Pages

Tuesday, May 13, 2008

keangkuhan birma?

setelah diluluhlantakkan oleh Topan Nargis pada tanggal 3 mei lalu, bantuan untuk para korban di birma mengalir dari seluruh belahan dunia, tidak terkecuali indonesia. tapi, bantuan ini banyak yang tertahan, utamanya pekerja bantuan asing. alasannya, pemerintah militer birma tidak mengizinkan pekerja bantuan asing untuk masuk ke negaranya. padahal puluhan pekerja asing sudah tidak sabar mengsingsingkan lengan bajunya untuk membantu para korban.
meski mendapat kecaman dan sorotan dari berbagai pihak atas sikap tertutup yang ditunjukkan pemerintah birma, laksamana madya soe thein dari dewan kepemimpinan militer birma dengan tegas mengatakan bahwa mereka sejauh ini tidak memerlukan pekerja bantuan asing.., pernyataan yang tegas dan berkesan tidak mempedulikan teriakan protes dari para pekerja bantuan asing yang mengkhawatirkan bertambah parahnya kondisi para korban topan.


apakah ini sekedar rasa angkuh dari pemerintah birma tanpa memperdulikan kondisi rakyatnya yang meregang nyawa di bawah tenda-tenda seadanya?


bencana alam yang terjadi, separah apapun dia, alam dan manusia pasti bisa menemukan cara untuk memulihkan diri sendiri, karena memang begitulah cara kerja alam. dan manusia, hanyalah bagian kecil dari mega sistem alam semesta.


sebagai makhluk sosial, manusia memang ditakdirkan untuk saling tolong menolong bila sedang kesusahan. tapi, bentuk bantuan yang diberikan jangan sampai membuat suatu kelompok masyarakat menjadi lumpuh selamanya. bantuan diberikan sama halnya dengan bentuk pertolongan pertama pada kecelakaan. alam memiliki daya pulih, manusia pun demikian. jadi, mungkin disini pemerintah birma hanya melakukan tindakan preventif, mencegah bangsanya menjadi bangsa yang manja, yang ketika diterjang badai kecil, langsung merengak minta bantuan.


menengok pengalaman di negara sendiri, kita membuka pintu selebar-lebarnya untuk berbagai bantuan yang masuk. pemerintah memang lebih lebar membuka pintu bagi para pekerja bantuan asing untuk masuk sampai ke pelosok daerah, berusaha menjangkau para korban yang tinggal di daerah pedalaman.


"gempa 27 mei 2006 yang merontokkan yogyakarta bagian selatan, membawa perubahan di wajah rakyat bantul", tutur seorang pemerhati masalah sosial indonesia dalam suatu talkshow di radio. "masyarakat terkikis kemandiriannya dan lebih suka menggantungkan nasibnya pada bantuan. pendeknya, mereka telah berubah menjadi masyarakat peminta-minta".


seandainya suatu riset canggih dilakukan untuk mengidentifikasi kekayaan alam apa yang hilang sejak masuknya bantuan asing secara membabi buta sejak tsunami 2004, mungkin kita akan tercengang mengetahui betapa besarnya harga yang harus kita bayar demi kardus-kardus berlabel "bantuan untuk kemanusiaan"..


hidup di jaman sekarang, dimana pencurian atas kekayaan alam secara "cerdik" dilakukan, tidak mengherankan jika seorang pemimpin ingin melindungi bangsanya dan kekayaan alamnya dari segala kemungkinan bentuk pencurian. pepatah orang bijak, we never know what we have until its gone. kita tidak pernah tahu apa yang kita miliki sampai dia itu hilang.


sesuatu itu tidak hanya kekayaan alam, kekayaan budaya dan kekayaan bentuk lainnya., tapi meliputi kemandirian, daya pulih...dignity dari suatu bangsa. ketika itu hilang, yang tertinggal hanyalah sebuah bangsa peminta-minta, yang keberadannya laksana a bug to be crushed.. tidak punya daya tawar, hanya mengikuti kemauan para pemberi bantuan, tak ubahnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya.


dan aku yakin, bangsa manapun tidak ingin berada dalam kondisi ini...


foto dari www.bbc.co.uk/indonesian

No comments:

Post a Comment