? Bisakah kita memisahkan perdagangan dari pertahanan dan keamanan kalau wujudnya sudah mengancam kehidupan? Siapa peduli? 


Pro-Poor 

Maka sangat mengejutkan saat pekan lalu kita membaca Fadel Muhammad tidak lagi menjalankan tugas negara sebagai menteri kelautan dan perikanan. Sebagai warga negara kita mungkin terlalu rewel untuk mempersoalkan pencopotannya sebab semua itu adalah hak Presiden. Tetapi bagi seorang yang menjalankan misi Presiden yang pro poor–pro growth dan pro job, saya kira pantas kalau nada sesal layak kita ungkapkan. Dia justru diganti karena membela kepentingan rakyat, pro-poor. Ibaratnya dia tengah berada di garis depan melawan ”beruang-beruang ekonomi” yang hanya memikirkan keuntungan sesaat dengan ”membeli” lisensi impor yang mematikan hak hidup rakyat jelata. Saya sebut mereka ”beruang ekonomi”karena seperti yang dikatakan Fadel, sesendok garam itu asin,tapi sekapal garam adalah manis. Hanya beruanglah yang mampu mengendus rasa manis itu. Tahukah ”beruang-beruang ekonomi”itu bahwa petambakpetambak garam dan nelayan adalah penjaga perbatasan yang melindungi negeri dari segala serangan. Apa jadinya negeri ini bila hidup mereka dilupakan? 

Bukankah lebih baik menjaga pertahanan perbatasan dengan memberikan kapal-kapal yang bagus dan pekerjaan yang menarik kepada para nelayan daripada membeli kapal perang yang tak pernah cukup untuk menjaga bibir-bibir pantai yang begitu luas? 

Maka yang mengejutkan publik sebenarnya adalah mengapa bukan ucapan terima kasih dan bintang yang disematkan pada Fadel; melainkan serangkaian ucapan defensif dari kelompok-kelompok tertentu? 


Karena itu, melalui tulisan ini, saya justru ingin memberi motivasi yang tulus agar Fadel Muhammad tidak berhenti sampai di sini,melainkan terus berkarya bagi kaum papa, petani-petani garam, dan para nelayan yang ”kalah” bukan dari persaingan bebas, melainkan dari ”beruang-beruang ekonomi”yang menjual negeri melalui lisensi impor. 

Seorang pemimpin sejati tidak memimpin hanya karena dipanggil tugas.Pemimpin sejati bertugas karena panggilan. Saya senang membaca berita bahwa Fadel telah kembali bekerja dengan Yayasan Garamnya. Selamat bergabung di sektor ketiga. Inilah sektor kemandirian yang bekerja murni untuk memberantas kemiskinan. 


Inilah sektor non-APBN yang memanggil orang-orang yang mau berjuang tanpa pamrih. Asosiasi Kewirausahaan Sosial yang saya pimpin tentu senang menyambut Fadel.Saya percaya Fadel pasti bisa berbuat lebih besar karena dia punya kekuatan perubahan yang justru tak dimiliki politisi lain. Simpati besar dari rakyat untuk Fadel layak kita sematkan. 


Thursday, October 6, 2011

Steve Jobs' 3 stories


*copas dari milis Forest-GAM*

baca ini saya jadi ikut 'terbakar'., sangat inspiratif...

Gagasan desktop computer datang darinya ketika komputer-komputer IBM masih segede gaban (eh, segede ruangan kelas ketika saya kuliah). Sebelum ada Apple Macintosh, kami harus menulis program komputer dengan punch-card (kartu bolong-bolong) yang diproses oleh komputer mainframe besar.

Jobs juga wiraswastawan tangguh. Bersama Steve Wozniak, dia memulai usaha Apple dari sebuah garasi.

Di bawah ini transkrip pidato terkenal dia yang sangat visioner dan manusiawi ketika berbicara di depan wisuda sarjana Stanford University 2005, bicara tentang bagaimana dia tumbuh dari seorang single-mother dari kecil, menekuni desain dan komputer, kanker yang mendera hidupnya.

'You've got to find what you love,' Jobs says

This is a prepared text of the Commencement address delivered by Steve Jobs, CEO of Apple Computer and of Pixar Animation Studios, on June 12, 2005.

I am honored to be with you today at your commencement from one of the finest universities in the world. I never graduated from college. Truth be told, this is the closest I've ever gotten to a college graduation. Today I want to tell you three stories from my life. That's it. No big deal. Just three stories.

The first story is about connecting the dots.

I dropped out of Reed College after the first 6 months, but then stayed around as a drop-in for another 18 months or so before I really quit. So why did I drop out?

It started before I was born. My biological mother was a young, unwed college graduate student, and she decided to put me up for adoption. She felt very strongly that I should be adopted by college graduates, so everything was all set for me to be adopted at birth by a lawyer and his wife. Except that when I popped out they decided at the last minute that they really wanted a girl. So my parents, who were on a waiting list, got a call in the middle of the night asking: "We have an unexpected baby boy; do you want him?" They said: "Of course." My biological mother later found out that my mother had never graduated from college and that my father had never graduated from high school. She refused to sign the final adoption papers. She only relented a few months later when my parents promised that I would someday go to college.

And 17 years later I did go to college. But I naively chose a college that was almost as expensive as Stanford, and all of my working-class parents' savings were being spent on my college tuition. After six months, I couldn't see the value in it. I had no idea what I wanted to do with my life and no idea how college was going to help me figure it out. And here I was spending all of the money my parents had saved their entire life. So I decided to drop out and trust that it would all work out OK. It was pretty scary at the time, but looking back it was one of the best decisions I ever made. The minute I dropped out I could stop taking the required classes that didn't interest me, and begin dropping in on the ones that looked interesting.

It wasn't all romantic. I didn't have a dorm room, so I slept on the floor in friends' rooms, I returned coke bottles for the 5¢ deposits to buy food with, and I would walk the 7 miles across town every Sunday night to get one good meal a week at the Hare Krishna temple. I loved it. And much of what I stumbled into by following my curiosity and intuition turned out to be priceless later on. Let me give you one example:

Reed College at that time offered perhaps the best calligraphy instruction in the country. Throughout the campus every poster, every label on every drawer, was beautifully hand calligraphed. Because I had dropped out and didn't have to take the normal classes, I decided to take a calligraphy class to learn how to do this. I learned about serif and san serif typefaces, about varying the amount of space between different letter combinations, about what makes great typography great. It was beautiful, historical, artistically subtle in a way that science can't capture, and I found it fascinating.

None of this had even a hope of any practical application in my life. But ten years later, when we were designing the first Macintosh computer, it all came back to me. And we designed it all into the Mac. It was the first computer with beautiful typography. If I had never dropped in on that single course in college, the Mac would have never had multiple typefaces or proportionally spaced fonts. And since Windows just copied the Mac, it's likely that no personal computer would have them. If I had never dropped out, I would have never dropped in on this calligraphy class, and personal computers might not have the wonderful typography that they do. Of course it was impossible to connect the dots looking forward when I was in college. But it was very, very clear looking backwards ten years later.

Again, you can't connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards. So you have to trust that the dots will somehow connect in your future. You have to trust in something — your gut, destiny, life, karma, whatever. This approach has never let me down, and it has made all the difference in my life.

My second story is about love and loss.

I was lucky — I found what I loved to do early in life. Woz and I started Apple in my parents garage when I was 20. We worked hard, and in 10 years Apple had grown from just the two of us in a garage into a $2 billion company with over 4000 employees. We had just released our finest creation — the Macintosh — a year earlier, and I had just turned 30. And then I got fired. How can you get fired from a company you started? Well, as Apple grew we hired someone who I thought was very talented to run the company with me, and for the first year or so things went well. But then our visions of the future began to diverge and eventually we had a falling out. When we did, our Board of Directors sided with him. So at 30 I was out. And very publicly out. What had been the focus of my entire adult life was gone, and it was devastating.

I really didn't know what to do for a few months. I felt that I had let the previous generation of entrepreneurs down - that I had dropped the baton as it was being passed to me. I met with David Packard and Bob Noyce and tried to apologize for screwing up so badly. I was a very public failure, and I even thought about running away from the valley. But something slowly began to dawn on me — I still loved what I did. The turn of events at Apple had not changed that one bit. I had been rejected, but I was still in love. And so I decided to start over.

I didn't see it then, but it turned out that getting fired from Apple was the best thing that could have ever happened to me. The heaviness of being successful was replaced by the lightness of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one of the most creative periods of my life.

During the next five years, I started a company named NeXT, another company named Pixar, and fell in love with an amazing woman who would become my wife. Pixar went on to create the worlds first computer animated feature film, Toy Story, and is now the most successful animation studio in the world. In a remarkable turn of events, Apple bought NeXT, I returned to Apple, and the technology we developed at NeXT is at the heart of Apple's current renaissance. And Laurene and I have a wonderful family together.

I'm pretty sure none of this would have happened if I hadn't been fired from Apple. It was awful tasting medicine, but I guess the patient needed it. Sometimes life hits you in the head with a brick. Don't lose faith. I'm convinced that the only thing that kept me going was that I loved what I did. You've got to find what you love. And that is as true for your work as it is for your lovers. Your work is going to fill a large part of your life, and the only way to be truly satisfied is to do what you believe is great work. And the only way to do great work is to love what you do. If you haven't found it yet, keep looking. Don't settle. As with all matters of the heart, you'll know when you find it. And, like any great relationship, it just gets better and better as the years roll on. So keep looking until you find it. Don't settle.

My third story is about death.

When I was 17, I read a quote that went something like: "If you live each day as if it was your last, someday you'll most certainly be right." It made an impression on me, and since then, for the past 33 years, I have looked in the mirror every morning and asked myself: "If today were the last day of my life, would I want to do what I am about to do today?" And whenever the answer has been "No" for too many days in a row, I know I need to change something.

Remembering that I'll be dead soon is the most important tool I've ever encountered to help me make the big choices in life. Because almost everything — all external expectations, all pride, all fear of embarrassment or failure - these things just fall away in the face of death, leaving only what is truly important. Remembering that you are going to die is the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose. You are already naked. There is no reason not to follow your heart.

About a year ago I was diagnosed with cancer. I had a scan at 7:30 in the morning, and it clearly showed a tumor on my pancreas. I didn't even know what a pancreas was. The doctors told me this was almost certainly a type of cancer that is incurable, and that I should expect to live no longer than three to six months. My doctor advised me to go home and get my affairs in order, which is doctor's code for prepare to die. It means to try to tell your kids everything you thought you'd have the next 10 years to tell them in just a few months. It means to make sure everything is buttoned up so that it will be as easy as possible for your family. It means to say your goodbyes.

I lived with that diagnosis all day. Later that evening I had a biopsy, where they stuck an endoscope down my throat, through my stomach and into my intestines, put a needle into my pancreas and got a few cells from the tumor. I was sedated, but my wife, who was there, told me that when they viewed the cells under a microscope the doctors started crying because it turned out to be a very rare form of pancreatic cancer that is curable with surgery. I had the surgery and I'm fine now.

This was the closest I've been to facing death, and I hope it's the closest I get for a few more decades. Having lived through it, I can now say this to you with a bit more certainty than when death was a useful but purely intellectual concept:

No one wants to die. Even people who want to go to heaven don't want to die to get there. And yet death is the destination we all share. No one has ever escaped it. And that is as it should be, because Death is very likely the single best invention of Life. It is Life's change agent. It clears out the old to make way for the new. Right now the new is you, but someday not too long from now, you will gradually become the old and be cleared away. Sorry to be so dramatic, but it is quite true.

Your time is limited, so don't waste it living someone else's life. Don't be trapped by dogma — which is living with the results of other people's thinking. Don't let the noise of others' opinions drown out your own inner voice. And most important, have the courage to follow your heart and intuition. They somehow already know what you truly want to become. Everything else is secondary.

When I was young, there was an amazing publication called The Whole Earth Catalog, which was one of the bibles of my generation. It was created by a fellow named Stewart Brand not far from here in Menlo Park, and he brought it to life with his poetic touch. This was in the late 1960's, before personal computers and desktop publishing, so it was all made with typewriters, scissors, and polaroid cameras. It was sort of like Google in paperback form, 35 years before Google came along: it was idealistic, and overflowing with neat tools and great notions.

Stewart and his team put out several issues of The Whole Earth Catalog, and then when it had run its course, they put out a final issue. It was the mid-1970s, and I was your age. On the back cover of their final issue was a photograph of an early morning country road, the kind you might find yourself hitchhiking on if you were so adventurous. Beneath it were the words: "Stay Hungry. Stay Foolish." It was their farewell message as they signed off. Stay Hungry. Stay Foolish. And I have always wished that for myself. And now, as you graduate to begin anew, I wish that for you.

Stay Hungry. Stay Foolish.

Thank you all very much.

Monday, September 26, 2011

Lamaran dalam Adat Bugis

siapa, aku? heheh bukan, tapi adekku, pendi, si bungsu dan satu2nya anak laki diantara kami bertiga. begitu tiba di rumah, aku langsung ditodong mom untuk siap2 acara lamaran setelah lebaran nanti.  keluarga kami sebenarnya hanya 50% Bugis yaitu dari ayah yang berasal dari Bugis Bone, 50% nya lagi adalah dari ibu yang berdarah campuran empat keturunan sekaligus, macam nasi campur gitulah, hehe: Minang (Bukittinggi)-Persia/Iran dari papi dan Sunda (Kuningan)-Tiongkok dari mami. tapi untuk menghormati silva, calon istri pendi dan keluarganya yang 100% asli Bugis, maka mulai dari lamaran dan insyaallah akad nikah nanti dilakukan dalam adat bugis. 

saya ga punya gambaran lamaran nanti itu seperti apa, apalagi lamaran atau mappatudada dalam adat bugis. waktu kakak saya nikah dulu, saya hadir pas nikahannya saja sedang lamaran saya lewatkan karena saya berada di jogja. karena suami kakak dari surabaya dan keluarga kami campuran dari berbagai suku, kakakku memilih resepsi nikahnya dalam adat minangkabau. saya juga melewatkan keseluruhan proses lamaran dan pernikahan om yang menyunting perempuan bugis karena saya saat itu sedang mengikuti training di seattle, jadilah saya buta dengan hal-hal terkait lamaran ini. 

mom yg elegan
karena ini yang pertama kali buat saya, proses lamaran pendi ini sukses membuat saya tertegun.., betapa sesuatu banget! *kaget ala syahrini* hahah. untuk lamaran saja setidaknya ada hantaran 6 jenis kue tradisional yaitu kue sero-sero, bannang-bannang, waje/wajik, dodol, cucur te'ne, dan onde-onde. masing-masing dari kue ini memiliki arti atau harapan, misalnya dodol; karena kue ini lengket jadi ini melambangkan harapan agar pasangan senantiasa "lengket" a.k.a mesra. kue-kue ini tidak masalah karena sangat mudah mendapatkannya di pasar tradisional. tapi yang jadi masalah, lamaran pendi dilakukan tanggal 3 september, hanya 2 hari setelah lebaran idul fitri, dan pada saat itu  pasar-pasar masih sepiiiii... penjualnya masih pada liburan di kampung. oaalllaalalala. beberapa pasar di kota Makassar dan daerah sekitar seperti sungguminasa yang kami kunjungi betul2 kosong. jangankan yg menjual kue-kue, yang menjual sembako pun tidak ada. semua kios masih tutup. akhirnya kami pindah menyisir ke Somba Opu, daerah pusat souvenir Sulawesi Selatan. kami berhasil dapatkan 3 diantara 6 jenis kue yg disyaratkan. sedangkan sisanya kami peroleh malam harinya berkat hubungan baik tante kami dengan tetangganya yang bersedia membuatkan kue-kue tersebut.  ini yang namanya alhamdulillah yah *syukur ala syahrini* :-)

sebenarnya pendi tidak dibolehkan oleh para puang (orang tua) untuk menyetir ke Bulukumba, kediaman keluarga silva, karena menurut kepercayaan itu tidak bagus. tapi ya mau gimana lagi, kami kekurangan orang yang bisa bawa mobil dengan sah. om-om sih pada bisa nyetir tapi pada ga punya SIM A karena memang ga pernah diurus, hahah. perjalanan ke bulukumba yang kami tempuh kurang lebih 6 jam terasa jauh sangat bagiku. untungnya perjalanannya menyenangkan karena adekku ini selaluuu saja punya cerita yang membuat kami tertawa. asli kocak banget kalau dia sudah ada diantara kami. hmm, i guess thats why it so easy to love and miss him, orangnya ngageni karena dia juga humoris. 

kami berhenti untuk shalat ashar di daerah Jeneponto dan guess what? ada buah TALA!! huaaaa... rasanya seperti blast from the past! aku senang banget soalnya ini buah yang sering dibeliin papi waktu aku masih kecil dulu. buah tala berasal dari pohon lontar yang di zaman dahulu sangat diandalkan karena saat itu kertas belum tersedia sehingga setiap kejadian atau peristiwa dicatat di lembar-lembar daun pohon lontar. naskah La Galigo, karya sastra (epos) yang sangat berharga dari Sulawesi Selatan itu juga dicatat di lembaran daun lontar. kembali ke buah tala. buah tala yang paling bagus adalah yang masih lembut kulitnya menandakan daging buah juga lembut. jangan pilih yang kulitnya tebel atau keras ya karena dijamin tuh gigi pasti musti berjuang untuk menggigit daging buah yang sudah keras. kenapa aku suka buah tala? ya karena enak! hahah. yang jelas buah tala ini rasanya sedikit manis dan seger banget. bagi sebagian orang rasanya mungkin kurang menarik tidak seperti buah durian yang serba kenceng bau dan rasanya itu dan cenderung hambar. tapi bagiku sih buah tala selalu enak, hehe. 


acara lamaran di mulai tepat jam 9 pagi. bosara-bosara cantik sudah tersusun rapi di tengah ruangan. yang khas dari adat pernikahan Bugis ini adalah adanya pa'nai atau 'setoran' dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan untuk acara akad nikah dan resepsi di kediaman perempuan. besaran pa'nai biasanya sudah disepakati oleh keluarga inti kedua pihak sebelum acara lamaran ini. jadi sudah melalui proses negosiasi lah. kalau dulu aku dengar cerita-cerita tentang pa'nai itu selalu serem, bahkan hanya karena besaran pa'nai dianggap kurang, lamaran laki-laki bisa langsung ditolak begitu saja, hadueeh. tapi sekarang kan zamannya sudah berbeda. sebisa mungkin adat di pertahankan sebagai bagian dari kekayaan budaya kita tapi tidak untuk menyulitkan. jadi, para laki-laki non bugis jangan langsung mundur ya kalau ingin memperistri perempuan bugis, hihihih.

di kesempatan ini juga diserahkan paseo yang berarti pengikat. paseo ini berupa cincin emas yg biasanya sih minimal berat 3 gr. nah, kalau maharnya berupa seperangkat perhiasan emas, untuk cincin aja total ada 3 cincin yang musti disiapin; cincin paseo, cincin nikah dan cincin mahar. dengan harga emas saat ini yang berada disekitar harga 550ribu per gram jadinya ehhmmmmm...... hitung sendiri ajalah., hahahah. yang jelas namanya nikah namanya punya hajatan biasanya musti nyiapin modal besar. tapi kata teman2ku ga usah khawatir. ntar modalnya bisa balik kok dari isi amplop undangan, ehmm aamiiinn. klo memang bisa seperti itu sih Alhamdulillah yaah...*syahrini mode on teteup* hihih. 
with silva, two beauties :-)

well, lamaran beres dan sekarang tinggal menyiapkan acara pernikahan pendi di pertengahan bulan November nanti. good luck ya, mom, ayah, tante dan om! maaf aku cuma bisa bantu dari jauh. semoga lancar semua dan diberi kemudahan oleh Allah Swt., aamiiiin ya rabbalalamiin. 



Memotret Burung di Baluran

beruntung sekali saya mendapatkan kesempatan berkunjung ke Baluran, sebuah Taman Nasional di Propinsi Jawa Timur yang terkenal dengan savana dan bantengnya. Saya kesini dalam rangka pengenalan dan pelatihan metoda okupansi untuk survei mamalia besar atas undangan tim PEH Balai TN Baluran. kebetulan, mas swiss, kakak tingkat di kampus sekaligus sahabat yang menjadi big brother dan mentor saya itu juga adalah anggota PEH TN Baluran. bertemu dengannya setelah sekian tahun pisah membuat saya menyadari betapa jarak, tempat dan waktu tidak mampu untuk merubah mas swiss. dia tetap saja item, kecil, mata belo, ngomongnya mencricis, medhok abis, barkaos item berteman asap mengepul dan suka cengengesan. hahah sori yo mas swiss, emang begitu kok kenyataannya, hahaha. hanya ada satu perubahan di mas swiss, dia jauh lebih baik, IN EVERY WAY, dibanding terakhir kali kami bertemu. di kalangan pemerhati peneliti burung, birdwatchers, siapa sih yang tidak kenal nama swiss winasis? di usia yang belum 30 tahun dia sudah menghasilkan sebuah buku tentang burung-burung di TN Baluran dengan foto2 burung yang sungguh memikat hati sekaligus mbikin kiri para pemula di bidang fotografi seperti saya ini. makanya pertemuan kali ini dengannya adalah kesempatan yg sudah kunantikan untuk menagih janjinya mengajariku teknik memotret burung di alam liar., horee..

sengaja aku menyisakan waktu 3 hari untuk kursus spesial ini sekaligus untuk menikmati keindahan alam TN Baluran. "hah cuma 3 hari?! mau dapat apa?" pekikku dan mas swiss bersamaan. heheh.. kalau bisa sih aku disini sampai selesai ngubek2 keindahan se-Baluran. tapi apa daya, di seberang pulau sana emakku tersayang telah menanti. 

cth gambar yg agak gelap & cenderung backlight
pelajaran pertama dimulai di malam hari yaitu menyiapkan peralatan: kamera, baterei yang sudah terisi penuh, beberapa SD cards untuk menyimpan file gambar dan pakaian lapangan untuk dipakai besok. jika memilih berurusan dengan burung maka musti dengan segenap hati siap untuk bangun subuh dan tidak tidur kembali setelah shalat subuh karena kehidupan burung dimulai di waktu ini. tapi kan jam segitu masih gelap? kan belum kelihatan juga burungnya! memang betul, tapi dari camp ke lokasi untuk memantau burung perlu waktu tempuh, makanya begitu kita telah sampai di tempat target, kita tinggal menunggu sebentar lalu mentari pagi menyingsing dan burungnya jadi terlihat deh. 

cth gambar yg jarak burungnya  terlalu jauh
tapi tidak setiap kali juga burung yang terlihat oleh mata kita lantas bisa dijepret. posisi burung, matahari dan kita serta jangkauan lensa yang kita pakai akan menentukan apakah burung tersebut dapat kita jepret atau tidak. burung yang menghalangi jatuhnya cahaya matahari (backlight) juga tidak perlu kita jepret karena pasti hasil gambarnya gelap. selain tidak bagus dilihat, burungnya pun akan sulit untuk kita identifikasi karena warnanya tidak nampak selain didominasi warna abu-abu. karena itu lebih baik kita menunggu hingga mendapat kondisi yang memungkinkan kita untuk memotret burung dengan baik.jika terlalu jauh meski lensa kita masih mampu menjangkaunya hasilnya tidak akan maksimal jadi lebih baik kita bersabar menunggu sambil berharap burung tersebut akan pindah mendekati kita. 


cth pose ideal burung untuk diidentifikasi
mengapa kita perlu mendapatkan gambar burung dengan hasil terbaik yang kita bisa? jawabannya selain karena gambar yang bagus akan menarik minat untuk dilihat, adalah untuk kepentingan identifikasi jenis burung. ya iyalah masak kita hanya mau foto-foto thok tanpa tahu jenisnya apa? gak keren bangets itu mahh. identifikasi jenis burung penting banget loh karena dengan begini kita akan tahu jenis-jenis burung apa saja yang hidup di suatu tempat dan kita akan menemukan betapa kaya alam di negeri tercinta kita ini, asik kan? nah, ketika memotret burung wajib untuk mendapatkan SEMUA bagian tubuh burung! tapi kalau tidak memungkinkan, usahakan mendapatkan bagian-bagian yang mudah untuk diidentifikasi, setidaknya bagian punggung, dada, ekor, dan muka (daerah mata dan paruh). 


teknik memotret bagi yang sudah paham kamera dan fotografi mungkin tidak ada masalah  karena yang menjadi tantangan sebenarnya dalam memotret burung di alam adalah kesabaran kita menunggu. ahh gampang menunggu mah udah sering lagipula kalau ada kawan gini bisa ngobrol. eitts, bukan menunggu yang seperti itu kawan, tapi menunggu dalam DIAM. suara baik dari mulut maupun karena kita bergerak harus sangat diminimalisir karena kalau tidak burungnya bisa terbang menjauh dan hilang sudah kesempatan kita untuk mendapat gambar burung tersebut. ini salah satu perbedaan mendesar dari fotografi benda mati dan fotografi makhluk hidup terutama hidupan liar. mas swiss sering banget tuh mendelikkan matanya kepada saya karena jalan atau gerak saya terlalu berisik, padahal itu juga sudah saya usahakan supaya pelan-pelan banget. 

ada beberapa jenis burung yang sangat peka terhadap suara sehingga memotret jenis burung ini memerlukan investasi yang besar berupa: kesabaran ekstra, waktu yang tak terhingga, dan anti pegal karena bukan tidak mungkin kita musti merayap seperti tentara yang sedang latihan perang ataupun berada pada posisi duduk/berdiri yang cukup lama. memang yang paling sering pegal itu adalah leher kita karena sering menengadah ke atas. tapi jangan sepelekan lengan yang menopang beban kamera plus lensanya dan kedua kaki kita yang menopang keseluruhan badan kita. jika punya kesempatan untuk mencari posisi mengintai yg paling nyaman, maka buatlah diri kita senyaman mungkin. 

jenis burung yg suka tiba2 sudah nongol aja
memotret burung juga memerlukan kepekaan dan kejelian kita mengamati kondisi sekitar. tidak semua burung berkicau atau bersuara saat terbang maupun sekeda
r pindah dari satu dahan ke dahan pohon lain. makanya disini kita melatih kepekaan mata dan telinga kita untuk menangkap jika ada yang bergerak ataupun suara kepak sayap burung. respon kita mengikuti arah perpindahan burung yang menjadi target juga merupakan hal yang utama. gak mungkin dong kita minta burungnya untuk pelan-pelan dan nungguin kita sampai kita siap untuk memotret dia. kalau gitu mah profesi fotografer burung ataupun hidupan liar menjadi tidak seksi dan kurang menantang, heheh. makanya yang menjadi kunci adalah fokus. jangan sampai lengah ketika sedang mengintai burung. tangan dan mata kita harus selalu selaras dan kamera dalam kondisi siap untuk menjepret. 


pernah suatu kali seekor burung rajaudang berada sangat dekat dengan saya yang sedang nongkrong di pantai tapi saya malah main yang lain dan saat dikasih kode oleh mas swiss dengan ekspresinya yg sedang teriak dengan meredam suaranya, saya baru sadar namun sudah terlambat karena burungnya sudah terbang pergi. mas swiss sebelnya ampun2an pada saya yang tidak fokus padahal kami sudah mengintai lama dan burung itu termasuk jenis yang cukup memerlukan investasi untuk dipotret. kami menunggu beberapa saat berharap burung itu akan kembali mendekat tapi hasilnya nihil. saya hanya bisa mengeles dengan berkata, "ya abis lama banget sih burungnya ditungguin jadi main yg lain dulu" dan mas swiss dengan logat jawa timurnya yang kental menggeleng2kan kepalanya seraya berkata, "kowe ki mil mil...."

oke, sekian sharing tentang memotret burungnya. semoga bermanfaat. :-)

   

Monday, June 13, 2011

Exist - Mencari Alasan


hahahahaha...... lagu itu memang berdasarkan kejadian di hidup kita ;-)

iklasnya hati sering kali disalah arti
tulusnya cinta tidak pernah engkau hargai
berlalu pergi dengan kelukaan ini
ku mengalah ku bersalah
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
berpaling muka bila saling bertatap mata
seolah kita tiada pernah saling menyinta
mencari sebab serta mencari alasan
supaya tercapai hasratmu
manis di bibir memutar kata
malah kau tuduh akulah segala penyebabnya
siapa terlena pastinya terpana
bujuknya rayunya suaranya
yang meminta simpati dan harapan
engkau pasti tersenyum
dengan pengunduran diriku
tetapi bagi diriku suatu ketenangan
andainya kita terus bersama
belum tentu kita bahagia
selama tidak kau rubah cara hidupmu
ada baiknya bila tidak lagi bersama
terasa jauh kini ku kini dengan dosa
aku tinggalkan walau tanpa kerelaan
yang nyata kau tidak mengubah


Source: http://liriklaguindonesia.net/e/exist/exist-mencari-alasan/#ixzz1P9NCf0fc

Monday, May 16, 2011

jangan menyakiti

copy & paste from ForestGAM
Soewarno HB Yk. 16 Mei 2011


Jangan Menyakiti


Siapapun yang memiliki hati nurani
Kan senantiasa merasakan sakit bila disakiti
Siapapun yang beragama kan selalu introspeksi
Kesalahan dan kezaliman apa yang perlu dikoreksi

Rasulullah SAW mengajarkan jaga lidah dan kemaluan
Keduanya dapat menjadi penyebab bencana
Jangan menyakiti sesama karena sebab keduanya
Karena kan mengganggu kehidupan

Jika kita sadar waktu kematian
Yang datangnya tiada terkira
Segeralah minta maaf jika punya kesalahan
Kepada siapapun yang dibuat menderita

Tuhan Maha Pengampun
Walau dosa kita seluas langit dan bumi
Datanglah kepadaNya tanpa sekutu dengan apapun
Insya Allah hidup kita dunia dan akhirat dilindungi