Pages

Monday, December 15, 2008

terpesona suara penyiar (bagian 1)

semuanya berawal di Lampung. waktu itu ada training dan sharing data occupancy atau detection non detection yg aku ikuti. training ini membahas sebuah metode survey penggunaan habitat oleh harimau sumatra dan mamalia besar lainnya. yang punya ide, yang ngundang lewat imel dan yang ngasih materi semuanya mas biba., (baik banget yah ni orang). mas biba ini koordinator program harimau wcs yang juga adalah ketua forum harimaukita.

dihari pertama training, badanku sebenarnya sedikit doyong, mabok pesawat hari sebelumnya belum ilang juga ternyata. padahal cuma butuh waktu 45 menit di atas awan, tapi perjalanan jakarta-lampung yang cuma sebentar di udara itu ternyata menjadi perjalanan terparah sepanjang hidupku.! pusing dan mual gak karu-karuan., rasanya hampir mati saja di pesawat.

meski merasa badan blum ok 100%, aku paksa diriku untuk mengikuti training dengan konsentrasi 110%. dengan senyum penuh terpasang dimukaku, berkenalan lah aku dengan teman-teman peserta training. sebenarnya aku merasa agak gimana.. gitu.., abis baru pertama kali sih ketemu dg orang2 yang sama-sama ngurus harimau.ada rasa segan juga. terlebih saat kenalan dengan mas biba.. (sst.. semalam aku kabur gak mau diajakin makan malam bareng sm dia dan mb wulan. abis suara mas biba kdengeran spt suara raksasa. bikin aku takut., hiii)

kalo aku liad2, sepertinya sebagian orang-orang ini sudah saling kenal. atau setidaknya sudah pernah berjumpa sebelumnya. jadi aku inilah yg benar-benar orang baru. ditambah lagi, gak punya teman 'sekampung'! dalam hati aku sempat menyesal, "tahu begini, bawa pasukan juga aku"

hari pertama, sperti biasa di setiap pertemuan, adalah bagi-bagi hadiah! hehe.. engga ding.
memperkenalkan diri lah. kayak gak pernah ikut pertemuan aja ya.
setelah itu berbagi info kegiatan dr tiap2 organisasi.
bla.. bla.. bla... pri memori (seperti yg sering diucapin mba2 (atau ibu2 ya?) wkt latihan upacara bendera di gubernuran). maap ye.. gak dijelasin. kepanjangan coy.

setelah itu istirahat. aku langsung ngacir ke kamar. kebelet.
trus aku nonton tv bentar. abis tu sholat.
baruuu aja selesai sholat, eh.. hp bunyi.
liad nomornya di monitor hp +6...
eh, nomor luar indonesia nih.
gak langsung aku jawab. abis, deg-deg an.., hehe...
siapa yg nelpon ya? si 'itu' bukan ya? (mulai menghayal gak jelas sampe ga nyadar jempol dah mencet tombol bgambar telpon warna ijo)
"halo ...ini betul karmila parakkasi?" suara laki-laki! tapi kok bhs indonesia? brarti bukan si itu de..
"eh.. iya., halo." jawabku tergagap. "betul ini karmila"
"ini syapa ya?" aku balik bertanya.
"ini harry... dari radio .... singapura..."
"oh.., ini yang dibilang sama mb sammy itu ya?" kataku dg tanggap
"iya. karmila pa kbr?" ciih.., basa-basi yg udah basi tp tetap slalu dipake.
"baik, trima kasih. mas harry nya pa kabar?" tuuh.. tak balikin basa-basinya!
"ehe.. baik jg. brarti mila udah tau ya kalu aku mau interview tentang survei harimaunya?"
"iyah. kemarin dah dikasih tau juga sama mb sammy" aku jawab lagi
"kalu gitu, bisa aku interview kapan nih?"
"waah, kalu skarang dan sampai dua hari kedepan, kayaknya belum bisa mas., soale aku lagi ada training nih. skarang dah musti masuk lagi" sok sibuk
"hmm.. gak lama sih sebenarnya" suara dr sebrang terdenger lemes
"ya.., soale materi trainingnya lumayan susah mas. jadi takut ga ngerti klo disela2in ama yg laen.." jawabku mulai ngeles.
"okayyy.. brarti aku call lagi after thursday ya..?" aku senyum2.., berhasil kukibulin dan lucu jg dia ngomongnya campur2 kek orang malaysia ajah.
"siip" jawabku mantap.
percakapan telpon berakhir.

kamis siang. katanya kemarin dia mo tlp skitaran jam sgini.
aku bawaannya dah deg deg an gak jelas.
sampaiii... sore ditungguin, gak juga ada tlp dr dia.
apa karna kemarin aku ok sibuk n penting ya? emang belagu banged aku kmrn.. sedih deh :-(

sampai sabtu pagi.. aku sudah di dalam bus menuju jogja.
semalaman tersiksa. ac nya itu dinginnya gak kira2! udah aku tutup smua lubang ac di atasku.
ternyata masih juga dingin. penasaran aku meraba-raba ke atas.
haa... pantes. gimana gak kenceng acnya.., ternyata di tutup ac nya itu di lubangi! sumprit., umpatku dalam hati. bisa beku aku klo kayak gini.
untungnya aku masih bisa tidur. gak sia2 aku ini dulu ini dijuluki tukang tidur.., ada gunanya juga ternyata, hehe...

sedang enak2nya tidur di udara yang lebih hangat (udah siang hari., tidur yg smalam dilanjutin lagi)., aku terbangun krn getar hp.
duu.. syapa lg ini telpan telpon..
aku malas banget digangguin pas lagi tidur enak. gak peduli lagi ngecek deket bibir apa aku ngiler apa engga, langsung aja aku tempel hpku ke telinga.
"halo..."

Thursday, December 4, 2008

arjuna kehilangan cinta

Cerpen Dodiek Adyttya Dwiwanto
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/13143125/Arjuna.Kehilangan.Cinta


“Sepertinya kisah antara kita berdua harus berakhir di sini, kakanda Arjuna!”
“Sembadra terkasih, tidakkah hal ini kita bicarakan lagi?”
“Tidak, Kakanda Arjuna!”
“Sekali lagi, Adinda Sembadra tersayang?” pinta Arjuna dengan sedikit memelas.

Dewi Sembadra menggeleng pelan. Tekadnya sudah bulat mufakat untuk meninggalkan Arjuna sang ksatria sakti mandraguna yang juga maestro panah Kerajaan Astinapura. Hatinya sudah tertambat dengan lelaki lain. Toh, selama ini Arjuna juga sering kepincut dengan beragam macam dan jenis perempuan di mana saja ia berkunjung ke suatu tempat.
“Apakah tidak ada kesempatan sekali lagi?”
“Kakanda Arjuna, dinda Sembadra sudah mengatakannya berkali-kali kalau percintaan klasik antara kita berdua tidak akan berjalan lagi. Relakanlah dinda bersama kekasih yang baru. Relakan dinda merajut cinta dengan kekasih dinda yang baru. Relakanlah dinda, kanda Arjuna terkasih. Lagi pula kakanda Arjuna sudah memiliki sederetan dewi-dewi cantik baik dari bumi maupun kahyangan yang bisa menjadi pendamping setia kakanda setiap saat,” tutur Sembadra panjang lebar.
“Hanya dinda, cinta sejati Arjuna!” jawab Arjuna mencoba merayu. Tabiat playboy-nya memang sudah pembawaan dari lahir.

Sembadra tersenyum saja mendengarkan rayuan gombal Arjuna. Dasar playboy, kali ini rayuan gombalmu tidak akan mempan lagi, gumam Sembadra dalam hati.

“Dinda Sembadra, apa yang harus kakanda perbuat untuk mengembalikan cinta dinda yang tiba-tiba lenyap?” tanya Arjuna lagi. Kali ini lagi-lagi dengan mimik serius, lebih tepatnya sok serius.
“Tidak ada.”
“Sebutkan dinda?”
“Tolong, kanda Arjuna, relakan dinda Sembadra pergi!”
“Apakah semua selir-selirku harus diceraikan?”
Dewi Sembadra menggeleng.
“Dinda, kalau itu keinginanmu, akan kakanda kabulkan permintaanmu.”
Dewi Sembadra kembali menggeleng.
“Atau dinda menginginkan seluruh harta kekayaaan kerajaan ini, kalau iya akan kakanda berikan semuanya.”
Dewi Sembadra lagi-lagi menggeleng.
“Lalu apa dinda? Sebutkan saja permintaanmu!”

Arjuna mulai gusar dengan keinginan Sembadra yang ingin meninggalkannya. Seorang ksatria sakti mandraguna dan tampan tiada tara ini masa’ harus menanggung malu ditinggalkan kekasih hati. Tidak ada dalam kamus percintaan kalau Arjuna harus kehilangan cinta, yang ada itu.

“Arjuna Mencari Cinta” tetapi kalau judulnya seperti itu bisa-bisa heboh seperti antara Yudhistira ANM Massardi dan Ahmad Dhani. Selama ini Arjuna memang selalu mencari kekasih di mana saja ia berada. Ketemu dengan yang baru, ya tinggalkan saja yang lama!
“Adinda Sembadra hanya ingin agar kakanda Arjuna melupakan dinda, kisah-kisah percintaan kita dan semua tentang kita!”
“Tidak bisa!”

Arjuna mulai naik pitam. Atas dasar apa dan atas hak apa Sembadra bisa memutuskan ini secara sepihak. Male chauvinistic mulai keluar dari otaknya. Lelaki harus bisa menaklukkan perempuan. Bukan Arjuna namanya kalau tidak bisa menaklukan kesukaran. Dulu saja Arjuna saja mampu menang dalam perang kolosal Baratayudha, bahkan sang kakak Adipati Karna pun harus tewas di tangannya. Masa’ masalah dengan perempuan saja tidak bisa diselesaikannya.

“Relakanlah dinda pergi, kakanda Arjuna terkasih!”

Sembadra pun beranjak pergi, meninggalkan Arjuna yang tengah senewen berat. Arjuna tidak bisa menahan kepergian Sembadra. Dalam pikiran sang playboy kelas kakap ini tidak akan kesulitan mencari pengganti Sembadra tapi sakit hati karena ditinggal pergi, lain lagi ceritanya.

Arjuna dengan sigap dan cepat segera mengambil telepon selulernya dan memencet nomor yang sudah familiar. Tak lama kemudian tersambung dengan pihak yang dituju.
“Halo, Ramawijaya Raja Ayodya, ini Arjuna Ksatria Astinapura, ada berita sangat buruk!”
“Berita apa?” jawab Ramawijaya tanpa bersemangat sama sekali karena terganggu oleh telepon Arjuna.
“Sembadra mau meninggalkan diriku!”
“Ah, aku kira Kerajaan Astinapura akan diserang musuh!”
“Sontoloyo. Keadaan gawat dan genting sekali.”
“Lho, kamu yang sontoloyo. Ini jam tiga dinihari dan kamu menelpon sepagi ini?” balas Ramawijaya dengan cepat. Maklum saja ia sangat letih setelah bercinta sepanjang malam dengan Dewi Sinta.
“Maaf, tetapi ini keadaan yang genting sekali.”
“Apanya yang genting?”
“Sembadra meninggalkan aku karena ada lelaki lain!”
“Untuk apa kamu pikirkan? Toh, kamu juga memiliki banyak istri, selir, wanita simpanan, pacar gelap, wanita idaman lain dan lain sebagainya dan begitu seterusnya!” jawab Ramawijaya.

Mungkin ingin menghibur Arjuna atau justru menyindir playboy kelas kakap ini.
“Hmm, enak saja! Arjuna itu lelaki paling tampan di jazirah Hindustan ini!”
“Hei, aku lebih tampan dari kamu!” balas Ramawijaya
“Ups, maaf. Kita berdua yang paling tampan. Apakah ada yang lebih tampan dari kita berdua?”
“Lho, seharusnya kamu bertanya kepada Dewi Sembadra, siapa lelaki tampan yang telah memikat hatinya dan membawa cintanya dari Sang Arjuna!”
“Kenapa tidak aku tanyakan ya?”
“Ksatria kok bego!”

Ramawijaya mulai senewen dengan Arjuna. Pagi-pagi buta sudah menerima telpon dari Arjuna yang ingin “curhat”. Ah, lebih baik aku berperang melawan Rahwana Sang Raksasa Sepuluh Muka itu, ketimbang menghadapi ksatria playboy yang bodoh ini, pikir Ramawijaya.

“Aku akan tanyakan!” kata Arjuna menutup pembicaraan.
“Hmm, sudah sana, cari Sembadra. Kamu mengganggu saja!”

Arjuna segera pergi bergegas keluar istananya. Siapa tahu Dewi Sembadra belum meninggalkan istananya ini. Tengok kanan tengok kiri, Arjuna segera menemukan Sembadra yang tengah bersiap memasuki mobil Aston Martin-nya. Sembadra memang menyukai mobil Aston Martin buatan Inggris ini, soalnya ia penggemar film James Bond sang agen spionase 007 yang doyan ngebut dengan Aston Martin.
“Dinda Sembadra, tunggu!”

Arjuna berlari-lari ke arah Sembadra yang tengah memasuki mobilnya. Sembadra menengok ke arah Arjuna yang datang sambil berlari-lari. Napas Arjuna turun naik.
“Ada apa kanda Arjuna?”
“Aku hanya ingin bertanya satu hal sebelum dinda meninggalkan istana ini.”
“Apa itu?”
“Aku ingin tahu siapa lelaki tampan di jazirah Hindustan ini yang telah memikat hatimu dan meninggalkan diriku?”
“Apa perlu aku jawab?” jawab Sembadra balik bertanya
Arjuna mengangguk.
“Apa perlunya kanda?”
“Aku hanya ingin tahu. Itu saja.”

Sembadra menahan nafasnya. Ia mulai membayangkan lelaki tampan yang telah memikat hatinya. Tidak hanya telah memikat hatinya tetapi juga perempuan-perempuan seluruh jazirah Hindustan. Hanya ia perempuan yang beruntung untuk menuai cinta lelaki ini.
“Sembadra, siapa dia?”

Sembadra tersenyum dan masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan mesin dan bersiap pergi. Sebelum pergi, Sembadra menoleh ke arah Arjuna yang sejak tadi diam menanti jawabannya, seraya berkata....
“Lelaki itu Shah Rukh Khan*!”

Jakarta, 23-29 Januari 2003

-Shah Rukh Khan adalah bintang film India alias Bollywood yang meroket setelah membintangi film box office Kuch Kuch Hota Hai.
-------

Thursday, November 27, 2008

and i thank to GOD today, i am not in jakarta

nothing is actually so awesomely special today.
everything is just as same as the other day.
work in the office,
feel the air conditioner is still struggling over with extreme heat of pekanbaru,
i am with my earphone and itunes,
and my eyes fixed at monitor: on excel, to capture, to my scarp notes, back to excel,
one more day before another weekend.
it feels like i just had it not long time ago.
but, as bart simpsons say, "i'd be stupid not to take it"
and to go back to my flat,
i don't have to wait until 8 or 9,
just to skip the traffic.
because i don't live in jakarta.
i don't work in jakarta.
i am not one of those "unfortunate" people who spend almost half of their lives in traffic.
in which when they look at their right side, it is the diverse shining luxury flashing everywhere
and when they turn their eyes to left side, it is the puddle from last night rain and many little hands knocking on every car's window to sell their afternoon newspaper, face tissues, cigarettes., and a minute later, they are all splashed by thousand of smokes.

i guess i wouldn't dare to experience all those sweet and bitter things everyday,
yet.
and that's why i thank God today.
and tomorrow.
and the day after tomorrow.

Monday, November 24, 2008

so, masih ngefan juga sama andrea hirata dan laskar pelanginya dan edensornya dan sang pemimpinya.... ?

tulisan yang sangat menarik. tidak bisa berhenti mata ini mengikuti sampai akhir tulisan.
(+ my another pathetic comments, hehe)


Andrea Hirata Mundur Dua Abad
:: Nurhady Sirimorok ::
(saya ambil dari http://www.panyingkul.com/view.php?id=961)

Saya sering membayangkan bagaimana seandainya mendiang Edward Said sempat membaca tiga novel Andrea Hirata. Di sofa perpustakaan pribadinya mungkin dia akan senyum kecil membolak-balik buku-buku itu. Takjub. Betapa pengaruh para Orientalisme menancap sangat dalam di batok kepala sang novelis. Eksploitasinya terhadap dunia Timur yang diciptakan oleh Orientalis Barat begitu maksimal, mencapai tingkat yang benar-benar mencengangkan. Taburan ikon-ikon dan idiom Barat seperti enceng gondok yang memenuhi permukaan sungai di muara.

Sulur narasi Andrea yang berujung di Paris bisa jadi mengingatkan Said pada sepak terjang serdadu dan ilmuan yang diboyong Napoleon di tahun 1798 ketika mereka hendak menaklukkan Mesir. Setelah berhasil mereka membawa pulang banyak benda bersejarah dari negeri tua itu. Invasi sistematis pimpinan sang jenderal menghasilkan karya kolektif, dua puluh tiga jilid, Description de l’egypte, yang membantu orang Eropa menegaskan superioritasnya terhadap dunia yang mereka bayangkan sebagai Timur. Dia merinding mengingat bahwa buku ini pernah berhasil menggoda para Orientalis menjadikan Mesir sebagai “laboratorium dan teater dari pengetahuan Barat yang efektif mengenai dunia Timur.”

Sepulang dari ekspedisi itu, atau lebih tepatnya penjarahan besar-besaran, kenang Said, Napoleon mendirikan sebuah monumen di Paris. Monumen yang kini didatangi jutaan pelancong tiap tahun, mungkin seperti Ikal dan Arai, karena berada tepat di pertengahan jalan paling tersohor di sana, Champ Elysse. Nama monumen itu pun akan membuat sakit hati orang Mesir, Arc de Triomphe, gerbang kemenangan.

Napoleon bagi Mesir seperti van Heutsz bagi Aceh. Bedanya, kalau van Heutsz hanya bergantung pada Snouck Hurgronje untuk mengetahui isi dalam Aceh, maka Napoleon membawa serta “lusinan cendikiawan” untuk mempelajari Mesir. Dan jika van Heutsz memanfaatkan informasi Snouck hanya sebelum menyerang Aceh, maka Napoleon mengkonsumsi banyak sekali teks tentang Mesir sebelum menyerang, dan memerintahkan lusinan ilmuan membuat lebih banyak lagi catatan. Kelak, dari Mesir, dengan bantuan catatan para ilmuannya, Napoleon ingin memperlebar invasinya.

Pemujaan bak berhala Andrea terhadap kehidupan akademik di Paris mungkin membuat Said terkenang pada Bartholomey d’Herbelot yang menulis berjilid-jilid kumpulan risalah di kota itu, yang menghimpun seluruh studi tentang dunia Timur, Oriental. Buku itu diberi judul Bibliotheque Orientale, yang secara sederhana bisa diartikan, ‘Perpustakaan studi Ketimuran’. Buku yang menjadi rujukan hingga akhir abad 19, yang berisi banyak salah paham orang Barat tentang Islam pada masa itu.
Deskripsi Andrea yang begitu bersemangat tentang kota mode itu boleh jadi membuat Said ingat pada kalimatnya sendiri yang dia tulis di buku, yang dalam terjemahan Indonesianya bernama Orientalisme. “…dan selama lebih dari paruh pertama abad ke sembilan belas Paris adalah ibukota dunia Orientalis (bahkan menurut Walter Benjamin, sepanjang abad ke sembilan belas).”

Setelah menyelesaikan ke tiga buku itu—kalau dia tahan—mungkin Said akan menghela nafas panjang sambil geleng-geleng. Saat seperti itu, saya bayangkan dia ingin menulis ulang dalil-dalilnya dari Orientalisme. Bahwa Orientalisme adalah cara untuk memahami dunia Timur dari kacamata Barat. Bahwa Orientalisme adalah gaya berpikir yang menyihir orang untuk menerima mentah-mentah pemikiran bahwa terdapat perbedaan mendasar antara Barat dan Timur. Bahwa Timur itu ciptaan Barat karena orang Barat menulis tentang Timur dengan bebas tanpa adanya perlawanan. Bahwa setelah menarik garis, dan menonjol-nonjolkan perbedaan, orang Barat kemudian datang mempelajari, menaklukkan, dan mencitrakan Timur menurut kehendak mereka. Seperti kodok percobaan yang ditangkap kemudian dibelah untuk kepentingan penelitian skripsi. Bahwa dengan begitu, Barat merawat superioritasnya terhadap Timur.

Setelah itu mungkin Said tidak bisa tidur tenang. Pikirnya, “bagaimana kalau buku Andrea dibaca banyak orang Indonesia?”

Karnaval itu akhirnya tiba juga. Mahar menjadi pahlawan yang dipuja-puja Ikal dalam persiapan karnaval ini. Dialah sang koreografer, penata busana, sekaligus komposer dan pemain musik. Mahar bisa segalanya. Dalam novel Andrea para tokoh memang begitu. Perguruan Muhammadiyah yang doyong dan kemasukan kambing di tempat terpencil itu berisi orang-orang hebat yang tidak kita temukan di tempat manapun. Guru yang sempurna, muridnya pun rata-rata luar biasa. Tak heran bila mereka melakukan hal luar biasa dalam pesta karnaval, menampilkan sebuah tarian perang suku Masai dari Afrika.

Untuk pakaian mereka memanfaatkan bahan-bahan yang sangat banyak dan salah satu anggota Laskar Pelangi harus bekerja empat hari untuk menyelesaikannya. Koreografinya hanya datang dari pemikiran jenius Mahar tanpa kita tahu pernah dia lihat di mana. Soalnya di kampung Ikal tidak ada bioskop. Mungkin Mahar sempat mengintip foto tarian itu buku-buku di perpustakaan kepala sekolah berisi banyak sekali buku sains canggih. Tapi bagaimana Mahar tahu gerakannya kalau itu cuma foto? Ah, agak sulit membayangkan Mahar menemukannya di mana-mana di sekitar rumahnya. Yang paling memungkinkan adalah Andrea Hirata menemukan tarian itu di wikipedia dan menelusuri gambar dan dokumenternya.

Internet memang ajaib. Seluruh informasi yang kita butuhkan ada di sana. Pencitraan tentang orang Afrika yang populer tentu sangat banyak di sana. Memilih informasi untuk saya tuliskan di sini membutuhkan berjam-jam. Ada yang membeberkan dengan datar ada pula mengulasnya dengan analisis kritis. Fenomena keterjajahan Afrika memang luar biasa well-documented, sebab nyaris seluruh bangsa Eropa besar—tentu Perancis termasuk di dalamnya—memotong-motong kue tart Afrika untuk mereka bagi-bagi. Mereka tidak hanya membelah-belah tetapi juga mendokumentasikan, mempelajari, menamai, agar lebih mudah dan efektif untuk diperintah dan dijarah.

Keterangan standar dari wikipedia akan terlihat membosankan bila tak dilengkapi ulasan-ulasan dari beberapa website yang menayangkan analisis postcolonial terhadap penyajian Afrika kepada dunia oleh orang Eropa sejak abad ke-19. Menurut salah satu tulisan Jan Nederveen Pieterse, Colonialism and Representation—hasil membuka-buka halaman dari mesin pencari google, sejak abad ke 19, orang Afrika menjadi bahan pajangan yang laku di Eropa. Gambaran tentang perang adalah salah satu yang paling digemari orang Eropa. Ketika sepasukan Eropa datang ke sebuah pelosok Afrika untuk berperang, mereka membawa serta seniman yang diutus media untuk ‘meliput perang’. Mereka membuat lukisan akurat tentang pakaian angkatan perang Eropa dan lawannya. Namun bagi media yang kurang punya fulus seperti Illustrated London News, mereka hanya menggambar dari ‘tangan ke dua’, hasilnya adalah pencitraan karikatural tentang angkatan perang Afrika yang sangat digemari orang Inggris.

Penggambaran pasukan perang Afrika, yang tersebar menjadi pencitraan populer di Eropa adalah, sepasukan orang telanjang dada, menggunakan senjata manual sederhana seperti tombak, berperang tanpa aturan, dan kalah. Mereka dilukiskan sebagai orang-orang liar dan karena itu gampang ditaklukkan. Padahal yang sebenarnya adalah mereka sudah menggunakan senjata api sejak setidaknya dua abad sebelumnya, dan tidak telanjang dada. Gambaran tarian perang gubahan Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi sangat dekat dengan pencitraan populer ala kaum kolonial.

Paris, Mei 1889, sedang menyambut tamu-tamu malang yang didatangkan dari negeri-negeri jajahan. Exposition Universelle atau Pameran Sejagad, sedang berlangsung di kawasan seluas nyaris satu kilometer persegi. Menara Eiffel yang rampung tahun itu menjadi pintu gerbangnya. Pada perhelatan yang menyedot jutaan pengunjung itu, empat ratus orang berkulit gelap dipamerkan seperti hewan-hewan tangkapan di kebun binatang—pameran semacam ini di Eropa memang dirintis oleh pengelola kebun binatang.

Titik yang paling menyedot perhatian dalam pameran itu adalah village negro atau perkampungan orang berkulit hitam. Sebagian orang Eropa di masa itu menamainya Human Zoo atau kebun binatang berisi manusia—tentu pertunjukan tarian perang mereka yang liar juga ada di dalamnya. Di masa itu orang Eropa sangat percaya teori evolusi Darwin, bahwa manusia berasal dari kera. Nah, di antara kera dan bangsa Eropa, ada spesies setengah jadi, spesies beradab rendah, telanjang dan liar, cuma mengenakan kulit kayu atau jerami tanpa baju, dan berkulit gelap. Mahluk ‘belum jadi manusia’ ini sungguh menarik ditonton orang Eropa yang beradab. Bagi ilmuan mereka subyek penelitian. Bagi penguasa mereka benda taklukan. Bagi para agamawan mereka calon gembala.

Selain itu juga ada layanan merasakan menjadi penjajah. Mereka tidak perlu repot-repot ke Afrika untuk merasakan enaknya jadi penguasa. Selain memanjakan mata dengan pertunjukan eksotik, mereka juga merasakan digendong di atas hammock khas Afrika dengan bayaran murah. Orang-orang berkulit hitam yang malang itu harus merasakan malu di negeri penjajahnya.

Reaksi penonton dan juri karnaval dalam Laskar Pelangi mirip dengan orang-orang Eropa beradab di Paris akhir abad ke-19. Mereka berdecak kagum melihat pertunjukan aneh nan eksotis itu. Tentu dari mata warga kolonial Eropa, yang diwakili Andrea, dan ditularkannya kepada seluruh audiens dalam novel larisnya itu, marching band yang sudah sering mereka lihat tidak akan bisa menandingi tarian langka bangsa ‘biadab’ ini. Sungguh sebuah adopsi sempurna sebuah colonial mind dari seorang putera Melayu Belitong. Dan guru-guru Muhammadiyah turut bangga pada pertunjukan murid-muridnya.

Entah mengapa saya teringat lagu Bob Marley, Bufallo Soldier, ketika membaca adegan tarian perang itu. Mungkin karena melibatkan Ikal yang tampil sebagai sapi. Lagu itu bercerita tentang perjalanan panjang orang Afrika yang dirampas dari kampungnya, untuk dijual sebagai budak di benua Amerika.

Lapland masih belum dikenal orang ketika Carl Linnaeus tiba di sana. Dialah yang akan membuat kawasan di ujung utara Swedia itu menjadi terkenal. Sang ahli botani dan ekologi berlayar dari Uppsala di tahun 1732 menuju tempat itu untuk sebuah ekspedisi penelitian yang dibiayai akademi Sains Uppsala. Sesampai di sana dia mulai mengumpulkan dan membuat klasifikasi tumbuhan yang ada di sana. Setelah itu dia meneruskan ekspedisinya beberapa tempat lain untuk melakukan hal serupa. Di Belanda, tahun 1735, dia menerbitkan catatan tentang klasifikasi tumbuhan sepanjang sebelas halaman berjudul systema naturae. Akhirnya, setelah kembali ke Uppsala, terus meneliti sembari mengajar sebagai guru besar, pada tahun 1741, catatan kecil itu telah menjadi buku besar.

Buku ini sangat berpengaruh bagi para ahli botani Eropa yang saat itu sedang giat-giatnya menduduki belahan dunia lain. Sejak tahun 1878 sampai 1914, atau hingga berkecamuknya perang dunia pertama, mereka menguasai sekitar 84 persen permukaan bumi. Dengan membawa sistem buatan Linneaus para ilmuan Eropa, atas sokongan dana pemerintah kolonial, melakukan pengumpulan dan pembuatan klasifikasi tumbuhan dan hewan—manusia termasuk di dalamnya.
Taksonomi gaya Linnean ini, yang bertaburan dalam buku Laskar Pelangi, mengundang banyak komentar dari ilmuan-ilmuan generasi belakangan. Mary Pratt, dalam bukunya, Imperial Eyes, sains taksonomi Eropa utara, yakni praktek mengklasifikasi dan menamai organisme yang belum dikenali di Eropa, menciptakan sebuah kesadaran baru. Sejak itu orang menganggap bahwa planet ini berpusat di Eropa. Untuk menyebutkan sebuah orgnisme yang ada di bumi orang harus merujuk dari apa yang dibuat Eropa.

Andrea Hirata hanya salah seorang warga bumi yang harus menggunakan nama latin agar yakin dia tidak sedang berbuat kesalahan ketika menyebutkan nama tumbuhan yang ada di kampungnya. Inilah cara yang benar untuk melakukannya. Dia bayangkan pembacanya berpendidikan ala Eropa, sama seperti dia, sehingga juga bergantung pada taksonomi untuk mengenali tumbuhan. Cara penyebutan lain akan dianggap tak ilmiah, berisiko tidak dikenali oleh pembaca, dan harus dinomorduakan atau dihilangkan sama sekali.

Kemungkinan lain, Andrea adalah produk sekolah Orde Baru yang rajin menghilangkan nama lokal. Bisa jadi, satu-satunya jalan bagi dia untuk mempelajari nama asing adalah dari sekolah. Sementara nama lokalnya telah hilang dibawa ke kuburan oleh para pendahulunya. Saya yang tak berusia tak jauh dari sang novelis, juga turut menjadi korban dari fenomena semacam ini.

Bagi gaya berpikir kolonial bangsa Eropa, orang-orang berkulit gelap itu adalah hewan-hewan biadab piaraan yang telah dijinakkan. Mereka dan sebagian negeri serta isinya telah diberi nama menurut cara berpikir Eropa agar lebih mudah dipelajari. Sebelum menjadi jinak mereka tentu harus ditaklukkan dulu. Untuk menaklukkan mereka dibutuhkan keunggulan senjata dan siasat. Sebelum itu pemilik modal dan pemegang kuasa harus diyakinkan. Para ilmuan sangat dipercaya untuk hal ini.

Lanskap, tumbuhan, hewan, dan manusia: bangsa jajahan, harus dipelajari oleh para ilmuan. Nama-nama aslinya mesti diubah menjadi nama yang lebih saintifik, yang asing ditelinga orang setempat. Lalu nama-nama itu dibawa pulang ke universitas untuk diajarkan sebagai ‘ilmu’ sebelum diekspor kembali ke tanah jajahan lewat ‘pendidikan’ formal bentukan pemerintah penjajah. Ketika generasi muda Melayu mempelajarinya sebagai ‘ilmu’, sebagaimana Ikal, hilanglah nama Melayunya. Kasus pohon filicium yang muncul ratusan kali di Laskar Pelangi menjadi salah satu buktinya.

Demikian berkuasanya ‘ilmu’ Linneaus itu, sampai Andrea harus menempatkan nama asli dari nama-nama asing itu di daftar glosarium. Para pembaca Melayu disuguhi nama kolonial tumbuh-tumbuhan asli mereka, dan baru tahu (atau menerka-nerka) nama aslinya di bagian paling belakang novel.

Anehnya, masih di novel yang sama, kawan Ikal mau mengubah nama-nama tempat asing kembali ke nama aslinya. Di sini terlihat ambiguitas Andrea. Nama tempat biasanya datang dari Jawa, dibawa oleh pemerintah pusat, yang tidak terlalu kuat dan ruwet untuk dihadapi. Untuk mengubahnya tidak perlu membuat peta dunia baru yang telah bisa diterima orang sebumi. Lawan ini cukup enteng. Sedangkan untuk mengabaikan taksonomi yang sudah mendunia itu cerita lain. Sistem ini telah menguasai jagad ilmu pengentahuan yang belindung di balik benteng maha kukuh. Seluruh universitas besar dan berpengaruh di dunia akan menertawakan mereka bila anak-anak Melayu itu mencoba mengubahnya. Itu pun bila mereka sadar bahwa ini juga adalah sebentuk penjajahan.

Drs. Julian Ichsan Balia guru sastra SMP Bukan Main, dalam novel Sang Pemimpi, telah menyihir Ikal—juga Arai meski suaranya selalu diwakili Ikal. Dia guru sastra, bidang yang dianggap oleh ikal sebagai ‘muara segala keindahan’. Dia kreatif bak John Keating guru bahasa Inggris Welton Academy di film Dead Poet Society yang kadang mengajar di luar kelas, mengutip-ngutip karya sastra dunia berbahasa asing, dan kadang mengajukan pertanyaan filosofis kepada siswa-siswinya yang baru SMP. Di salah satu adegannya, sangat mirip dengan adegan di film keluaran tahun 1989 itu, Pak Balia bertanya, “what do we do in life…,” kata Pak Balia teatrikal, “…echoes in eternity...!!” (hl. 72)

Pengandaian ini rasanya tidak imbang karena dalam film itu, anak-anak sekolah Welton Academy adalah anak-anak dari keluarga makmur di negara makmur, AS, yang tengah bersiap masuk universitas dan terlatih mendengar kutipan-kutipan dari karya sastra. Anak-anak SMP Bukan Main dalam Sang Pemimpi adalah anak-anak miskin yang tidak membaca karya sastra.

Di suatu hari ketika Pak Balia mengajar di lapangan sekolah, dia mengucapkan sesuatu yang akan menjadi mimpi masa depan Ikal dan Arai. Dia bilang: “Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. Ikuti jejak-jejak Sartre, Louis Pasteur, Montesquieu, Voltaire. Di sanalah orang belajar science, sastra, dan seni hingga mengubah peradaban….” (hl. 73)

Kalimat ini diulang sebanyak lima kali dalam berbagai varian. Secara spesifik yang paling dikenang Ikal, tak pernah absen dalam perulangan-perulangannya, adalah ‘altar suci almamater Sorbonne’ dan ‘menjelajahi Eropa sampai ke Afrika’. Bila pada Laskar Pelangi yang jadi penyemangat adalah Lintang, atau kecerdasan dan perjuangan Lintang, maka dalam Sang Pemimpi penyemangatnya adalah dua susunan kata di atas. Kalau di buku pertama Lintang kadang menjadi gantungan nasib seluruh sekolah Muhammadiyah—selain Mahar. Maka di buku berikutnya, dua mantra di atas menjadi gantungan Ikal dan Arai. Awalnya, sekolah yang bergantung pada murid. Kini sang murid bergantung pada mimpi.
Selanjutnya, di Laskar Pelangi Ikal tak bermasalah melanjutkan sekolah karena keasikan dengan suasana sekolah. Di sana dia berjumpa dengan banyak tokoh manusia-tipe-ideal. Kehidupannya di kampung pun tidak begitu sulit. Tidak harus mencari uang sendiri dan masih tinggal bersama orangtua yang baik. Di Sang Pemimpi Ikal kehilangan sekolah yang dia cintai, sosok-sosok guru ideal yang dia kagumi, kawan-kawan Laskar Pelangi yang mengisi waktunya dengan beragam pengalaman eksotik. Latarnya berganti dengan kehidupan keras di luar sekolah. Meski di sekolahnya masih ada guru yang inspiratif, namun keadaan luar sekolah yang demikian keras membuatnya kadang patah semangat. Dia harus bekerja sejak pukul dua pagi sebelum pergi ke sekolah. Dia berganti-ganti pekerjaan dari tukang selam di lapangan golf, tukang bersih-bersih dan buat teh di kantor pemerintahan, sampai kuli pengangkut ikan dari perahu ke dermaga. Begitu pula ketika dia tiba di Jawa, dia harus bergantu-ganti pekerjaan untuk melanjutkan sekolah di UI Depok. Dalam kehidupan keras seperti ini, dia berkali-kali diselamatkan oleh mantra ajaran Pak Balian yang kini menjadi mimpinya.

Setelah diucapkan Pak Balian, lima kali mantra itu muncul. Pertamakali ketika Ikal mengulangi dalam hati mantra itu segera setelah diucapkan Pak Balian. Satu kali mantra ini digunakan untuk menyembuhkan Jimbron yang tengah sedih setelah dihardik Ikal karena terlalu bersemangat bercerita tentang kuda. Tiga kali ketika semangat Ikal tengah yang merosot.

Kerasnya kehidupan fisik sebagai pekerja kuli membuatnya menjadi pesimis menjalani cita-cita. Dia menghardik mimpi itu. “Altar suci almamater Sorbonne, menjelajahi Eropa sampai ke Afrika, hanyalah muslihat untuk menipu tubuh yang kelelahan agar tegar bangun pukul dua pagi untuk memikul ikan.” Di sini Andrea memainkan narasi perjuangan sebagai jalan menuju mimpi, lalu dia benturkan dengan kenyataan hidup tokoh utamanya. Namun kenyataan harus dikalahkan oleh mimpi.

Rasa pesimis Ikal membuat prestasi sekolahnya menurun. Peringkat kelasnya terlempar jauh sekali. Dia semakin sedih melihat ayahnya datang dan pergi dengan tenang ketika menerima nilai sekolahnya yang terjun bebas. Di tengah kegalauan itulah, Arai mengeluarkan mantra penjinak rasa pesimis. Dia mulai dengan mengingatkan bahwa, “Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati…” Orang susah harus punya mimpi, itulah dasar logikannya. Lalu dia mengajukan ancaman yang tak disukai para pemimpi kehidupan modernis seperti Ikal. “Mungkin setemat SMA kita hanya akan mendulang timaah atau menjadi kuli…” (hl. 153)

Setelah mengingatkan dalilnya, bahwa orang susah harus punya mimpi, dan mengajukan ancaman bila tidak terus bermimpi, barulah Arai mengucapkan mantranya. “Kita lakukan yang terbaik di sini!! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai ke Afrika!! Kita akan sekolah ke Prancis!! Kita akan menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne! Apa pun yang terjadi!!” (hl. 154)

Maka sembuhlah Ikal.

Kali lain mantra ini muncul saat Ikal menghitung-hitung biaya kuliah yang dia kumpulkan sebagai kuli ngambat. Mendapati cita-citanya terlalu tinggi, karena uang yang dia tabung bakal terlalu kecil, keraguan merayapinya. Namun dia segera melawannya dengan kekuatan cita-cita. Dia mengubah makna kata ‘realistis’ dalam kamusnya, menjadi “berbuat yang terbaik pada titik di mana aku berdiri..” Berbuat untuk sebuah mimpi adalah realistis menurutnya. Tak apalah, untuk sebuah mimpi segala makna bisa diubah. Memang demikianlah salah satu cara menyemangati diri dalam deraan kekerasan hidup, melarikan diri ke dunia impian. Sebagaimana bangsa Indonesia, tertimpa banyak tekanan dan melarikan diri memelototi wajah halus muda dan kaya di sinetron dan lomba pemilihan idola.

“Aku semakin terpatri dengan cita-cita agung kami: ingin sekolah ke Prancis, menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne, menjelajahi Eropa sampai ke Afrika. Tak pernah sedikit pun terpikir untuk mengkompromikan cita-cita itu.”

Demikian Ikal meyakinkan dirinya di halaman 208.

Saat menunggu surat lulus dari pemberi beasiswa Uni Eropa, mantra ini muncul lagi. Dia merefleksikan bagaimana susahnya melanjutkan sekolah dan bagaimana mimpi itu menyemangatinya.

“Tiga tahun kami melakukan pekerjaan paling kasar di dermaga itu. Menahan kantuk, lelah dan dingin dengan meraupi seluruh tubuh kami dengan kehangatan mimpi-mimpi. Betapa kami adalah pemberani, para patriot nasib. Dengan kaki tenggelam di dalam lumpur sampai ke lutut kami tak surut menggantungkan cita-cita di bulan: ingin sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kaki-kaki miskin kami di atas altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajahi Eropa sampai ke Afrika.”

Perjuangan anak kampung cerdas yang keras. Inilah racikan yang menurut rumus paling manjur bagi narasi ‘perjuangan’—bahwa orang harus bekerja keras secara fisik—dan narasi ‘pendidikan’—bahwa setelah S1 di UI hanya ada S2 di universitas ‘terbaik di dunia’—untuk mencapai mimpi. Setinggi apa pun mimpi itu.

Agak aneh juga bila kita memutar ulang cerita ini dari awal sekali lagi. Rumus ajaib yang meluluskan mimpi Ikal dan Arai, tidak begitu mujarab bagi Lintang. Apakah mungkin karena Lintang tidak cukup kuat bermimpi? Di sinilah indahnya sastra, rumus tidak berlaku universal, apalagi untuk menciptakan kontras demi mengoyak emosi pembaca.

Maka, dengan selesainya nasib Lintang, rumus itu pun bebas bekerja dengan baik. ‘Altar suci almamater Sorbonne’ dan ‘menjelajahi Eropa sampai ke Afrika’ muncul dalam tahap-tahap kritis para tokohnya. Terutama Ikal. Membuat mereka sanggup bertahan, ‘berjuang’ dalam ‘hidup yang terpuruk’, menempuh ‘pendidikan’ demi mendapatkan ‘ilmu’. Dan mimpi pun tercapai.

“Subhanallah!”
Aku berlari meloncati anak tangga […] Aku terpaku melihat sosok hitam samara-samar di balut kabut, tinggi perkasa menjulang langit seperti hantu. Menara Eiffel laksana nyonya besar.” (hl. 78-79)

Lalu tibalah Ikal dan Arai di altar suci alamamater Sorbonne di Paris. Di sepanjang Edensor, novel ke tiga Andrea hirata, kita bisa membaca realisasi mimpi Ikal dan Arai. Novel ini lebih enak di baca. Kekacauan kronologis penuturan sudah lenyap. Sang penutur, Ikal dewasa, bisa diasumsikan sudah mengenal seluruh Ikon barat yang dia sebutkan. Latar utama Paris pun membantu melenyapkan banyak keanehan pembaratan Belitong di Laskar Pelangi. Cerita sekuel ini, mimpi Ikal, telah menemukan tempatnya.

Bersamaan dengan itu mencuatlah gejala lain. Tabiat yang sering muncul ketika anak Melayu bertandang ke negara maju. Inferioty complex. Sejak dari Schipol, insiden di Brugge, Belgia, hingga tiba di Paris, novel ini dipenuhi deskripsi kekaguman. Orang-orang, bangunan, lanskap, teknologi, semua membuat Ikal dan Arai berdecak kagum, atau diceritakan secara dramatis sedikian rupa supaya pembaca tertegun takjub.

“Kudekati Eiffel, kusentuhkan tanganku padanya. Ia masih tak peduli. Apalagi sekarang, ia makin cantik karena matahari merekah menghangatkan lengan-lengan perkasanya yang hitam berkilat-kilat. Kawan, mimpi-mimpi telah melontar kami sampai ke Perancis.” (hl.79) Begitulah salah satu dari sekian banyak tuturan kekaguman Ikal terhadap kota impiannya.

Bunyi nama seorang perempuan Perancis pun menjadi incaran Ikal. Liaison officer pemberi beasiswa itu, bernama Maurent Leblanch. Dibaca dengan bunyi sengau ala Prancis terdengar memukau bagi telinga Melayu Ikal. Dia begitu suka bunyi itu sehingga melakukan macam-macam trik agar sang wanita menyebutkan namanya dalam aksen Prancis. “Indah bukan main. Morong leBlang, sengau, beradab, terpelajar, dan sangat berkelas.” (hl. 84) Itulah pendapat Ikal.

Andrea mendedikasikan satu bab khusus untuk menceritakan—mungkin secara tidak sadar—rasa minder sang tokoh. Judul bab nya pun sudah bisa membuat kita sadar apa isi dibaliknya. The pathetic four. Empat mahluk menyedihkan. Kita tahu judul ini merupakan plesetan dari The Fantastic Four, sebuah komik yang menceritakan empat manusia berkekuatan super.
Sebelum menceritakan siapa the pathetic four, tentu dia butuh perbandingan. Maka berceritalah dia tentang kawan-kawan sekelasnya dari negara maju. Berderetlah tokoh-tokoh tersebut berdasarkan stereotip dangkal terhadap karakter masing-masing negara. Tentu diceritakan sedemikian rupa untuk menunjukkan superioritas akademik di bandingkan the pathetic four.

Sosok wanita Inggris kawan Ikal tampil dalam stereotip the Brit, primordial, lalu ada dilengkapi dengan stereotip wanita metropolitan, trendy, suka dipuji. Namanya Naomi Stansfield. Lalu Virginia Sue Townsend dari Amerika yang dia juluki Virginia stubborn berdasarkan cerita populer dari tempat itu. dia keras hati dan suka meniru artis Jennifer Aniston. Keduanya suka bertengkar. Namun prestasi akademik mereka, meski fluktuatif, sangat hebat. “Ide-ide cemerlang mereka sampai dapat mengubah silabus mata kuliah perilaku konsumen. Dosen sering menghargai mereka dengan nilai tres bien alias bagus sekali.” (hl.98)

Lalu ada tiga orang Jerman Marcus Holdsvessel, Christian Diedrich dan Katya Kristanaema. Mereka digambarkan sebagaimana orang kebanyakan mengenal atau membayangkan mengenal orang Jerman, tidak pernah ribut, kikuk dan tenang. “Motto mereka Tiga P: Preparation Perfect Performance” membawa prestasi akademik luar biasa. “…orang-orang Jerman ini menyatakan untuk sekalian mengubah silabus ilmu ekonomi.” (hl. 99). Saskia de Rooijs dan Marike Ritsema, dua gadis Belanda, lebih hebat lagi. Mereka selalu mendapat nilai parfait atau sempurna. Mereka bahkan bisa mengusulkan untuk “mengubah Universite de Paris, Sorbonne!”. (hl.100) \

Yang paling hebat tentu saja orang Yahudi, sebagaimana pengetahuan stereotip popular yang beredar di seluruh dunia. Abraham Levin, Y’hudit Oxxenberg, Yoram Ben Mazuz dan Becky Avshalom, itulah nama mereka. Kita tentu sudah bisa menebak apa yang ingin diubah orang-orang Yahudi ini. Ya. “mengubah Prancis.” (hl.101) Lalu ada orang-orang ramah pencinta seni dari Prancis dan orang-orang berpikiran terbuka dari Hong Kong.

Sungguh kebetulan Ikal bisa ketemu orang-orang tipe-ideal sehebat itu dikelasnya.

Setelah tuntas menjelaskan orang-orang hebat dari negara maju, barulah Andrea memberi kesempatan kepada empat mahluk menyedihkan. Saya akan mengutip dua alinea di akhir bab The Pathetic Four, dimana Andrea memperkenalkan empat tokoh menyedihkan dalam Edensor.

“Sisanya selalu terlambat, berantakan, dan tergopoh-gopoh adalah The Pathetic Four—empat mahluk menyedihkan—penghuni jejeran bangku paling depan. Jika dosen menjelaskan, mereka berulang kali bertanya soal remeh-temeh, sampai menjengkelkan. Anak-anak ini melengkapi diri dengan perekam agar petuah dosen dapat diputar lagi di rumah. Norak dan repot sekali. Beginilah akibat penguasaan bahasa asing ilmiah yang memalukan dan efek gizi buruk masa balita. Jika ide mahasiswa negara lain demikian besar sampai ingin mengubah Prancis, The Pathetic Four sangat sederhana, yaitu agar bagaimana dapat nilai passable atau cukup, lulus seadanya dengan nilai C-, tak perlu mengulang, sehingga dapat menghabiskan waktu sejadi-jadinya menonton bola.

Ide lainnya adalah membujuk pemberi beasiswa agar menaikkan uang saku. Kenaikan itu disimpan untuk belanja sandang murah pada obral end season, maka pakaian musim semi dipakai saat musim salju, pakaian musim salju dipakai saat musim panas. Biasanya keempat orang itu menangguk-angguk takzim saat menerima kuliah. Lagaknya seperti paham saja, padahal tak tahu apa yang sedang dibicarakan. Mereka itu Monahar Vikram Raj Chauduri Manooj [India], Pablo Arian Gonzales [Mexico], Ninochka Stranovsky [Georgia], dan aku. Kami blingsatan, terbirit-birit mengejar ketinggalan.”

Sungguh kebetulan orang-orang menyedihkan ini berasal dari negara Miskin. “Gonzales berasal dari keluarga pandai besi di Guadalajara, kantong kemelaratan Amerika Utara.” Atau “Ninoch, gadis kecil kurus ini, berasal Georgia, Negara miskin yang baru memerdekakan diri dari cengkraman cakar beruang merah Rusia.” (hl. 106). Kontras dengan kawan-kawannya yang cerdas, yang semuanya (harus) dari negara maju. Tak ada penyeberangan. Hanya dinding tebal tegas yang bertuliskan ‘hanya orang dari negara kaya yang boleh cerdas’.

Bisa jadi Andrea beralasan, melakukan ini secara sadar, sebagai tindakan tawaddhu. Merendah biar tidak takabbur. Namun dengan demikian dia melanggengkan cara berpikir Orientalisme bahwa, satu, ada garis perbedaan yang terang benderang antara Barat yang diwakili Eropa dan mereka yang berhasil mengadopsinya dengan baik, seperti Hongkong. Dua, bahwa bangsa non Barat memang sudah lebih rendah dari sono-nya. Tiga, untuk bisa lebih sejajar, namun tidak boleh benar benar sejajar, mereka harus meniru Barat. “Being white but not quite.”

Dengan mengambil ‘ilmu’ dari ‘pendidikan’ menurut versi Ikal sebagai standarnya, maka sempurnalah superioritas absolut modernitas. Modernitas Barat tersederhanakan ala Andrea Hirata. (p!)

*Citizen reporter Nurhady Sirimorok dapat dihubungi melalui email nurhadys@gmail.com
----
lho, tarian yang ditarikan waktu karnaval itu bukan tariannya orang papua ya?? duuh, kecewa berat ni aku. tu kan perayaan 17 agustusan bukan siy? klo gitu jauh banged ngambil tariannya.
dan sepakat banged, masak dengan berbekal majalah national geographic yang bekas trus langsung tahu. tapi ya, kita kan mengandaikan si mahar ni jenius, jadi hanya dari melihat beberapa gambar, dia bisa membayangkan bentuk tariannya seperti apa.

dan, speaking about majalah national geographic, kayaknya belum ada 10 tahun deh, dialihbahasakan ke indonesia. so, klo yang mahar baca itu versi indonesia, tahun-tahun kehidupan pada tabrakan dong, secara zamannya pabrik timah berdiri dan tutup jauh lebih duluan ketimbang national geographicnya indonesia.

and.. klo itu yg dibaca versi inggrisnya, angkat topi aku bwat tokoh mahar ini, brilliantly genius!

aku juga sebenarnya bertanya-tanya, si andrea hirata ini dibayar berapa atau dikasih makan apa sih di prancis sampai begitu mengagung-agungkan negeri perancis dan sorbonnenya??

emang berapa kali sih orang perancis juara olimpiade fisika?

biarpun jakarta yang ibukota negara republik indonesia masih awut-awutan dan banjir disana-sini, toh, juara olimpiade fisika juga yang menang dari indonesia.
toh, yang ngalahin orang jepang (yang terkenal jenius dalam bidang teknologi khususnya) dalam kontes robot, ya, mahasiswa indonesia yang kuliahnya juga di indonesia.

lucu memang kalau mengingat kembali apa yang dituliskan oleh andrea hirata kedalam 3 novelnya., dan tulisan mas nurhady di atas yang mencerahkan pikiran (terima kasih Tuhan telah Kau tunjukkan satu contoh lagi bahwa ada lagi orang indonesia yang cerdas) . tapi balik lagi, semua ini hanyalah tulisan, hanya novel bikinan seorang manusia. wajar aja sih kalo kadang-kadang ceritanya terasa too good to be true (sama seperti love story di komik-komik jepang), atau kadang-kadang too sad to be true untuk kisah si jenius lintang, atau kesan kuat si penulis yang sorbonne minded...

toh meskipun sudah dikejar-oleh pertanyaan, "kisah nyata gak sih laskar pelangi dkk nya andrea hirata ini???" sang penulis tetap bungkam..., dalam hati andrea mungkin berkata, "rahasia gw kali ye..."

aku rasa, kita semua harus mengakui, andrea hirata telah "menyihir banyak orang". didaulat sebagai cerita yang duahsyat sehingga difilmkan, dan pada premiernya ditonton oleh diberi apresiasi tinggi oleh bapak presiden indonesia karena memperihatkan, "this is how indonesian children should dream about.."

terlintas satu pertanyaan iseng (dan gak nyambung), kenapa pak presiden gak nonton premiernya bareng sama anak-anak di desa lubuk kembang bunga, kabupaten pelalawan, propinsi riau misalnya? biar lebih kerasa gitu lho atmosfirnya. ini sih malah nontonnya di bioskop blitz mega yang katanya bioskop paling cozy, paling luxurious (+paling muahal tentunya). mungkin masuk angin karena terlalu lama berada di ruangan ber-AC nya blitz mega akan jauh lebih pantas (+keren) daripada masuk angin karena terkena udara malam saat berada di sebuah desa dekat hutan dataran rendah terakhir di tengah pulau sumatra...



pemerintah indonesia: berani naikin, ogah nurunin

sungguh sayang, pemerintah kita itu lebih suka ikut-ikutan naikin harga daripada nurunin harga. lelah rasanya mendengar penuturan pemerintah yang ketika ditanya oleh rakyatnya, "harga minyak dunia sudah turun jauh, kok harga minyak di indonesia turunnya cuma Rp 500? waktu harganya naik, minyak dalam negeri dikasih naik Rp 1500. skarang kok cuma gope aja turunnya padahalnya minyak mentah dunia sendiri sudah turun 50%?"

apa jawaban pemerintah: "kita gak bisa langsung turun seperti itu, memang beberapa negara seperti Malaysia sudah menurunkan harga minyaknya, (sudah 2 kali malah), tapi harga minyak di Malaysia masih lebih mahal dibanding harga minyak di Indonesia".

duuuh... pemerintah ini main enaknya aja klo ngejawab. ya jelas beda lah, gak bisa disamain, secara tingkat perekonomian masyarakat Malaysia juga sudah jauh lebih tinggi dibanding masyarakat Indonesia. dikiranya orang Indonesia ini bodoh semua apa jadi bisa dikadalin begitu aja?

belum lagi alasan lain seperti ini: "klo harga bbm diturunkan, nanti yang menikmati hanya orang -orang kaya saja."

du du du... makin bikin gemess aja. lantas apa gunanya semua kunjungan/studi banding ke negara-negara lain? masa buat pengaturan tentang bbm dan transportasi dkk gak bisa? rugi banged dong rakyat mbiayain kalian pergi kesana kemari itu..

after all, rakyat biasa seperti aku ini, bisanya (beraninya) cuma menggurutu, berteriak protes dalam tulisan. ya, mumpung yang jadi presiden orang dari partai demokrat yang katanya mirip-miriplah sama partai demokratnya "paman sam" (eh kalo aku panggilnya "buyut sam" kali ya, secara paman sam ini entah berapa generasi di atasku) yang menjunjung tinggi HAM dan kebebasan berdemokrasi. dimana salah satu contoh dari definisi kebebasan berdemokrasi ini adalah kebebasan mengungkapkan pendapat, dalam bentuk apapun.
yak, mumpung!.

ngomongin tentang minyak.., aku jadi ingat cerita ibuku yang pada suatu waktu membeli minyak goreng di pasar.
ibuku: "bu, minyak goreng merk --- ini seliternya berapa?"
penjual: "harganya xxxx, bu"
ibuku: "lho, kok harganya masih mahal? di tv kan harganya dah turun"
penjual: " klo memang dah turun, ibu beli aja minyak gorengnya di tv"
ibuku: ".......... (speechless) ............"

mungkin ya, ni mungkin lho..., kalau semakin banyak orang yang bertanya/protes ke pemerintah tentang harga minyak dunia dan harga minyak dalam negeri, aku jadi takut nih, jangan-jangan pemerintah karena capek atau bosen mendapat pertanyaan yang sama setiap berkunjung ke daerah atau setiap membaca berita, akan menjawab seperti ini: "ya, sampean beli aja bensin/solar/pertamax di Malaysia kalau memang disana harganya sudah turun..."

Sunday, October 12, 2008

residence 8: eight miracles that means nothing

tanpa sengaja saya menonton satu iklan pemasaran sebuah apartemen mewah di jakarta. berlokasi di antara dua jalan utama jakarta: jalan sudirman dan jalan senopati raya, sudah tidak mungkin ini bukan apartemen mewah kan? satu persatu keunggulan dan fasilitas dari apartemen mewah ini ditampilkan. sungguh menawan dan luxurius! tayangan ini membuat saya tidak sempat berkedip. bahkan mereka juga punya internal tv channel dan layanan housekeeping! benar-benar seperti di hotel. dan tidak main-main, setara hotel bintang lima!ya, bayangkanlah tinggal di salah satu kamar suite hotel borubudur atau hotel nikko... seperti itulah rasanya. karena terlihat begitu fantastis, rasanya saya tidak sanggup membayangkan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk memiliki satu unit apartemen ini.

residence 8 berarti hunian dengan delapan keajaiban. satu dari 8 keajaiban yang ditawarkan oleh apartemen ini adalah akses yang mudah untuk ke mall-mall megah jakarta. sebut saja plaza senayan sampai ke senayan city yang entah cita-citanya menjadi mall terbesar di asia tenggara sudah tercapai atau belum. belum lagi akses langsung ke SCMB yang menjadi keajaiban 2, atau kids zone dan jogging track yang menjadi keajaiban-keajaiban berikutnya.

saya tidak mengerti, mengapa itu semua bisa disebut sebagai keajaiban?

kalau dengan berdirinya apartemen mewah itu lantas mengurangi jumlah anak putus sekolah di jakarta sebanyak 10%, itu baru saya akui sebagai sebuah keajaiban.

kalau saja akses-akses yang begitu mudah memungkinkan para penghuninya bisa dengan mudah membantu penduduk yang masih tinggal di kolong jembatan, itu baru saya akui sebagai keajaiban.

kalau saja lokasi apartemen yang begitu strategis lantas adalah cerminan tata ruang kota yang lebih baik dan seharusnya bagi sebuah ibukota bernama jakarta, saya pun akan mengakui, bahwa itu sebuah keajaiban.

iklan apartemen mewah ini selesai, di saluran tetangga menyusul liputan tentang seorang anak yang harus putus sekolah karena harus bekerja untuk kehidupan dirinya dan ibunya. anak dan ibu itu tinggal di jakarta, di daerah manggarai. setiap hari sang anak pergi mencari besi-besi tua untuk dijual. salah satu besi tua dalam bentuk sepeda onthel digunakannya untuk mengantar besi-besi yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dijual ke pengumpul besi. sudah tidak terhitung berapa km yang telah ditempuhnya untuk sekedar mendapatkan uang 15-20 ribu rupiah setiap hari.

di atas sana, di dalam sebuah unit sebut saja di lantai 17, ada manusia yang menikmati segala kemewahan dunia yang manusia bisa ciptakan.
dibawahnya, seorang anak lelaki dekil yang bermimpi menjadi pengusaha untuk kehidupan lebih baik bagi keluarga kecilnya, masih menantang teriknya matahari, mengayuh sepedanya menuju tempat pengumpul besi.
mereka adalah manusia yang tinggal di bawah langit yang sama, langit jakarta.
tapi kondisi kehidupan mereka, seperti langit dan bumi.

inilah keajaiban yang sesungguhnya.

the meaning of saturday

hari sabtu adalah hari yang selalu menjadi favorit saya, bahkan sejak masa kuliah di jogja dulu. saking favoritnya sama hari sabtu ini, saya rela menunggu lebih lama untuk sebuah kelulusan karena saya tidak mengambil mata kuliah/praktikum apapun yang ditawarkan di hari sabtu. karena saya beranggapan, hari sabtu adalah hari pribadi. kadang ada mata kuliah yang saya harus ambil jika ingin bisa praktikum pada semester berikutnya, tapi tetap saya tidak saya masukkan dalam krs saya, meskipun akibatnya saya tidak bisa ikut praktikum dengan teman-teman seangkatan saya dan harus menunggu tahun berikutnya. ya, saya memang geblek dengan pikiran konyol saya. tapi saya tidak menyesal, saya sungguh menikmati setiap hari sabtu yang saya lewati.

bagi sebagian teman-teman kos saya di swakarya 6, sabtu adalah hari khusus untuk mempercantik diri, alasannya jelas, malam harinya adalah waktu untuk berkencan dengan sang pacar. tentu saja hal ini berlaku bagi yang punya pacar saja. sedangkan yang masih jomblo biasanya memilih untuk mudik ke rumah, dengan target utama: uang saku direfill. kalau saya? sabtu adalah waktunya untuk baca komik-komik lucu yang banyak dan malamnya tidur panjang dengan nikmat. yah, sabtu bagi saya adalah hari baca komik dan tidur dengan puas.

sekarang saat status sudah berubah dari mahasiswa ke pekerja, sabtu tetap menjadi idola. biasanya hari jumat tidak akan saya sia-siakan untuk menuntaskan pekerjaan yang telah saya mulai har-hari sebelumnya, kecuali memang tidak memungkinkan untuk selesai. makanya saya merasa saya mempunyai energi+konsentrasi penuh di hari jumat. sehingga hari sabtunya dapat saya nikmati sesuai keinginan saya.

bagaimana dengan hari minggu? meskipun tidak menjadi the most favorite day in the week, hari minggu cukup menyenangkan karena film-film kartun bertebaran diseantero tv program. kegemaran saya membaca komik terpaksa puasa sejenak karena saya belum menemukan tempat persewaan komik di kota ini.

walaupun ada film-film kartun yang cukup menghibur, ntah kenapa hari minggu ini tidak lantas ikut menjadi hari favorit saya. mungkin karena hari minggu bagi saya selalu berlalu dengan cepat.., sampai kadang saya berharap ada satu hari lagi diantara hari minggu dan hari senin. mungkin saya saja yang ingin berleha-leha lebih baik. atau mungkin saya terlalu ketakutan pada hari senin yang selalu bisa mengintip dengan garang di hari minggu? ntah lah. yang jelas bagiku, hari sabtu memang numero uno! :-)

Friday, October 10, 2008

Jluntrungan Krisis Subprime di Amerika Serikat

Aku suka sekali! Jadi ngerti deh tentang krisis di negara sok berkuasa itu. Terima kasih ya pak Dahlan Iskan atas tulisannya. Ternyata manusia itu dimana-mana sama, sama-sama greedinya!!


Kalau Langit Masih Kurang Tinggi*
Oleh: Dahlan Iskan*

Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya ''menceritakan'' secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba:
Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya.

Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat.

Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka. Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung.

Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak. Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya.

Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa ertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi? Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya. Mengapa? Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres?

Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. *Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over.*

Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan. Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana.

Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi.

Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun!

Sudah lebih dari 60 tahun cara ''membesarkan'' perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia.

Tapi, itu belum cukup.

Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized!

Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.

Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya.*

Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah?*

Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar?

Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. *Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ''Deregulasi Kontrol Moneter''.* Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian.

Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata.

Begini ceritanya:*

Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama).*

Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.

Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage.

Dengan keluarnya ''jalan baru'' pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait.

Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi ''jalan baru'' yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian.. Yakni, tahun 1986.*

Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak.* Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.*

Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa.* Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin.

Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastis menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun.*

Kata ''mortgage'' berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar.* Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas.

Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut.*

Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers?*

Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh ''para pelaku bisnis keuangan'' sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba.

Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank.

Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage-kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah.

Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras.*

Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan.*

Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan ''bank jenis lain'' yang disebut investment banking.*

Apakah investment banking itu bank?*

Bukan. Ia perusahaan keuangan yang ''hanya mirip'' bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam ''deposito'' dari para pemilik uang, meminjamkan uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu.

Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ''personal banking''.

Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidak sanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu.

Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidak menawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow.

Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage.

Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun.

Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran.

Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya.

Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar.*

Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.*

Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi?

Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan negara Indonesia dijadikan satu.

Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. *Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang ''menabung''-kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu.*

Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok.

Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*)*

Sumber: Jawa Pos - Minggu, 28 September 2008*

Sunday, September 14, 2008

tidak cukup personel

berita penjualan daging sampah terkuak dan langsung membuat masyarakat heboh. kenapa bisa ada kejadian seperti itu? karena terdesak rengek perut dan perut keluarga yang minta diisi, karena mengolah daging sampah lebih mudah dibanding jika harus menjadi kuli bangunan. sudah busuk, daging-daging tersebut diberi pewarna tekstil dan kenapa kejahatan ini baru terungkap setelah lima tahun lamanya? ngapain aja sih petugas?

belum lama kita dikhawatirkan dengan bahayanya makanan berformalin, itu juga baru terkuak setelah sekian lama namanya. kenapa semuanya baru terungkap setelah racun-racun itu telah tertimbun membumbung memenuhi setiap bagian tubuh? kemana sebenarnya para petugas yang seharusnya mengawasi? apa sebenarnya yang mereka kerjakan sampai kecolongan separah ini?

bosan saya mendengar alasan yang begitu-begitu saja; kurang personel lah, dana operasional tidak cukup lah... sebenarnya itu semua hanya alasan yang dilontarkan agar mereka tidak dimintai pertanggungjawaban kan? seharusnya mereka diperkarakan karena kelalaian parah ini!

sudah habis sudah harapan saya terhadap sekelompok pns ini. diberi gaji tiap bulan, belum lagi tunjangan, masih saja tidak becus dalam bekerja. bayangkan, 5 tahun mereka tidak mengendus apa-apa? jangan-jangan murni karena mereka memang tidak pernah mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan. kalau sudah bertahun-tahun lewat, ini sudah sangat memalukan. entah bagaimana mereka-mereka ini melenyapkan rasa malu dalam tubuh mereka??


Monday, September 1, 2008

bangkok, hanya selangkah lebih maju

bangkok, memang hanya satu kota diantara ratusan ribu kota di dunia, tapi posisinya jadi penting karena dia adalah ibukota negara thailand. negara yang terkenal dengan ikon gajahnya ini juga punya satu kebanggaan sendiri, yaitu sebagai negara yang tidak pernah dijajah oleh negara/bangsa lain. tepat minggu kemarin aku berkesempatan berkunjung ke kota ini dalam rangka mengikuti workshop 3 hari. sebenarnya lebih tepat dikatakan mampir sejenak, karena begitu padatnya dan "terkuncinya' kami oleh jadwal workshop, unjuk rasa besar dan super heboh di hari pertama workshop baru kami ketahui saat akan kembali ke kamar masing-masing. hujan deras yang ternyata setia datang menemani disetiap sore hanya bisa kami nikmati lewat jendela-jendela yang menyiarkan warna kota yang kelabu.

untungnya, makan malam tidak termasuk dalam fasilitas workshop sehingga ada kesempatan untuk melihat seperti apa kota bangkok di malam hari. Saat berada dalam taxi menuju MBK (salah satu mall di kota bangkok) kesan pertama yang menyusup di tubuhku, "gila... malnya guedee tenan!" lampu gemerlapan dan gambar-gambar menakjubkan menghiasi mal-mal yang sepertinya saling terhubung satu sama lain. sementara mas narto dan mas kokok menanyakan kemana gerangan pak hadi menghilang malam sebelumnya, aku sibuk memastikan apakah mal yang sebelumnya aku lihat bersambung dengan mal berikutnya. takjub, dan setengah menganggukan kepala, aku berkata pada diri sendiri, " jadi ini dia yang katanya mal terbesar di asia tenggara dan saat ini lagi coba disaingi oleh senayan city nya jakarta... kalo mal aja sih, mungkin bisa, tapi, aku gak yakin busway nya jakarta bisa saingan sama monorail nya bangkok..."

selain terpesona oleh kekhasan sebuah kota besar, pikiranku terusik oleh gambar perempuan cantik yang terpampang di setiap sudut jalan. siapakah gerangan perempuan itu? pasti dia orang penting karena gambarnya ditempatkan di tempat-tempat strategis dan terlihat begitu dihormati. tapi kenapa gambarnya dikalungi untaian bunga? apakah dia baru saja meninggal, sehingga negeri ini masih berkabung atas kepergiannya?
aku segera menanyakan hal ini kepada aang, support person dari wwf thailand. ternyata beliau adalah the majesty queen of thailand. dan betapa kurangajarnya aku karena menyangka dia telah meninggal, padahal yang sebenarnya terjadi adalah sang ratu tengah berulang tahun dan seluruh negeri turut merayakan kebahagiaan ini selama bulan agustus.

"welcome to land of smiles" itulah ucapan selamat datang yang dituliskan besar-besar oleh pemerintah thailand pada setiap bagian imigrasi di bandara Suvarnabhumi. aku tatap lekat-lekat tulisan itu, lalu melihat satu persatu petugas imigrasi yang berada dalam satu garis horizontal di depanku.., aneh, tidak ada satupun petugas yang tersenyum., mengingatkanku pada petugas-petugas imigrasi indonesia., yang raut mukanya senantiasa terkesan kaku dan galak.

saat keluar dari bandara, barulah ketahuan kalau sebenarnya kota ini dipenuhi oleh massive massage service centers. jadi, land of smiles? atau mungkin senyum itu baru akan terlihat saat mengunjungi satu tempat pijat? entahlah, yang jelas diantara tempat-tempat pijat dengan beraneka warna, kami menemukan restoran muslim yang maknyus tenanan! thanks for the so delicious cuisine pak usman! :-)

hari kelima di bangkok, kami sudah berada dalam perjalanan menuju bandara. karena kami berangkatnya pagi hari, barulah terlihat wajah kota bangkok tanpa serangkaian lampu, selain lampu lalu lintas. inilah wajah sebenarnya; gedung-gedung pencakar langit, rumah susun bertumpuk di satu sudut, berbagai macam kendaraan melintas bersama kami di jalan utama, pemukiman kumuh ditepi rel kereta, penjaja makanan di tepi jalan yang menawarkan sarapan murah dan cepat bagi para pekerja.., dan pemandangan lainnya yang tidak jauh beda yang selalu diperlihatkan oleh wajah kota jakarta. yang unik sekaligus menakutkan, kabel-kabel listrik berseliweran dengan berantakan, bahkan ada yang sangat rendah, sehingga jika ada orang berjalan, kepalanya pasti menyentuh jalinan kusut kabel listrik tersebut. "apa mereka tidak khawatir ada yang kesetrum?" begitu tanyaku pada mas kokok, yang berkomentar seperti ini, "aku malah penasaran, apa pekerjanya gak bingung kalau musti benerin sesuatu dengan kabel yang awut-awutan itu?"

semakin mendekati bandara Suvarnabhumi, sebuah pelangi datang menghiasi langit sesaat setelah hujan reda. serasa kami dilepas dengan sangat indah dan ramah. saat menjejakkan kaki di bandara, aku berkesimpulan, ternyata bangkok dan jakarta sama aja; sama glamornya, sama juga kumuhnya. hanya, bandara Suvarnabhumi milik thailand ini lebih pantas menjadi gerbang masuk utama negeri dibanding bandara cengkareng tersayang nan malang yang seharusnya sudah dipensiunkan dan diganti dengan yang lebih layak, tapi tersendat korupsi yang telah mengakar sampai tujuh turunan and beyond...


Monday, August 11, 2008

antara jengah dan kemampuan menikmati

tahun ini adalah kali kedua aku berkesempatan berada di pekanbaru. jika tahun lalu aku berdiam selama kurang lebih 2 bulan melakukan penelitian untuk skripsiku, tahun ini aku aku akan berdiam lebih lama di propinsi ini, setidaknya 6 bulan untuk kontrak kerja periode pertama. senang sebenarnya kembali ke propinsi yang terkenal kaya dengan minyak buminya. senang karena tidak perlu khawatir akan buta dan tersesat di kota ini, toh ini yang kedua kalinya saya kesini, pikirku. tapi yang jelas aku excited, tentunya dengan pekerjaan yang akan aku lakukan.

seminggu pertama berada di propinsi yang hawanya panas akibat pengaruh minyak yang meletup-letup di dalam perut bumi disana, membuatku jengah. jengah karena udara yang terlalu panas, jengah karena orang-orang berkendara dengan serampangan, jengah karena pilihan makan di warung didominasi oleh masakan padang yang seringnya bersantan, jengah karena begitu susah untuk menyebrang di jalan-jalan utama (segala jenis kendaraan yang acuh seolah tidak melihat ada manusia di pinggir jalan bergerak hendak meyebrang) dan jengah karena harga kebutuhan hidup jauh lebih mahal dibanding jogja dan makassar (aku pernah hidup di dua kota ini, jadi bisa membandingkan).

untungnya setelah seminggu berada di kantor, aku diwajibkan mengikuti field trip pengecekan kamera intai di taman nasional tesso nilo sebagai bagian dari orientasi pekerjaanku. 2 minggu berada di hutan ternyata membawa perubahan positif untukku karena ketika kembali ke peradaban, kota pekanbaru, segala perasaan jengah itu telah jauh berkurang. atau mungkin jengah itu kadarnya tetapnya sama, hanya saja sekarang ini aku lebih mampu menikmati sensasi hidup yang ditawarkan oleh kota dimana matahari terbenam lebih lamban dibanding di pulau jawa., dan rasa jengah itu banyak tertutupi.

mustahil memang memaksakan keinginan, kebiasaan kita juga berjalan seperti yang telah kita kenal. "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung" sebuah pepatah tua yang maknanya semakin kubuktikan selalu relevan dengan kehidupan yang senantiasa berlanjut. turut kubuktikan juga satu hukum alam bahwa setiap makhluk hidup, setiap organisme memiliki kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan dimana dia berada. beri dia waktu, maka dia akan mampu bertahan hidup.

Tuesday, June 24, 2008

siapa yang menderita saat BBM naik?

siapa sebenarnya yang paling menderita ketika bbm naik?
ada yang bilang supir angkot!
ada juga yang bilang supir taksi!
kata bang sopir taksi yang mengantarkan aku dari bandara sultan syarif qasim II ke rumah wo lis, "kalau abang ini mahasiswa, demo-demo menolak kenaikan bbm gak akan pernah berhenti. kenaikan bbm itu harusnya alternatif terakhir, ketika semua alternatif lain telah dicoba untuk meredam dampak dari krisis dan naiknya harga minyak mentah dunia. tapi pemerintahnya gak mau repot. gak usah dipilih lagi lah presiden yang menyengsarakan rakyat seperti itu! kenapa bapak itu masih ngotot untuk jadi presiden lagi?"

terenyuh..., itu yang aku rasakan. ketika berada langsung di dalam taksi dan berinteraksi dengannya, lebih terasa beban kenaikan bbm itu. dia juga yang mengajarkan untuk selalu melihat ke bawah. satu cara ampuh yang selalu dia terapkan untuk senantiasa mensyukuri nikmat dan kehidupannya adalah dengan mengunjungi panti asuhan.

aku bersyukur, walaupun tim indonesia tidak berhasil memenangi piala uber dan piala thomas, walaupun bbm terpaksa kita terima kenaikkannya, disaat yang bersamaan tidak ada bencana alam besar yang terjadi., seperti di propinsi shincuan, china. aku bersyukur, tidak ada perang di negara ini.

aku setuju dengan pernyataan pak habibie bahwa seharusnya seorang presiden punya progran kerja., untuk menunjukkan akan dibawa kemana negeri ini., dan tentunya program kerja itu harus bisa realistis dengan masa jabatan yang hanya 5 tahun.
seharusnya presiden mengerti bahwa indonesia ini negara kepulauan, sehingga pengorganisasiannya mustinya berbeda dengan negara yang bukan kepulauan, thailand misalnya. seharusnya seorang pemimpin bisa menganilisis SWOTkan negeri ini.., jadi tahu kondisi masyarakat, kondisi negeri ini yang sebenarnya seperti apa.. dan beradasarkan hasil analisis swot itu, bisa dijadikan landasan program kerjanya.
seharusnya....

note: pic di atas aku jepret dari gambar di KOMPAS

leaving....

di daerah concat, ada bapak yang seenak tangannya membuang botol minum di jalan, sementara satu meter dari tempat dia berdiri, ada dua orang anak yang bermain bulutangkis. mungkin masih terbungkus euforia thomas-uber cup kemarin, tapi tak apa., tidak ada salahnya jika kemudian mereka terpacu dan termotivasi untuk belajar bulutangkis dan menjadi atlit yang mengharumkan nama bangsa indonesia. benar-benar suatu pemandangan yang bertolak belakang. ada orang yang dengan santainya mengotori halaman rumahnya sendiri, sedangkan yang lain belajar untuk meraih harapan yang lebih baik.

haha ternyata berat juga meninggalkan jogja yang telah sekian lama aku huni, telah sekian lama memberi banyak pelajaran hidup kepadaku. hidup itu berjalan tanpa henti. aku sampai sekarang masih suka takjub dengan kondisi diriku sendiri. beberapa bulan sebelumnya, say setahun sebelumnya, aku masih belum yakin akan lulus kapan? beberepa tahun sebelumnya malah setiap kali melihat senior-senior yang di wisuda, aku menyangsikan diriku suatu saat nanti bisa berada di keadaan yang sama.

bulan-bulan saat menyiapkan seminar dan defense, aku ragu apakah nantinya setelah lulus bisa langsung mendapat pekerjaan. ada ketakutan kalau nantinya aku ternyata harus menuggu lama untuk sebuah pekerjaan. tidak mungkin aku menjadi parasit lajang terus-terusan. mau taruh dimana mukaku ini?

but, life is indeed a msytery. aku tidak pernah membayangkan akan bekerja di wwf, tapi ternyata kesempatan itu datang lebih cepat dari yang aku bayangkan!sampai aku tidak punya cukup waktu untuk membereskan urusan dikampus. terpaksalah aku minta tolong ke temanku untuk bantu ngurusnya.

ngepak juga belum beres semua. kamar kutinggalkan masih berantakan. untungnya anak-anak kos pada mau bantu mberesin. seminggu terakhir rasanya aku melayang aja.., terlalu banyak hal yang musti dikerjakan dalam waktu yang sangat singkat. dan memang begitu sampai di pekanbaru, rasanya makin parah aja. headache, stomache, smuanya bercampur, gak enak banget. kupikir bakal langsung semaput sampai gak bisa masuk kantor, alhamdulillah kondisiku membaik.

oh ya, first night in pekanbaru, aku tinggal sendiri lho.. soalnya wo lis (tante) sorenya langsung cabut ke medan. jadilah aku dirumah sendiri. enak juga siy.., tapi kalau malam agak gimana gitu... rada takut juga, hiburan satu-satunya, tv, malamnya malah langsung rusak, gak bisa ditonton lagi. jadilah aku ditemani itunes ku yang setia. aku gak berani tidur di kamar, soalnya terlalu gelap dan ranjangnya terlalu besar.

paginya, hujan turun dengan deras.., dan berhenti sekitar jam 6 pagi. gak nyangka di riau yang puanas ini bisa turun hujan juga. sarapan pertama? mie goreng dan nasi putih, itupun gak habis, ngambil nasinya kebanyakan sih. aku pengen cepet-cepet dapat kos biar hidupnya lebih enak, lebih leluasa, dan yang paling penting adalah lebih deket ke kantor! jadi, bisa lebih hemat. kalau masih tinggal di labuah baru, berat di ongkos bo..
oh ya, pulangnya bagaimana ya?? haha belum tau tuh.

Sunday, May 25, 2008

kebangkitan nasional

di tahun 2008 ini bangsa indonesia memperingati 100 tahunnya kebangkitan nasional. tapi, 100 tahun kebangkitan nasional sekedar dimaknai dengan perayaan mewah yang disiarkan oleh seluruh stasiun tv..

tak bisa kah kita memaknai, setidaknya menghormatinya dengan cara yang lebih baik?
rasanya aku malu kepada pejuang kemerdekaan.. mereka tidak hanya mengangkat senjata, tapi juga memeras otak..

di zaman ini, kita tidak lagi harus memanggul senjata... satu beban hilang sudah. dengan segala kemudahan yang diberikan teknologi dan fasilitas yang jauh lebih baik, seharusnya para pemuda bisa berbuat yang lebih baik, seharusnya kondisi kita bisa jauh lebih baik dari sekarang.

ketika beberapa pemuda ditanya, antara pemuda zaman dulu dan zaman sekarang, hampir semua menjawab, yah.. tidak bisa dibandingkan lah.., zamannya kan beda. menurut aku, jawaban ini agak mengecewakan dan terlalu mudah. yah..mudah-mudahan jawaban ini bukan sekedar excuses yang dijadikan tameng untuk menangkal kritik..

aku dan mungkin sebagian masyarakat baru mengetahui dan sadar bahwa di tahun 2008 ini kita memperingati 100 tahun kebangkitan nasional... itupun menjelang bulan mei.

aku tidak tahu, tapi rasanya memperingati 100 tahun kebangkitan nasional ini dilakukan dengan mendadak... kalau memang kebangkitan nasional ini dianggap tonggak penting, bukankah akan lebih baik 5-3 tahun sebelum tahun 2008 ini kita sudah mencanangkan "menuju 100 tahun kebangkitan nasional" dan dalam rangka menuju ini kita bisa menyusun common vision, common goals yang coba kita raih untuk memaknai kebangkitan nasional dengan lebih baik.

hanya iklan yang berseliweran di tv yang kadang "mengingatkan" bahwa kita sedang memperingati 100 tahun kebangkitan nasional.

goal yang baik itu tidak bisa dibuat instan, apalagi mencapai goal itu!!

sayangnya bapak presiden kita baru bisa meneriakkan "indonesia bisa" di hari perayaan.. lalu apa dengan indonesia bisa itu? adakah mimpi rakyat indonesia yang coba kita jadikan kenyataan? adakah goal besar yang serta merta kita canangkan dan coba kita raih untuk kemakmuran bangsa? gak usah terlalu muluk, kasus korupsi marimutu yang merugikan negara 10 milyar itu dulu deh diselesaikan.

tidak setiap tahun kita merayakan kebangkitan nasional yang 100 tahun lalu disimbolkan oleh berdirinya organisasi budi utomo, makanya dia musti dibuat spesial.

akan lebih pantas merayakan 100 tahun kebangkitan nasional dengan pencapaian-pencapaian prestasi yang telah dirumuskan 3-5 tahun sebelumnya; jumlah anak putus sekolah berkurang menjadi hingga 3%, kesejahteraan petani meningkat karena mereka tidak lagi harus menjual hasil taninya kepada tengkulak (karena tengkulaknya sendiri sudah dihapuskan), jumlah koruptor yang dihukum meningkat, tidak ada lagi kasus tkw dianiaya karena pemerintah menerapkan peraturan tegas dan perlindungan yang lebih baik terhadap para penyumbang devisa negara ini, dll... dlll...

tapi, yang terjadi disaat peringatan seabad ini malah sebaliknya. jumlah anak putus sekolah jauh meningkat, sudah gitu, anggaran pendidikan malah dipangkas 10%..

ditengah debar-debar kekhawatiran naiknya harga bbm, perayaan kebangkitan nasional malah dibuat sangat mewah... daripada perayaan boros satu malam itu, bukankah lebih baik stasiun tv rame-rame memberi beasiswa pendidikan? bukankah lebih baik para sponsor itu patungan membeli alat untuk menyuling minyak mentah, jadi kita bisa menghemat biaya produksi minyak dan bbm tetap murah? daripada meneriakkan 'indonesia bisa', bukankah lebih baik bapak presiden mendengarkan "curhat" rakyatnya? bukankah lebih baik para jenius perancang acara boros itu menyatukan pikiran dan merancang sistem subsidi yang baik dan benar?

tidak ada yang salah ketika kita ingin merayakan sesuatu dengan sukacita, tapi bukankah lebih baik ketika perayaan itu dirayakan oleh segenap bangsa dengan sukacita yang sama?

mungkin betul apa kata seorang presenter tv, "negara kita ini adalah negara ajaib..."


euforia thomas-uber

indonesia...! indonesia...! indonesia...!

siapa yang tak kan luluh hatinya mendengar sorakan membahana tanda dukungan penonton yang sangat besar terhadap para pejuang tim uber indonesia. bertanding di babak perempat final, dukungan supporter indonesia tak pernah surut. dalam waktu hanya dua jam, tim uber indonesia sukses menekuk tim uber hongkong.

haha... aku rasanya seperti reporter yang melaporkan hasil pertandingan saja. well, lebih dari itu. bulutangkis adalah satu diantara olahraga yang aku selalu dengan senang menonton. walaupun dukunganku ini hanya lewat teriakan semangat di depan kotak kaca ajaib bernama tv, aku optimis kesiapan mental para pemain indonesia sangat terbangkitkan dengan dukungan dari seluruh negeri.

dengan dukungan tulus seperti itu, hati siapa yang tidak akan tersentuh? aku tidak merasakan langsung dukungan tulus ikhlas itu. yang pertama, aku bukan pemain bulutangkis. yang kedua, aku ini satu diantara supporter pasif yang mendukung dari depan layar tv. tapi, rasanya aku berada diantara para pemberi semangat yang tak pernah lelah meneriakkan yel-yel dukungan.
membela negara seperti yang dilakukan oleh maria kristin dkk, adalah sesuatu hal yang tidak mudah. beban besar berada di pundak masing-masing pemain, termasuk para pelatih dan manajer tim. dan betapa terharunya ketika mengetahui bahwa dukungan segenap mengalir begitu dahsyat, begitu murni, begitu tulus. mendengar dukungan sedahsyat itu, membuatku merasa mampu melakukan apapun demi mengharumkan nama negara. berada ditengah sorakan yang membahana, membuatku merasa mampu melakukan segala yang terbaik hanya untuk membuat ibu pertiwi bangga. betul-betul membuat hati tergerak., betul-betul membuat jiwa merasa hangat.

"Ini pertama kalinya saya ke sini. Atas dasar nasionalisme saya mau dukung abang saya berlaga, Taufik Hidayat," tukas seorang penonton bernama Adrianto antusias, setengah berseloroh. "Kalah atau menang itu 'gak masalah. Yang penting kita teriak dulu," lanjut pemuda berusia 22 tahun itu. (dalam detiksport.com)

tapi apakah euforia ini dirasakan oleh setiap individu bangsa ini?
aku hanya bisa membayangkan, seorang koruptor akan iseng-iseng menyempatkan waktu melihat perjuangan pemain tim thomas dan uber cup. agar dapat disadarinya, betapa phateticnya dia yang tak ubahnya seekor hewan pengerat, seekor tikus, yang kerjanya hanya menggerogoti bangsa saja., sedangkan disaat yang sama, sekelompok rakyat berjuang memberikan yang terbaik untuk tanah air indonesia. biar dia merasakan tamparan keras diwajahnya atas hal paling memalukan dan paling biadab yang seorang manusia bisa lakukan di dunia ini, korupsi.

mungkin ini hanya euforia kejuaraan bulutangkis beregu thomas dan uber cup, dan euforia itu berhasil menyedotku masuk ke dalam gulungan fantasinya. dan aku hanya bisa berteriak-teriak sendiri, memberi semangat, tapi biarlah, kuanggap itu suatu bentuk penghargaanku yang paling bisa kuberikan kepada pahlawan-pahlawan bangsa. mereka bertanding untuk bangsa.., ketika menang maka kemenanganku itu milik seluruh bangsa indonesia. mereka bertanding untuk bangsa., ketika cedera melanda, maka rasa sakit itu menjadi miliknya sendiri.

ketika kepala pelatih tim thomas-uber china ditanya apa kunci kemenangan mereka? dengan mantap sang pelatih menjawab, karena kami punya nasionalisme yang sangat kuat. perjuangan ini untuk bangsa, maka kami memberikan segala yang terbaik, kami mengerahkan segala kemampuan untuk membuat bangsa kami bangga.

aku tidak meragukan nasionalisme para pemain dan seganap pelatih bulutangkis indonesia. aku yakin semangat dan nasionalisme mereka sama kuatnya dengan yang dimiliki oleh tim negara china. dukungan yang diberikan pun adalah bentuk semangat nasionalisme yang ditunjukkan oleh sebagian dari bangsa ini. yah, sebagian.. dan aku pikir inilah yang menjadi penyebab kita belum bisa menang. disaat tim bulutangkis indonesia tengah berjuang, beberapa orang yang tak terkalahkan egoismenya juga tengah menilep uang negara. kita diberikan hidup dan dunia yang didalamnya dibagi menjadi 2 bagin; baik dan buruk.. mungkin timbangan buruknya indonesia jauh lebih berat dibanding timbangan baiknya, inilah yang menyebabkan ketidakseimbangan.. inilah yang menyebabkan indonesia belum bisa merebut piala lambang supermasi bulutangkis beregu itu..


Tuesday, May 13, 2008

keangkuhan birma?

setelah diluluhlantakkan oleh Topan Nargis pada tanggal 3 mei lalu, bantuan untuk para korban di birma mengalir dari seluruh belahan dunia, tidak terkecuali indonesia. tapi, bantuan ini banyak yang tertahan, utamanya pekerja bantuan asing. alasannya, pemerintah militer birma tidak mengizinkan pekerja bantuan asing untuk masuk ke negaranya. padahal puluhan pekerja asing sudah tidak sabar mengsingsingkan lengan bajunya untuk membantu para korban.
meski mendapat kecaman dan sorotan dari berbagai pihak atas sikap tertutup yang ditunjukkan pemerintah birma, laksamana madya soe thein dari dewan kepemimpinan militer birma dengan tegas mengatakan bahwa mereka sejauh ini tidak memerlukan pekerja bantuan asing.., pernyataan yang tegas dan berkesan tidak mempedulikan teriakan protes dari para pekerja bantuan asing yang mengkhawatirkan bertambah parahnya kondisi para korban topan.


apakah ini sekedar rasa angkuh dari pemerintah birma tanpa memperdulikan kondisi rakyatnya yang meregang nyawa di bawah tenda-tenda seadanya?


bencana alam yang terjadi, separah apapun dia, alam dan manusia pasti bisa menemukan cara untuk memulihkan diri sendiri, karena memang begitulah cara kerja alam. dan manusia, hanyalah bagian kecil dari mega sistem alam semesta.


sebagai makhluk sosial, manusia memang ditakdirkan untuk saling tolong menolong bila sedang kesusahan. tapi, bentuk bantuan yang diberikan jangan sampai membuat suatu kelompok masyarakat menjadi lumpuh selamanya. bantuan diberikan sama halnya dengan bentuk pertolongan pertama pada kecelakaan. alam memiliki daya pulih, manusia pun demikian. jadi, mungkin disini pemerintah birma hanya melakukan tindakan preventif, mencegah bangsanya menjadi bangsa yang manja, yang ketika diterjang badai kecil, langsung merengak minta bantuan.


menengok pengalaman di negara sendiri, kita membuka pintu selebar-lebarnya untuk berbagai bantuan yang masuk. pemerintah memang lebih lebar membuka pintu bagi para pekerja bantuan asing untuk masuk sampai ke pelosok daerah, berusaha menjangkau para korban yang tinggal di daerah pedalaman.


"gempa 27 mei 2006 yang merontokkan yogyakarta bagian selatan, membawa perubahan di wajah rakyat bantul", tutur seorang pemerhati masalah sosial indonesia dalam suatu talkshow di radio. "masyarakat terkikis kemandiriannya dan lebih suka menggantungkan nasibnya pada bantuan. pendeknya, mereka telah berubah menjadi masyarakat peminta-minta".


seandainya suatu riset canggih dilakukan untuk mengidentifikasi kekayaan alam apa yang hilang sejak masuknya bantuan asing secara membabi buta sejak tsunami 2004, mungkin kita akan tercengang mengetahui betapa besarnya harga yang harus kita bayar demi kardus-kardus berlabel "bantuan untuk kemanusiaan"..


hidup di jaman sekarang, dimana pencurian atas kekayaan alam secara "cerdik" dilakukan, tidak mengherankan jika seorang pemimpin ingin melindungi bangsanya dan kekayaan alamnya dari segala kemungkinan bentuk pencurian. pepatah orang bijak, we never know what we have until its gone. kita tidak pernah tahu apa yang kita miliki sampai dia itu hilang.


sesuatu itu tidak hanya kekayaan alam, kekayaan budaya dan kekayaan bentuk lainnya., tapi meliputi kemandirian, daya pulih...dignity dari suatu bangsa. ketika itu hilang, yang tertinggal hanyalah sebuah bangsa peminta-minta, yang keberadannya laksana a bug to be crushed.. tidak punya daya tawar, hanya mengikuti kemauan para pemberi bantuan, tak ubahnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya.


dan aku yakin, bangsa manapun tidak ingin berada dalam kondisi ini...


foto dari www.bbc.co.uk/indonesian