Pages

Monday, January 28, 2008

selamatkan kedelai, selamatkan beras, selamatkan petani!

berita tentang itu datang lagi, tentang kenaikan harga bahan-bahan pokok, rasanya belum lama topik itu menghiasi beragam media massa. sekarang masyarakat kita kembali harus dengan pasrah mengeluarkan uang lebih banyak karena melonjaknya harga beras, gula, minyak goreng dan minyak tanah, dan yang paling heboh saat ini tentu saja adalah harga kedelai.
"jangan jadi bangsa tempe!" begitu kata bapak proklamator kita, Soekarno, dengan suara lantangnya. tapi kenyataannya sejak tahun 1928 negara kita sudah melakukan impor kedelai yang semakin tahun jumlah impornya semakin meningkat, yang dulu hanya 63 ribu ton pertahun sekarang menjadi 664 ribu ton (BI, 18/01/08). lihat statistik di buletin siangnya RCTI malah bikin lebih shock, impor kedelai kita mencapai 70%! tentu saja aku merasa lemes, tempe itu lauk andalan kapanpun dan dimanapun, rasanya tidak pernah pudar, rasanya tidak pernah bikin bosen, rasanya selalu ngangenin. tempe yang selalu membuatku homesick dan kangen se kangennya kalau sedang tidak berada di Indonesia atau sedang berada di jakarta.

sekarang, banyak masyarakat yang terpaksa beralih dari lauk tempe-tahu ke lauk krupuk. yah, dikompas hari ini ada berita tentang sebuah keluarga yang kalau mau bertahan hidup terpaksa mengandalkan krupuk sebagai lauk utama. terpaksa mengandalkan yang penting perut terisi, yang penting bisa makan, masalah sudah cukup gizi atau belum, itu nanti saja.
sekarang, tidak perlu heran kan, kalau tim sepakbola kita tidak bisa jadi ancaman nomor satu di ASEAN? kalaupun kita punya sekitar 220 juta penduduk, kalau sebagian besar kekurangan gizi, tinggal mimpi sajalah kita untuk bisa menembus masuk kejuaraan piala dunia.
karena gizi yang kurang ini jugalah kita menjadi kurang awas sehingga lagu rasa sayang dan kesenian reog sampai diklaim sebagai bagian dari kekayaan budaya negara tetangga tercinta.

dulu, disaat bahan-bahan pokok naik, bbm naik, kita masih cukup tenang karena kita masih punya andalan tempe-tahu dan produk kedelai lainnya sebagai lauk murah nan bergizi. tapi itu sekarang sudah tidak berlaku lagi.

kedelai itu baru satu masalah diantara masalah pangan jenis lainnya yang kalau tidak secara tepat ditangani, maka ancaman krisis pangan pun akan dengan bebasnya melenggang menyerang negara ini. dan kalau itu benar terjadi, tolong label "Indonesia Negara Agraris" dilepas saja, disimpan dan biar menjadi kenangan pahit.

kenapa krisis pangan itu datang dan mengancam kita sekarang? tahun 1984, tahun aku lahir menikmati bumi, kita dengan bangga bisa swasembada beras.., sekarang rata-rata impor beras pertahun adalah 1 juta ton (BI, 19/02/07). impor yang lebih banyak kejamnya daripada baiknya karena selalu lebih murah daripada produk negeri sendiri, mematikan daya usaha produk sendiri. bukankah seharusnya pemerintah merangsang kenaikan produktivitas produk pangan negeri sendiri dengan menjadikan produk impor tidak lebih murah dari produk sendiri? lalu apa gunanya jargon-jargon "cintai produk dalam negeri" kalau ada produk luar yang lebih murah? tentu saja masyarakat yang harus ketat mengawasi pengeluaran keuangan lebih memilih produk dengan harga yang lebih murah. bahkan mungkin ada yang dengan bangga mengatakan, "eh, jangan salah, beras ini beras dari luar lho, beras thailand" yang justru disaat yang sama membuat seorang petani menangis karena padi yang ditanamnya selama tiga bulan dilibas oleh karung beras dengan tulisan "beras thailand"

karena profesi sebagai petani tidak menjanjikan masa depan cerah, karena upah kerja mereka selalu lebih rendah dibanding profesi lain, generasi muda dari keluarga petani enggan meneruskan profesi orangtuanya, padahal sebenarnya kita butuh mereka untuk tenaga segar dan baru yang membantu barisan petani golongan tua ditengah sawah disana.

menulis tentang ini membuatku teringat satu lagu dari masa kecilku, yang dengan lantang kunyanyikan saat ospek SMP.
---------------------------------------
nasi putih terhidang dimeja
kita santap tiap hari
beraneka ragam hasil bumi
dari manakah asalnya?

dari sawah dan ladang di desa
petani lah penanamnya
panas terik tak dirasa
hujan rintik tak mengapa
masyarakat butuh bahan pangan

terima kasih bapak tani
terima kasih ibu tani
tugas anda sungguh mulia
--------------------------------------
adakah yang ingat lagu ini?
mari kita nyanyikan sama-sama dan teruslah nyanyikan dalam hati, hingga kelak menjadi pemerintah, tidak membuat kekeliruan yang sama yang dibuat pemerintah saat ini

langit djogja disuatu siang

aku sedang dalam perjalanan pulang dari atm ke kos ketika aku menengadahkan mukaku sedikit ke atas dan kudapati langit biru yang langsung membuatku terpesona, "aah.. betapa cantiknya langit djogja siang ini". aku tahu langit senja adalah salah satu kecantikan universe yang sering diperlihatkan oleh Allah kepada manusia. tapi langit disiang hari? disaat panas sinar matahari menyengat dan orang-orang yang sedang berada dijalan saat itu hanya ingin sampai ke tempat tujuannya untuk menikmati naungan yang mendinginkan suasana tubuh. mungkin tidak banyak orang yang peduli ataupun sempat berpikir bagaimana jika kulihat sekilas langit siang ini? langit saat itu, kecantikannya, tidak pernah kuingat langit secantik itu sebelumnya. warna birunya membuatnya seakan-akan hanya langit itu satu-satunya yang mengerti tentang diriku, yang memaafkan kesalahan yang kubuat. langit saat itu seolah merentangkan kedua tangannya dengan lebar, siap menyambutku kedalam pelukan hangatnya. warna birunya yang kuyakin tidak ada satupun crayon, pinsil warna ataupun cat yang mampu menyamai kebeningan, keikhlasannya. dan matahari yang secara perlahan bergerak menuju posisi puncak disinggasananya, seakan menari diantara beberapa gumpalan awan putih tebal.., dan awan-awan putih tebal, seperti marshmallow yang dengan centilnya melayang-layang dilangit.

aku merasa senang sekali dengan menempuh rute yang kupilih. pagi tadi jam 8, om juliz membangunkan aku dengan telponnya. kupikir ada sesuatu yang ingin disampaikannya tentang keadaan keluarga, tapi ternyata si om hanya usil, dia menggodaku tentang mengikuti pemakaman pak harto hari ini. kemudian om bertanya, "kok baru bangun, dah jam 8 ini?" kukatakan pada om, "aku baru tidur jam 4 pagi, ada sesuatu yang kukerjakan". si om kembali bertanya, "apa yang dikerjakan?". kujawab dengan singkat, "sesuatu".
meskipun rasanya aku ingin kembali tidur setelah om juliz menyudahi keusilan paginya, tapi aku ingat aku musti menulis satu lembar surat. segera kuraih satu lembar kertas surat dan pena oranye ku, tapi sebelum kumulai menulis, laptop kuhidupkan, melanjutkan film you've got mail, yang subuh tadi mengantarku tidur. lanjutan film ini menemaniku menuntaskan 1 lembar surat itu. rasanya seperti beradu cepat, antara aku menulis surat dan ketika akhirnya NY152 dan Shopgirl bertemu alias kopi darat. aku menang, yeii... jadi aku bisa menikmati lagi bagian akhir dari film yang sejak awal sampai akhir film ini tidak pernah membuatku bosan menontonnya berulang-ulang kali.

you've got mail selesai, laptop kumatikan, dan segera kubergegas menuju kamar mandi. sudah jam setengah sebelas, aku musti cepat untuk memposkan suratku karena pelayan pos express ditutup jam 11 siang. kukayuh sepedaku ke selatan gedung pusat ugm dan berhenti tepat didepan mobil pos keliling. "pos express, pak" kataku mantap. "sebelas ribu lima ratus, ya" kata bapak petugas pos. "iyah" kujawab sambil kuserahkan selembar uang dua puluh ribu. aku ingin surat ini sampai kepadanya secepatnya sehingga keesokan hari dia bisa membacanya.

aku perlu uang tunai, sementara aku berada ditengah-tengah dua lokasi atm, satu didepan mirota kampus, satunya lagi sebelum ring road utara. keduanya hampir sama jarak tempuhnya. setelah pikiranku berdebat sendiri selama beberapa saat, akhirnya diputuskan untuk ke atm sebelum ring road utara. keputusan yang membuatku senang, karena aku bisa melihat keindahan, kecantikan langit djogja saat itu. kalau aku mengambil rute kebalikannya, mungkin aku tidak akan punya kesempatan untuk menengadahkan mukaku ke atas, karena aku akan terlalu sibuk memperhatikan jalan dan mungkin agak menundukkan kepala, berusaha menghindari panasn matahari yang bersinar cukup cerah, dan karena jalan balik menuju ke kos sedikit menanjak, maka kuyakin energiku tersita untuk hal itu.

langit djogja yang begitu cantik siang ini.., segera setelah sampai dikos, ku berlari ke kamar menyambar kameraku dan mencoba mengabadikan kecantikan itu.., karena kutahu, seluruh kemampuan otakku tidak akan cukup untuk menampung seluruh kecantikan ini. puas rasanya, walaupun hanya satu jepretan. dan yang terpenting dari hari ini adalah rasa syukurku kepada pemilik universe, yang ditengah kegalauan hatiku karena kesalahan yang kubuat diakhir minggu kemarin dan ditengah harapan dia akan cepat sembuh dari sebelnya dan kembali tersenyum padaku, masih memberikan aku anugerah menikmati kecantikan langit djogja siang ini. terima kasih Allah untuk keindahan, kecantikan yang Kau perlihatkan kepadaku, yang telah menambahkan semangat kedalam diriku.

Saturday, January 26, 2008

the freedom of study is a blessing

aku baru aja duduk diruang tengah kos, yang merupakan pusat ngumpulnya anak-anak kos dimalam hari setelah berpetualang seharian dikampus dan didunia masing-masing, ketika anggun, one of my kost-mate, memberikan amplop putih besar kepadaku, disitu tertulis, karmila parakkasi, ahh... kiriman TIME ku datang lagi. langsung kubuka bungkusnya dan kubawa masuk ke kamar, rasanya sangat kehausan ingin segera menyantap sajian berita didalamnya. biasanya aku langsung mencari berita tentang pemilihan umum di US, yang selalu menarik perhatianku tentu saja persaingan super ketat di partai demokrat, hillary clinton dan barack obama. dua-duanya calon pencetak sejarah, jika hillary terpilih sebagai presiden maka dia akan menjadi presiden wanita pertama di negara yang berpenduduk terbesar ketiga didunia, tapi jika ternyata obama yang keluar sebagai pemenang pemilu maka untuk pertama kalinya negara terbesar penyusung demokrasi memiliki presiden afro-amerika. tapi keinginan itu ternyata tertahan ketika aku melihat woody allen, salah satu sutradara favoritku, menjawab 10 pertanyaan dari pembaca TIME. senang sekaligus surprise, karena jarang-jarang aku mengenali tokoh untuk halaman 10 pertanyaan ini, sehingga seringnya halaman ini tidak kubaca.

setelah selesai membaca tentang kebimbangan pemilih wanita afro-amerika, ternyata halaman berikutnya juga sangat menarik, tentang pendidikan bagi perempuan di Afganistan. membaca ini membuatku semakin menyadari betapa jauhnya perbedaan yang dialami oleh perempuan dibelahan dunia yang berbeda. kalau di Amerika Serikat kaum perempuan dihadapkan pada pilihan sulit menentukan presidennya, maka perempuan di Afganistan masih berjuang untuk mendapatkan pendidikan.
tantangan yang mereka hadapi tidak hanya karena negara mereka sering dilanda perang, tapi juga dari segi budaya. penduduk Afganistan sebagian besar adalah muslim, banyak orangtua yang lebih memilih anak perempuannya butuh huruf dibanding jika harus sekolah dan pergi belajar ditempat dimana mereka bisa terlihat oleh lak-laki. di hampir 80% kecamatan, tidak ada anak perempuan yang melanjutkan sekolah sampai ke tingkat secondary high (SMP) dan secara
keseluruhan di Afganistan, hanya ada 10% perempuan yang sekolah sampai mendapat gelar diploma. tidak heran jika diseluruh negara ini prosentase guru perempuan hanya 28 % (TIME, 28/01/08).

daya juang seorang perempuan afgan, lida ahmadyar, 12 tahun, yang tetap pergi ke sekolah setelah saudara perempuannya terbunuh dalam operasi penutupan dan pembakaran sekolah demi alasan keamanan. meskipun tiap hari dia melewati lokasi kakaknya terbunuh, niat untuk belajarnya tidak surut sama sekali. "I am afraid, but I like school because I am learning something and that will make me important. with education, i can save my country".

kondisi dan kesempatan murid perempuan di Indonesia untuk sekolah jauh lebih baik. dari data yang dihimpun oleh UNICEF, ada 81% anak perempuan yang melanjutkan pendidikan ke SMP, dan 69% yang melanjutkan hingga ke SMU. Prosentase anak laki-laki sedikit lebih baik; 83% yang sampai ke SMP dan 73% melanjutkan ke SMU.
tantangan yang dihadapi oleh anak sekolah di indonesia tentu saja berbeda. ketika Ujian Nasional dirasakan sangat menakutkan dan menjatuhkan mental, sehingga tidak sedikit yang memilih untuk mundur, mungkin kita harus sering-sering membaca kisah seperti lida, mengcopy daya juangnya. seharusnya kita mampu melakukan yang lebih baik, mampu menaklukkan UN, mampu belajar lebih baik karena negara kita sudah puluhan tahun terbebas dari perang, peristiwa paling buruk yang dialami oleh sebuah negara.

memang pendidikan di Indonesia masih jauh dari status ok. kualitas pendidikan masih sering menjadi tanda tanya. kurikulum pendidikan yang dirasa semakin tidak up to date, jumlah dan kesejahteraan guru dan tenaga pengajar, masih mahalnya harga buku yang pada tahun 2004 kemarin Bank Dunia menjatuhkan sanksi kepada sejumlah penerbit buku di Indonesia karena dituduh menyelewengkan proyek pengadaan buku Bank Dunia dan untuk itu negara ditagih AS$ 10 juta (Pikiran Rakyat, 30/09/04)., sampai kepada pungutan dan sumbangan liar yang masih berkeliaran disaat pemerintah secara tegas menyatakan pendidikan sampai tingkat SMP (wajib belajar 9 tahun) adalah gratis!
setidaknya bagi sebagian besar dari kita tidak memiliki hambatan dari segi prasarana fisik, tidak. bahkan ketika gedung sekolah roboh karena gempa, atau terkena banjir, masyarakat cukup sigap dengan membangun sekolah darurat, selain itu kita bisa belajar dilapangan, dipinggir sungai, karena kita tidak punya kekhawatiran tentang serangan musuh yang bisa dengan kapan saja menjatuhkan bom molotov. tidak, kita sudah melewati jaman kegelapan itu.

banyak yang harus kita syukuri dari keadaan yang kita miliki sekarang; gedung sekolah, transportasi yg mengantarkan kita kesana, guru, orang tua yang mengijinkan anak perempuannya untuk ke sekolah campur, subdisi pemerintah untuk keluarga yang ekonomi
rendah, beasiswa, keamanan bersekolah. bayangkan jika kita berada disituasi yang sama dengan yang dihadapi oleh lida. mungkin kita tak punya waktu memikirkan untuk sekolah, tapi pikiran dan daya juang kita tersita untuk bagaimana kita bisa mempertahankan rumah, bagaimana menemukan tempat persembunyiaa yang aman, bagaimana mendapatkan makanan ketika sebagian besar pasar telah habis dibom, dan mungkin, bagaiman terlolos dari ancaman menjadi jugun ianfu pihak penjajah.

tidak naik kelas, tidak lulus ujian, tidak punya uang jajan yang cukup, guru yang galak, teman yang suka nyontek, baru diputusin pacar, kesemua itu harusnya tidak menyurutkan semangat
kita untuk sekolah, untuk belajar, karena kita sudah sangat beruntung, memiliki anugerah berupa kebebasan untuk belajar, yang sampai saat ini, sayangnya belum dapat dinikmati oleh setiap orang diseluruh negara.

Sunday, January 20, 2008

aku punya sim A, sim C, tapi aku gak tau (gak mau) beretika dalam memakai jalan..

kalau di eropa, di amerika, bentuk transportasi yang paling primordial mendapat kehormatan untuk jalan terlebih dulu, makanya tak heran kalau pedestrian maupun bikers sangat menikmati pilihan bentuk tranportasi mereka. tapi di indonesia, yang primordial harap minggir, karena yang kendaraannya yang lebih gede yang rule. gaya banget ya, padahal negara kita belum juga lepas dari krisis moneter, virus H5N1 semakin membabi buta, tingkat korupsi masih tertinggi nomor 3 seAsia, dan lumpur lapindo terus menenggelamkan apapun disekitarnya.
hm..mungkin gak perlu sejauh itu ya contohnya. berarti lebih cocok begini; gaya banget ya.. padahal belum tentu kendaraan itu miliknya sendiri, kalaupun milik sendiri blum tentu kan hasil jerih payah pribadi ato hasil "meras" dari ortu, blum tentu juga belinya gak pake korupsi, dan belum tentu punya sim yang bukan hasil nembak ato pesanan, hehe...

nina, seorang teman dari Jerman menceritakan padaku pengalaman dengan transportasi di Indonesia waktu dia mengikuti IFSS 2002 (International Forestry Students` Symposium) di Bogor, Jogja, Pontianak. Dia tiba di Cengkareng dan bersama rombongan anak IFSA yang lain menaiki bus yang disediakan panitia untuk membawa mereka ke Bogor. setelah berada ditengah-tengah kota Jakarta, dia hampir menangis.. karena ketakutan dengan semua yang berada dijalan waktu itu. dia tidak habis pikir kenapa orang-orang berhenti hanya beberapa centimeter dari mobil didepannya, dan makin ketakutan ketika sang sopir membawa bus melaju kencang diantara padatnya jalan.

suatu waktu, setelah kusampaikan betapa seringnya mendengar klakson dibunyikan untuk hal-hal yang tidak perlu dan menurutku sangat polutif terhadap indera pendengaran kepada seorang teman, dia berkata, "memang membuat frustasi dan ngeselin.., beberapa kenalan orang non indonesia juga mengatakan hal yang sama, tapi setelah mereka mengalami sendiri dijalan, akhirnya para bule itupun sedikit-sedikit mengikuti cara mengendarai kendaraan yang seenaknya sendiri dan mulai suka membunyikan klakson mereka". aku tertegun, betapa parahnya orang Indonesia dalam menggunakan jalan sampai-sampai bisa mempengaruhi orang asing yang notabene disiplin dan beretika ketika berada dijalan. kalau mereka saja sepertinya bisa sebegitu mudahnya dipengaruhi, bagaimana dengan orang indonesia sendiri yang mampir hanya beberapa tahun untuk belajar dinegara -negara maju? ketika disana, yang dipelajari tidak hanya bidang studi yang digeluti kan? tapi juga bagaimana menjadi penduduk dunia yang lebih baik, disiplin dan sopan di jalan maupun ditempat lain., dan tidak lupa menghormati hak masyarakat lain. jadi seharusnya kitalah, orang-orang yang sudah melihat, merasakan sendiri bagaimana nikmat dan terasa amannya ketika menggunakan jalan dengan baik, dengan sabar memberi contoh langsung, tidak ikut-ikutan menimbulkan polusi suara untuk hal yang tidak perlu. selalu memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. tapi tetap harus ada orang yang mengambil peran itu.
setelah dijajah selama 3 abad oleh belanda, para pejuang pun tidak pernah menyangka bahwa dalam 50 tahun berikutnya, belanda dapat kita paksa angkat kaki dan mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. mudah-mudahan kita bisa belajar bersama masyarakat untuk beretika dalam menggunakan jalan lebih cepat dari 50 tahun.

beberapa waktu lalu aku terkesan dengan usaha dan dukungan pemerintah kota jogja terhadap pengguna sepeda, yang menunjukkan sikap hidup sehat dan ramah lingkungan. garis putih panjang dengan lebar 1 meter dan gambar orang diatas sepeda di kanan dan kiri jalan, memberi sedikit ruang dan keistimewaan kepada para bikers dijalan-jalan, termasuk dilingkungan kampus ugm. tapi sejak sebulan terakhir ini aku merasa khawatir bahwa sebentar lagi kenikmatan bersepeda akan berkurang drastis. garis putih panjang disisi kiri dan kanan jalan dan merupakan kebanggaan para bikers sebentar lagi akan terusik dengan kedatangan bus transjogja. garis sepeda itupun terlihat telah dilibas oleh apa yang mereka tulis sebagai jalur lintasan bus.
apa yang tersisa sekarang untuk pecinta sepeda yang coba menghidupkan kembali masyarakat gemar bersepeda ditengah serbuan mobil-mobil mini berplat ab dan no ab dijalan-jalan jogja yang kecil?
saya tidak menentang adanya bus transjogja, saya sangat mendukung dengan kehadiran sarana transportasi publik yang dijanjikan lebih bersih, teratur dan ramah terhadap penggunanya. karena saya tahu masyarakat sudah lama haus akan transportasi publik yang bisa mereka andalkan dan percaya. saya belum mendengar perubahan ataupun modifikasi kebijakan untuk kendaraan roda dua non mesin, mudah-mudahan segera menyusul. tidak banyak ruang dijalan yang tersisa sekarang. tidak mungkin pula membagi jalan-jalan jogja yang sempit itu untuk jalur yang lain. yang perlu dan bisa kita lakukan adalah mulai menghormati pengguna jalan yang lain, menerapkan etika menggunakan jalan yang seharusnya diterapkan sedari awal mulai bisa mengendarai kendaraan.

siapa dalang dibalik pemanasan global?

sebulan yang lalu, desember 2007, negara kita, Indonesia, menjadi perhatian dunia saat menjadi tuan rumah yang membahas tentang perubahan iklim, isu yang semakin hangat seiring semakin hangatnya suhu udara dibumi. kegiatan industri pun seringkali ditunjuk sebagai dalang dibalik kenaikan suhu bumi. sebagai aktor yang melepaskan begitu banyak karbon ke atmosfer, yang kemudian memicu terbentuknya gas rumah kaca, memblok sebagian panas untuk keluar kembali ke lapisan atmosfer. negara yang berkontribusi terbesar pada jumlah emisi karbon di udara tidak lain adalah amerika serikat, yang menyumbang 33% emisi dunia, lebih dari setengah total emisi dunia.

tapi kenapa kita seakan terus menyalahkan kegiatan industri sebagai penyebab utama? tidakkah kita sadar bahwa kitalah sebenarnya the only actor penyumbang emisi? kitalah yang menyebabkan bumi semakin panas, cuaca tidak menentu, yang seharusnya musim hujan di awal tahun 2008 ini, tapi ternyata sang matahari masih bersinar dengan cerah.
semua kegiatan industri yang ada dan tengah berlangsung saat ini tidak lain adalah untuk memenuhi keegoisan manusia, kemanjaan manusia. kemajuan teknologi seharusnya tidak hanya membuat kehidupan manusia dan makhluk hidup lain semakin baik, tapi juga bisa menciptakan bumi yang indah, yang akan membuat makhluk dari planet merasa iri..
tapi, snail mail yang digantikan oleh email dan handphone text messaging, delman yang digantikan oleh mobil dan pesawat terbang, malah membuat kita menjadi manja dan membuat bumi semakin awut-awutan karenanya. apa sebenarnya yang kita kejar dari super flash flow of information itu? toh, itu sama sekali tidak menjadikan kita sebagai makhluk yang lebih bertanggungjawab terhadap tempat yang kita pijak.
informasi yang berseliweran dimana-mana tidak lantas membuat kita menyadari secara langsung bahwa bumi kita sedang sekarat. 50 menit perjalanan oleh pesawat yang menggantikan 10 jam dengan kereta dari jogja ke jakarta tidak serta merta membuat kita menyadari bahwa kita punya lebih waktu 9 jam yang sebagian bisa kita gunakan untuk memisahkan sampah ke non organik dan organik, untuk menanam satu lagi semai pohon untuk perindang jalan..

apakah artinya menjadi bangga karena telah mengelilingi kota paris di perancis, seattle di amerika serikat atau wellingtonnya new zealand.., apakah gunanya kita merasa lebih tinggi dan lebih baik karena kita berhasil membawa pulang gelar master, doctor dari universitas jerman, dari oxford, dari harvard.., jika kita ternyata masih membuang puntung rokok, kulit jeruk, keluar dari jendela mobil saat dijalan? apakah artinya menjadi mahasiswa di ui, ugm atau itb dengan ipk 3, 89 atau mengklaim sebagai mahasiswa aktivis sejati jika kita ternyata masih membiarkan komputer dan lampu kamar menyala saat kita pergi keluar membeli makan malam?

jadi, jangan salahkan industri atau negara dimana industri itu berada, tapi salahkan diri sendiri karena terlalu banyak keinginan dan menjadi lalai dan manja karenanya.

"The climate emergency is our best and possibly last opportunity to create a global consciousness" (dari youth speech of cop 13 bali). kesadaran global yang saya bayangkan adalah kesadaran tiap individu terhadap setiap energi, setiap sumber daya yang dikonsumsi. menyadari bahwa setiap kompensasi waktu dan kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi yang kita ciptakan, harusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengeliminasi dampak negatif terhadap lingkungan yang tercipta. everyone should take lead, coz this 'everyone' is a role model for another everyone.

sampah plastik, kemana harus membuangnya?

tidak banyak alternatif tempat dan cara pembuangan yang aman untuk sampah-sampah plastik. tidak semudah ketika kita mendapatkannya dari toko-toko ataupun warung makanan. yang hal ini seharusnya membuat kita lebih menyadari akan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh tas plastik dan produk-produk yang terbuat dari plastik. kita tidak bisa dengan mudah menguburnya dalam tanah dan berharap sampah plastik akan terurai dengan sendirinya, sama halnya dengan sampah berupa sisa-sisa makanan. hal itu tentu saja percuma! diperlukan ratusan tahun (200-400 tahun) untuk sampah plastik benar-benar hancur. kalau gitu bagaimana dengan dibakar? ok, plastik memang gampang terbakar ketika kena api, tapi seiring dengan lenyapnya plastik ditelan nyala api, asap yang dikeluarkannya mengancam kesehatan kita. asap hasil pembakaran plastik mengandung racun kimia yang bisa menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan, kanker paru-paru dan penyakit pernapasan lainnya.

jadi, bagaimana cara yang aman untuk membuangnya?
throw it out from your mind, kick it out from your daily lives. it is surely easy to say but rather difficult to do it. kita memang sedari lahir sudah dimanjakan oleh kehadiran dan ketersediaan tas plastik dan produk plastik dalam kehidupan sehari-hari kita. it is light, easy to carry, you can fold it when it is not in use, not take so much space, and the most important above all.. it is free of charge!
oleh karena itu, kita harus bisa menanamkan kepada diri kita bahwa kita bisa mengurangi pemakaian plastik dalam hidup kita.
start from yourself, try to commit that everytime you go for shopping, you would carry the fabric bag with you, therefore you can smile and say 'No' to the cashier lady who offered you a plastic bag. give your mom and your sister, your sister-in law fabric bag too and remind them to take it when they go to shop. kalau perlu, encourage them to carry it everytime they're stepping out of the house, coz women, we'll never know that the store next door can be very attractive to our eyes :-)

sedangkan untuk sampah plastik yang sudah kita hasilkan dan saat ini masih tertangkap oleh sudut mata, adalah suatu tantangan tersendiri untuk mengatasinya. beberapa orang sudah mulai menemukan cara untuk mengatasinya. Seperti Pak Gendon dari komunitas taman baca satu sembilan didaerah patang puluhan Yogyakarta, banyaknya sampah plastik yang dihasilkan oleh masyarakat menimbulkan kekhawatiran, sehingga akhirnya beliau menemukan satu cara untuk mengeliminasi sampah plastik di masyarakat. sampah-sampah plastik yang ada dijadikan bantal duduk dan hiasan langit-langit rumah. sampah-sampah plastik yang berupa kemasan produk, digunting kecil-kecil dan kemudian dimasukkan ke dalam
kantong plastik transparan kemudian dijahit sehingga menjadi produk bantal duduk. hasilnya sangat menarik, karena semua warna dari berbagai plastik bekas kemasan bercampur dan jika dipandang sekilas sama sekali tidak terlihat bahwa itu adalah plastik bekas kemasan.
selain itu, pak gendon juga menginisiasi penggunaan kantong belanja dari bahan kain kepada ibu-ibu rumah tangga dikelurahan patang puluhan yogyakarta, demi mengurangi penggunaan tas plastik, sekaligus sebagai satu cara mendidik dan membiasakan masyarakat untuk tidak menggunakan tas plastik lagi.

Dibutuhkan banyak kreativitas dan lebih banyak orang seperti Pak Gendon untuk mengatasi permasalahan plastik, karena jika tidak, maka dibeberapa tahun mendatang kita harus siap bersaing dengan sampah-sampah yang semakin memakan tempat.

larangan pemberian tas plastik secara gratis, kapan Indonesia menyusul?

Peter Garret, menteri lingkungan australia, mengemukakan niat pemerintah australia yang akan melarang pemberian tas-tas plastik secara gratis, terutama dari toko-toko. Kebijakan ini diharapkan dapat mulai berlaku selambat-lambatnya akhir tahun 2008 (BBC 11/01/08). banyaknya tas-tas plastik yang kemudian menjadi salah satu penyebab masalah lingkungan, rupanya mulai menjadi pusat perhatian pemerintah australia. beberapa negara lain yang sudah lebih dulu menerapkan kebijakan atas masalah yang ditimbulkan oleh tas plastik adalah Perancis, Irlandia, Afrika Selatan dan menyusul China. Larangan pemberian tas plastik secara gratis di China akan mulai berlaku bulan juni tahun ini (BBC 09/01/08). bagaimana dengan Indonesia? masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh tas-tas plastik tidak hanya terjadi di Cina ataupun Australia, tapi sudah menjadi permasalahan lingkungan di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. pencemaran yang terjadi dipantai, sungai ataupun selokan yang tersumbat jika perhatikan adalah didominasi oleh sampah plastik, baik berupa tas-tas plastik maupun plastik bungkus kemasan. setiap hari penduduk indonesia menggunakan lebih dari 220 juta plastik, dengan demikian ada sekitar 220 juta tas plastik mengapung-apung di pantai, sungai maupun selokan belakang rumah kita. Jika Cina memerlukan hampir 40 juta barel minyak untuk memproduksi tas plastik sebanyak 2 miliar, maka untuk memproduksi 220 juta plastik di Indonesia diperlukan setidaknya 4.4 juta barel minyak.

konsumsi minyak yang terlalu berlebihan untuk sekedar memproduksi barang yang pada akhirnya berakhir diselokan belakang rumah. tidak hanya dari segi penggunaan sumberdaya yang boros, pencemaran yang disebabkan oleh tas-tas plastik tersebut juga menjadi penyebab kematian organisme-organisme air. bagian-bagian sungai yang tertutupi oleh sampah akan menghalangi jatuhnya sinar matahari ke dalam air, menyebabkan pertumbuhan fitoplankton menurun dan jenis-jenis ikan kehilangan makanan yang cukup. selain itu, bahan kimia dari plastik akan menjadi racun bagi organisme air.

negara kita baru saja menjadi tuan rumah konferensi perubahan iklim, tepatnya di Bali sebulan yang lalu. adalah suatu momen yang tepat bagi pemerintah indonesia untuk menunjukkan keseriusannya mengatasi permasalahan pemanasan global dan permasalahan lingkungan secara umum, salah satunya dengan segera mengeluarkan kebijakan tentang pengurangan penggunaan tas plastik.

Youth Around the World Are Rising! One voice to Stop Climate Change

ini mungkin adalah saat yang paling membanggakan karena ini pertama kalinya aku berbicara di podium pada United Nations Framework Convention on Climate Change, Convention of Parties 13, sekaligus saat dimana aku merasa bumi tempat aku menghirup udara, belajar dan bermain, sedang sekarat dan kritis, dan aku bergidik, membayangkan masa depanku, masa depan orang-orang yang aku kenal dan sayangi, membayangkan bumi yang tidak lagi ramah, tapi gersang, panas, di belahan bumi yang lain, dan dibelahan lainnya orang-orang berjuang dari banjir, tanah longsor, agin dan ombak besar...

lebih dari 200 youth dari berbagai negara datang dan berkumpul di Bali, untuk satu harapan, COP 13 Bali menghasilkan BREAKTHROUGH, yang mengikat semua negara, berkomitmen dan menjalankan tanggungjawabnya untuk mengurangi emisi, mengurangi pelepasan CO2 ke udara...

youth diberikan kesempatan untuk menyampaikan speech pada plenary high meeting..
bersama Whit from USA, Anna from Aussie, kami coba menyampaikan kekhawatiran, desakan, dan harapan kami sebagai youth, near future world community kepada para delagasi tiap negara..

Youth Statement to the High-Level Plenary

WHO WE ARE

I am Anna Keenan from Australia, Karmila Parakkasi from Indonesia, and Whit Jones from the United States of America. We speak today as part of the global youth climate movement. Half the world's population is under 30, and will live with the decisions you make today.

STORIES OF HUMAN IMPACT

Just last week, a young woman from Kiribati told us about her plight. Her island is only 2 meters above sea level, and as the land gets washed away, so does her people's livelihood and culture. I was filled with a deep sense of urgency, solidarity and perhaps most importantly, responsibility to speak and act. Her story moved me to tears and should move you to action.

How many stories do we need to hear before we wake up and take action? We have one climate, one future, and this is our last chance.

SCIENCE URGENCY

The science is clear. We call on you to acknowledge that climate change is not bounded by economics and politics, but by science. You can't negotiate with the laws of physics and chemistry.

The targets currently being discussed are not even close to protecting our future. Our best science shows clearly that 450 ppm of CO2-equivalent gives us a 50% chance of avoiding catastrophic and irreversible feedbacks in the climate.

I have a coin here. The flip of this coin represents gambling with our future. (FLIP A COIN) (SLAP) (SILENCE) What's it going to be? (SILENCE)

Our future is at stake. As climate change accelerates, and your decisions unfold, we will look back at this moment, this conference. History will judge whether you did enough to give us a planet worth living in.

OUR VISION

The time for excuses is over. We need you to acknowledge that solving climate change will require a just transition to eliminate fossil fuels within our lifetimes.

Developed countries must mitigate now and assist those without the same financial resources. Deforestation must be addressed with strong consideration for local and indigenous communities.

The climate emergency is our best and possibly last opportunity to create a global consciousness. We are inspired by those of you taking true leadership, both at home and internationally. We are ashamed of the so-called (GESTURE QUOTES) "leaders" who are delaying action in this UN process and who are actively compromising our future.

YOUTH RISING

We cannot wait any longer. If you lead us on the wrong path, we have no time to find our way back and undo your decisions. The potential effects will be devastating and indiscriminant.

Youth around the world are rising to the challenge. As emerging leaders, we are mobilizing the public, building powerful movements, and forging international coalitions.

But all this won't be enough without strong action from you. We have put our trust in you. We need a Bali Breakthrough -- now.

CLOSE

As you make these decisions, take a moment to reflect on why you are here. Are you here as only a delegate? Or are you also here as a mom or dad, an aunt or uncle, a brother or sister? Are you here for us, your children?

This is not a political choice – rather, a moral imperative, and a requirement for human life. We are already inheriting the consequences of your choices. The world is watching, the youth are rising. Join us.


POEM

Last week, Bambou Chieppa, a young student visited the COP, and upon her return to school she wrote a poem. She would like to share it with you now.

"It's haunting me

A crowd of he's and she's

I'm not a hero

I'm not even a big show

Every time I look cameras

as flashing me in the eye.

It would surprise them if they knew

I was only a little girl who is scared

the world will die"

celebrating eid mubarak at home is always the best

every places has it own tradition in celebrating eid mubarak or idul fitri as indonesian people called it. moslems born from different and various traditions, thus, experience different tradition of eid mubarak celebration. moslems in sulawesi island might have big feast in the first day of celebration, but moslems in east java is having their big feast on the fifth or seven day of eid mubarak. when we are living far from the hometown, the food and atmosphere of ramadhan and eid mubarak will be missed most. moslems of indonesia, for example, willing to travel far far away..long long hours from an island in the west of sumatra to an island of sulawesi just to be able to spent a meaningful moment and joy of eid mubarak with their family, in their hometown. why? it takes lots of money to travel, it takes time for the trip.. because nothing can give the same atmosphere of celebrating eid mubarak like in hometown. it is priceless. so, buddy, if you are still able to go home for eid mubarak, just go home to smell the air, remember the memory of eid mubarak tradition and actually, experiencing it again! what a lovely thing!

happy eid mubarak!!

nginceng manuk ning trisik tekan TV!!!

wah, aku betul2 kaget..kemarin begitu nyampe kampus, setiap anak yang ketemu aku pada bilang, "mila kemaren masuk TransTV! ngapain sih itu pake binokuler?..iih gaya banget lagi pake gak ngeliat ke kamera.." hehe..aku aja gak tau kalo ternyata pengamatan burung awal bulan april itu yang bareng dengan anak2 SMP, ternyata dimasukin ke Reportasenya TransTV (29 April 2007-Reportase Sore). sampe mba titi, salah satu selebritis kampus yang bekerja di bagian akademik juga cerita, seru banget lagi ceritanya... tapi gara2 itu juga urusan ngecek nilaiku jadi lebih gampang dan cepat, hehe..

waktu pengamatan burung tu emang lebih spesial dari biasanya. ada kamerawan TransTV yang ikut dan emang mas nya itu ngambil gambar kita. kita sih ngirain tayangan ni bakal dimasukin ke program acara surat sahabat, tapi tarnyata dimasukin ke reportase..

jadi ya..aku sih gak enak juga, masak dah terkenal tambah terkenal lagi?! hehe..gubrak deh!

cuma satu yang mo aku bilang, klo kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan sekarang emang lagi bagus atmosfirnya, mungkin karena lingkungan kita dah rusak dimana-mana ya?

ayo friends, get your self closer to nature and discover how amazing it is!! keep our environment green!! (jadi kampanye deh..)

anggota dewan, Indonesia's numero uno mafia

anggota dewan, Indonesia's numero uno mafia

how would you feel when you hear that some DPR people going for a week to various countries and spent Rp 12 billion while you know precisely that threre are many people still suffering from earthquake, floods, famine? i feel disgusting. what a rat. how many time we have heard that DPR go for comparative study? how many billions of billions of rupiah they have spent? and what are the results from their comparative study? nothing!! they never bring any betterment for people to live , for people that they represent, for people that have made them sit on that fancy chair and wearing fancy outfit.
what exactly they have done for people? what are those meetings are about? what is the use of paying them so expensively when they don't produce anything?
even to educate people to stop or at least to make "demam berdarah" (didn't have time to find how to say in english) not becoming a yearly epidema, they can't, they are impotent. and now it has become an extraordinary epidema in Jakarta, hah..
anggota dewan, how evil can you go?

the last and the worst

the last and the worst...

that's probably the most correct phrase to describe the condition of my lovely country experiencing right now. let's take monetary crisis as the 1st example. at the end of this year, monetary crisis has hit us for 10 years, not a short time, and seems we haven't found a way out from the crisis. the question: how many years are needed to set this country free for the nightmare of monetary crisis? some people might have forgotten that Indonesia was the last country in Southeast Asia hit by this frightening crisis, Malaysia and Thailand experienced it earlier. I still remember, Suharto, the president at that time, saying that we are safe enough from the crisis. but, when it was really hit us, we broke and down. US$ 1 became Rp 13000 when a minute before it was only Rp. 2000. IHSG (Index Harga Saham Gabungan) fell into less than 500. For next several years after monetary crisis, it was so difficult for IHSG to reach 600. today, IHSG climbed into 1900 and US$1 not more than Rp. 9500, are those enough progress to show that this country's condition is a lot better than 10 years ago when monetary crisis hit us for the 1st time? i say no. why? coz in eastern part of this country; from sulawesi, nusa tenggara to papua, there are still many people are dying because they don't have enough food to eat. the babies doesn't get proper nutrition to grow. how would this country able to wake up when its people still dying? second example is avian influenza (AI) caused by H5N1 Virus. when it was first attacked China and Vietnam couple years ago, our leader repeated the former leader speech, we are still safe enough. today, with 73 people died as a victim of deadly virus, making this country as the highest in the world in term of the number of victims, are we still confident to say that we are safe enough? just to reminds us once again, that this country is the last country in Asia attacked by H5N1 virus, and now just like monetary crisis, we are the worst. so now, how worst can we go after these?

1st english class for kutilang

finally after ages postponed, i made my way to 1st english class for Kutilang folks. It was yesterday, wednesday 14 2007, started a little later after 10 am and ended 12:30ish pm. i was nervous, thought won't be a good teacher. i lost my english book that i used to use it when i was still as an assistant for english class in campus. an old, brown book from my beloved grandpa. so, i was only able to prepare my oldy dandy dictionary and old national geographic in english version. yup, everything i use to teach are old... in terms of condition, but the contents are last forever.

no white board, no problem. we used blank white papers. five kutilang folks, included mas ige, the boss. they called me mother teacher for the indonesian of ibu guru. how funny..

i started with reading, each of them chose one short text to read, to improve their pronounciation. they were all pretty good, except for javanese tounge that need to be change a little bit. then moved on to conversation. splitted them into pairs of two, made their own conversation pretending to meet in bookstore and in the bus. well done for everyone. just tiny mistakes. next, time for tenses. puffh..this is challenging as i am not that mastering in this part. but they learnt and i learnt more. well, perhaps remainding is more proper way to decsribe it. and last one, listening and writing.

overall, they are all good. just need to remaind them a little bit and helping them to improve their english.

time were flying so fast... i was sweating, as usual. and when i looked up the time, ahh... half an hour past 12 already. i ended the 1st session with two homeworks for them. just piece of cake of course. they'll do it perfectly, oh yeah, i'm sure for that.

the greatest thing was, the session went allright and a lot of fun. got homework for my self, mastering the tenses! don't forget ya..

more transportation accident

wednesday morning on march 7, another airplane crashed and burned totally into pieces, more than 20 people died, what a morning shock. transportation accident tend to become a new trend in Indonesia. didn't mean to be sarcastic to my own country, but there has been series of transportation accidents since beginning of this year; airplanes, ships, trains.. this is must not continue.. too sad to know how old and fragile all those aircrafts, ships and trains.. is it really the true picture of the infrasturcture from a developing country like Indonesia? when it is too expensive to buy new airplanes, new ships, new trains..., and only able to received second hand goods, then lowering the safety procedure can be used as an excuse?

Peran Interpreter dalam Pembangunan Konservasi di Indonesia

Jejak Petualang untuk Pendidikan Lingkungan dan Konservasi SDA


Saat ini hutan Indonesia menjadi sorotan internasional. Kasus kebakaran hutan yang masih berlangsung di Sumatera dan Kalimantan telah membawa banyak protes karena asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut meluas sampai ke negara-negara tetangga. Singapura baru saja melayangkan surat tanda protes kepada Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono. Pemerintah Indonesia dinilai lamban mengatasi keadaan ini. Tapi apakah kasus ini hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, khusunya departemen kehutanan saja?

Tentu saja tidak. Pengelolaan sumber daya alam dan kehutanan, termasuk permasalahan yang timbul adalah tanggung kita bersama. Kasus kebakaran hutan yang kembali terjadi jika dirunut asalnya mungkin disebabkan oleh kesalahan pengelolaannya. Disinilah pentingnya pendidikan lingkungan dan konservasi SDA. Dengan adanya pendidikan lingkungan dan konservasi SDA akan membantu memberi pengertian dan arah pengelolaan sumber-sumber daya alam yang berkelanjutan. Sehingga dapat dihindari dan meminimalisir setiap dampak negatif pengelolaan yang mungkin terjadi.

Tetapi tidak mudah mentransfer materi-materi pengelolaan SDA yang berkelanjutan kepada masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun yang tinggal di daerah pesisir ataupun jauh di pedalaman kampung. Karena informasi-informasi tersebut umumnya masih bersifat sangat luas dan mentah, serta menggunakan bahasa ilmiah. Sehingga informasi tersebut memerlukan penerjemahan/pengartian (interpretation) terlebih dulu kedalam bahasa yang ringan baru kemudian disampaikan kepada masyarakat luas oleh para pemberi informasi (interpreters). Selanjutnya pada tahun 1957, Freeman Tilden (Ham, 1992) mendefinisikan interpretasi lingkungan sebagai suatu aktivitas pendidikan yang tujuannya untuk melahirkan arti dan hubungan melalui penggunaan obyek sesungguhnya, melalui tangan pertama yang berpengalaman, dan melalui media ilustratif.

Interpretasi lingkungan dapat dilakukan di berbagai tempat dan dengan berbagai macam metode, termasuk penggunaan tayangan video/film sebagai media ilustratif. Salah satu contohnya adalah tayangan Jejak Petualang (JP) yang disiarkan oleh TV7. JP yang merupakan tayangan dokumenter ini mengajak semua audiencenya untuk ikut berpetualang bersama host JP ke berbagai daerah menarik di seluruh Indonesia; mulai dari melihat kehidupan Suku Mentawai di Sumatera sampai mendaki Gunung Rinjani di NTB. Jika kita lihat daerah-daerah yang dikunjungi oleh tayangan JP ini, maka sebagian besar adalah kawasan hutan dan kawasan konservasi; baik itu hutan adat maupun Taman Nasional. Disinilah nilai strategis tayangan JP dalam pembangunan konservasi di Indonesia.

Pendidikan mengenai konservasi SDA selayaknya dapat diselipkan dalam setiap tayangan JP yang mengangkat potongan kehidupan masyarakat adat di suatu daerah. Yang tidak terlepas dari bagaimana masyarakat tersebut menjaga keberlanjutan hutan dan lingkungannya dengan kearifan/pengetahuan lokal mereka.

Peran host JP disini sangat penting sebagai interpreter yang mentransfer pengetahuan lokal dan pendidikan konservasi SDA tersebut kepada semua audiencenya. Tidak hanya dalam setiap perkataan yang diucapkan, pesan pendidikan lingkungan dan konservasi SDA juga harus mampu ditunjukkan dalam setiap gerak tingkah laku dan contoh perbuatan oleh si interpreter tersebut. Sehingga disini seorang host JP tidak hanya berperan sebagai interpreter, tetapi juga sebagai role model. Role model disini berfungsi untuk memberi contoh-contoh secara tepat mengenai bagaimana menjaga hutan dan lingkungan, yang dapat berupa hal-hal yang sifatnya kecil dan sederhana, misalnya ketika host JP menyimpan sampah bekas makannya dalam tas karena tidak menemukan tempat sampah dan membuangnya kemudian ketika menemukan tempat sampah dalam perjalanan selanjutnya. Ataupun memastikan bahwa bekas api unggun yang dibuat telah benar-benar mati dan bersih sebelum meninggalkan lokasi yang digunakan untuk berkemah. Sehingga setiap orang yang melihat tayangan ini akan lebih mudah menangkap pesan pendidikan lingkungan yang disampaikan.

Melalui tayangan-tayangan seperti JP ini, pesan pendidikan konservasi SDA dapat lebih mudah disampaikan kepada masyarakat luas. Penggunaan media-media ilustratif seperti tayangan video, gambar dan keberadaan seorang interpreter sekaligus sebagai role model harus senantiasa dimanfaatkan dan dikembangkan agar dapat menjangkau perhatian masyarakat yang lebih luas. Sehingga tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia yang sadar akan arti penting hutan dan lingkungan dan mampu untuk mengkonservasi sumber-sumber daya alam dalam bentuk pengelolaan dan pemanfaatan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dapat tercapai.



Green Roof for Jakarta Urban City

Jakarta and Urban Heat Island

Jakarta, the capital city of Indonesia, not only serve as the center of Indonesian government, but also as business and economy center, bringing many impacts to its development and spatial management. Over the years, Jakarta has attracted more and more people to come to live and work. The first big building built, 1960 Hotel of Indonesia, stimulating the speed rate of growth of another building; after 34 years there are 400 units of over 9 floor buildings, and 577 units of over 7 floor buildings (recorded by Supervisor Department of City Development). [1]

Some of the buildings are concentrated in certain areas, making it have their own block of buildings separated from others. These buildings that are in concentrated in one area creating urban heat island, an area where it surrounded by physical, concrete buildings with glass windows absorbing heat and trapping it, making the temperature is higher than areas outside the concentrated buildings. Since all most all parts of Jakarta are filled with buildings and human settlement, then the urban heat island is also happen in almost all part of Jakarta.

As the consequences, in the beginning of the year 2007, where it supposes to be rain season, in Jakarta, especially, the rain fall was below normal, less than 10 mm per day. Even on January 10 and 11, the temperature was 36°C, much higher than normal highest temperature in rainy season, 31-32°C.[2]

Heat island effect

We have heard just recently in Los Angeles and Paris mortality has risen especially for older people when the temperature reached 40°C. Although Indonesia as tropical country has experience higher temperature than temperate countries, the excessive heat might as well cause death in Indonesia, especially for those live and work in Jakarta. And while researchers are still studying the extent to which heat islands affect temperature-related mortality in a city, excessive heat also can increase the rate of ground-level ozone formation, or smog, presenting an additional threat to health and ecosystems within and downwind of cities, which can lead to the increasing level of stress.

Apart from health issues, heat island effect also raise the issue of energy saving. One of item that gives contribution to excessive heat is the use of many air conditionings by buildings and houses. The airs that come out from air conditioning outside buildings are hot air. Making the outside temperature become higher. The use of many air conditionings requires more and more energy and cost lot of money to pay the electricity charge.

Therefore, a strategy is indeed needed to reduce the excessive heat in Jakarta. There have been several programs carried out by the city government of Jakarta, included Jakarta Blue Sky Program, and Greening. But seems those programs are not giving enough significant result as expected. Then it’s time to spend more time to think about other strategies; installing cool roofs and cool pavements (green roofs), planting shade trees and vegetation right around the buildings.

Green roofs will help to reflect the sun’s energy by minimizing heat transfer to the surrounding air, while trees and other vegetation around building will be able to prevent the sun’s energy from striking windows and walls, so there will be less heat get trapped. This strategy will help to reduce the excessive heat and cut the use air conditioning, which means saving more money.

Green Roof: definition, history and benefits

There some definitions given about green roof. From Wikipedia, A green roof is a roof of a building that is partially or completely covered with vegetation and soil, or a growing medium, planted over a waterproofing membrane. With some limitation, the green roof term does not include roof which are merely green, also container garden on roofs where plants are maintained in pots. Even so, the green roof term also applied for roof that have the same purpose as green roof and considered green, such as solar panels. Green roofs are also referred to as eco-roofs, living roofs or green roofs (a more grammatically correct terminology).

From US Environmental Protection Agency (EPA), a green roof consists of vegetation and soil, or a growing medium, planted over a waterproofing membrane. Additional layers, such as a root barrier and drainage and irrigation systems may also be included. Green roofs can be used in many applications, including industrial facilities, residences, offices, and other commercial property.

Green Roofs as it written in EPA web page has the following benefits:

Green roofs are an attractive roofing option that can reduce urban heat islands by providing shade and through evapotranspiration, the release of water from plants to the surrounding air. They also:

  • Reduce sewage system loads by assimilating large amounts of rainwater.
  • Absorb air pollution, collect airborne particulates, and store carbon.
  • Protect underlying roof material by eliminating exposure to the sun's ultraviolet (UV) radiation and extreme daily temperature fluctuations.
  • Serve as living environments that provide habitats for birds and other small animals.
  • Offer an attractive alternative to traditional roofs, addressing growing concerns about urban quality of life.
  • Reduce noise transfer from the outdoors.
  • Insulate a building from extreme temperatures, mainly by keeping the building interior cool in the summer.

The first modern green roofs were developed in Germany in 1960s and since then have spread to many countries in Europe. Modern green roofs, which are made of a system of manufactured layers deliberately placed over roofs to support growing medium and vegetation, are a relatively new phenomenon. It is estimated that today about 10 percent of all German roofs have been “greened.” The same strategy has been also applied in The United States, although they are not as common as in Europe.

Green roofs decrease the total amount of runoff and slow down the rate of runoff flowing off the roof. It has been found that they can retain up to 75 percent of rainwater, gradually releasing it back into the atmosphere via condensation and transpiration, while retaining pollutants in their soil.

One of the main reasons to use green roof is to combat urban heat island. A good example from Chicago's City Hall, which has a green roof installed, temperatures on a hot day are typically 25–80 degrees Fahrenheit (14–44 degrees Celsius) cooler than they are on not green roof (traditionally roofed) buildings nearby. If more buildings would be installing green roofs, then there is great possibility to reduce heat in the city even bigger.

Moreover, according to Penn State University’s Green Roof Research Center, expecting the green roof able to lengthen a roof’s lifespan by two or three times is possible.

After all, installing green roofs mean providing habitat for plants, insects, and other small animals. Especially in Jakarta, where habitat for wildlife is reduced and we barely see birds and butterfly flying around, green roof initiative must be considered to create more green space in city.

Installing Green Roof in Jakarta; The Feasibility

Jakarta, as the center of business and economy circulation, filled with building for offices. Many companies have their center office in Jakarta; some of them even have their own buildings and share it with other small companies. These buildings are most potential to be installed with green roofs, beside governmental buildings and museums. The reasons are because they are mostly the buildings with more floors, means they use more air conditioning, and they are making big profit from their economy activities. Ten biggest companies in Indonesia have their office in Jakarta; they are Astra International, Unilever Indonesia, Bank Central Indonesia, Pertamina, Bank Mandiri, Telkom Indonesia, Chevron Pacific Indonesia, Telkomsel, Citibank Indonesia and IBM Indonesia. [3]Each company has an obligation to allocate their money (profit) for environment and social funds. They can be ask to spent some of this environment and social funds to install green roofs over the top of their buildings to reduce heat that they produce.

Of course the cost for green roof installation will be varying according to the type chosen and the size desired. Green roofs can be categorized as "intensive", "semi-intensive" or "extensive", depending on the depth of planting medium and the amount of maintenance they need. "Extensive" green roofs, by contrast, are designed to be virtually self-sustaining and should only require a minimum of maintenance, perhaps a once-yearly weeding or an application of slow-release fertilizer to boost growth. They can be established on a very thin layer of "soil" (most use specially formulated composts): even a thin layer of rock wool laid directly onto a watertight roof can support a planting of Sedum species and mosses. Depending on the green roof technology used initial cost for a green roof is: extensive green roof: $8 to $20 per square foot and intensive green roof: $15 to 25 per square foot.[4]

Green Roof Costs: An Example of the Typical Extensive Green Roof [5]

#

Component

Costs

Cost Factors

1

Design & Specifications

5 - 10 % (of total roofing cost)

The size/complexity of the project and the number/type of consultants needed.

2

Project Administration & Site Review

2.5 - 5 % of total roofing cost

The size/complexity of the project and the number/type of consultants needed.

3

Re-roofing with root-repelling membrane

$ 10.00 - $15.00 / ft 2

The type of existing roof, type of new roof system, and roof accessibility.

4

Green Roof System (drainage, filtering, paving, growing medium)

$ 5.00 - $10.00 / ft 2

Growing medium (type and depth), pavers (size and type), and square footage of the green roof (project size).

5

Plants

$ 1.00 - $3.00 / ft 2

Season of installation, type of plants, and size of seeds being planted.

6

Installation and Labor

$ 3.00 - $8.00 / ft 2

Equipment necessary to move materials on to the roof (E.g. crane, if rented is: $ 4,000.00 /day), project size, design, and planting methods.

7

Maintenance

$ 1.25 - $2.00 / ft 2 (only for the first two years)

Project size, installation schedule, irrigation system, and plants (type and size) used.

8

Irrigation System

$ 2.00 - $4.00 / ft 2

Since extensive roofs require little irrigation (E.g. sprinkler system or drip system), this component is optional.

Note: The above costs are based on completion of the structural analysis. In this example, the building is in need of a roof upgrade and does not require added structural support. In addition, the roof is accessible for maintenance by ladder. Depending on the size of the green roof project, costs may vary. Source: Design Guidelines for Green Roofs, by Steven Peck and Monica Kuhn, B.E.S. Arch, O.A.A

Installing green roofs is definitely not a cheap program, especially in Indonesia where this type of green strategy is not widely use. But, if see the last profits made by several big companies, their money will able to cover the cost. For example the two biggest national bank in Indonesia, BCA, on semester I 2006 made profit 2, 04 trillion rupiahs, Mandiri Bank made 2,008 trillion rupiahs and Unilever Indonesia made profit 877,9 billion rupiahs. [6]

International environmental organizations such as WWF and CI should be able to become pioneer to promote green roof in Indonesia. By doing this, those organizations will help government of Indonesia in socializing the green roof strategy.

Finally, green roof strategy should be able to be seen as the most feasible option in order to provide more green space in Jakarta and gain its benefits. Green roof discourse must be enriched among government, economics, environmentalists, academics, NGOs, and other stakeholders to gain better understanding for then it will be made as real green action.

Reference and other Sources

Anonim. 2007. Cuaca Jakarta, Fenomena tak Lazim. http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=278855&kat_id=3
Downloaded on February 14, 2007

· Christiastuti Genuk, dkk. 10 Besar Perusahaan Idaman 2006: “Kebesaran” Mereka Memang Menyilaukan. http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=7723&cid=24

Downloaded on February 15, 2007

Downloaded on February 15, 2007

· Great Lake Water Institute. Green Lake Water Institute Green Roof Project. Green Roof Installation. http://www.greenroofs.net/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=40

Downloaded on February 15, 2007

· US Environmental Protection Agency. Heat Island Effect. http://www.epa.gov/heatisland/about/healthenv.html

Downloaded on February 14, 2007

· Wikipedia, Free Encyclopedia. Green Roof. http://en.wikipedia.org/wiki/Green_roof

Downloaded on February 14, 2007


[1] Seno Adi. Pemusatan Kawasan Gedung Tinggi di Jakarta. Geografina

[2] Anonim. Cuaca Jakarta, Fenomena tak Lazim. Republika online

[3] Christiastuti Genuk, dkk. 10 Besar Perusahaan Idaman 2006: “Kebesaran” Mereka Memang Menyilaukan. www, wartaekonomi.com

[4] Green Roof Installation. Great Lakes WATER Institute Green Roof Project.

[5] Green Roof Installation. Great Lakes WATER Institute Green Roof Project.

[6] Christiastuti Genuk, dkk. 10 Besar Perusahaan Idaman 2006: “Kebesaran” Mereka Memang Menyilaukan. www.wartaekonomi.com

Copyright: Karmila Parakkasi 2007

hi5-friendster excitement

i received an invitation from Anja, a friend from Switzerland. it was about hi5. i heard about it before, mostly from my EarthCorps friends, but never respond it before. but then i was curious, so i tried it.. and now it's become new excitement for me! it's more develop and nicely managed compare to my friendster. i love it, the main reason is because i can listen to two great songs while i am viewing my profile, and so does everybody who visiting it. isn't that awesome? what a technology!. i used to not to give any attention to my own friendster, while ton's of people are using it and have fun with it. i used to said, i don't have time for such thing. having two email accounts is enough for me. but now, what can i say? if excitement is the smooth way to express it, then the open expression is i am getting addicted! i realized that when i still counted on my two email accounts only to stay in touch with friends, it was not an easy thing and not always tempting to do it. but then, someone reminds me that i am the one who is actually disappeared from friendship circle when i asked about a friend's tail.. finally, i realized..spending some time of mine, developing my hi5 and friendster and check what new on my friends' side.. helps me better to stay in touch and keep the bond tight among all friends i have. so, people..keep using your friendster, hi5 or whatever it is available. but, one thing to bear in mind.. stay connected to internet! hehe... there's no way to do all those things without computer you use is connected to internet. so, stay fun! :-)