Pages

Monday, January 31, 2022

Tawaran kerja

Pagi tadi saya mengirimkan email penolakan tawaran kerja. Sejujurnya saya sedih mengirimkan email tersebut. Khawatir tidak akan ada lagi kesempatan berikutnya.  Kesempatan bekerja di lembaga international development telah datang 2x, dua-duanya dengan berat hati tidak saya ambil. Kalau sebelumnya karena kondisi saya yang lagi hamil, sekarang karena kondisi di tempat kerja yang kondisinya tidak bijak bagi saya untuk tinggalkan saat ini. 

Saya mikirin tentang tawaran kerja ini lama, bolak-balik, nimbang-nimbang semua pros dan cons. Nge-draft email juga bolak-balik, mastiin bahasanya se-halus dan se-sopan mungkin. Pas mau klik "send" baca Bismillah dalam hati keras-keras. Begitu selesai kirim emailnya, hati - jantung - se jari-jari tangan langsung lemes semua. Dalam hati saya hanya berharap, semoga ini yang terbaik. 

I am not staying because I am loyal to the company. I am staying because of my Boss. I am rooting for her and I want to see what is it at the end of the tunnel, or to be exact, at the end of the storm (hopefully the storm will end soon!). So yeah, basically we are bracing the storm together. Unfortunately,  for various and different reasons, we continue losing our team member one by one along the way. And this has made it even harder for me to add my name on the list. 

Semoga di masa depan, kesempatan ketiga itu datang kembali. Third time's the charm! *fingers crossed. 






Monday, January 24, 2022

Kasta Masker

Pandemi Covid19 sejatinya turut menambah panjang daftar kasta atau kelas diantara masyarakat, salah satunya adalah masker. Masker sebagai bagian dari protokol kesehatan alias prokes telah sangat akrab di kita, setidaknya di masyarakat jabodetabek sejak Covid19 mulai menerjang masuk ke Indonesia di bulan Maret tahun 2020. Seketika itu juga masker yang biasanya hanya dipakai orang-orang tertentu yang bekerja di rumah sakit, menjadi kebutuhan bagi semua masyarakat; semua umur dan semua golongan. Yang biasanya harga 10ribu dapat 2 lembar, tiba-tiba menjadi 200-300 ribu untuk 20-25 lembar, bahkan ekstrimnya harganya pernah hampir mencapai 400ribu sekotak isi 25 lembar. kebutuhan yang tiba-tiba membludak menjadikan masker menjadi benda yang sungguh berharga bagi setiap orang. 

Kini, setelah 2 tahun pandemi ini melanda, harga masker lebih 'normal' harganya dan dengan varian merk, bentuk, serta warna yang dapat dipilih, tentunya sesuai dengan kerelaan untuk membayar harga masker yang dipilih. Kalau sebelumnya ada merk Sens1 yang harganya paling premium untuk masker sehari-hari, sekarang ada merk P*kana. Ya, ampun saya naksir dengan masker anaknya yang tipe 3D tapi begitu lihat harganya saya patah hati, mahal betul. Kenapa sih beda harganya jauh banget dengan masker lain? kenapa sih produsen senang banget menciptakan kasta baru di kehidupan masyarakat? ini lho buat dipake sehari-hari, mana sekali pakai pun, kenapa tidak buat 1 standar saja dan dengan harga sama? kenapa kenyamanan dan proteksi lebih (2 ply vs 3 ply vs 4 ply) dalam masker hanya boleh dinikmati oleh orang-orang tertentu? ini kan situasi pandemi ya dan menurut World Bank ini akan berlangsung bertahun-tahun.  Kalau sebagian besar orang Indonesia mampunya beli masker yang kualitasnya masih tanda tanya, sama saja dong sebagian besar orang Indonesia tidak terlindungi dengan baik dan ini otomatis artinya resiko penularan juga ga akan turun-turun. 

Jadi tolong lah para produsen masker, jangan cuan terus yang dikedepankan. Ingat, ini situasi pandemi dan waktunya lama, jangan lah lagi perparah jurang sosial ekonomi yang sudah ada. Setidaknya mereka yang secara finansial memang tergolong miskin dan yang terkena imbas pandemi secara ekonomi (diberhentikan, pengurangan gaji, dll) tetap berkesempatan untuk mendapatkan masker yang nyaman, full protection, dan terjangkau. 

Jangan ada kasta masker diantara kita.