Pages

Monday, August 11, 2008

antara jengah dan kemampuan menikmati

tahun ini adalah kali kedua aku berkesempatan berada di pekanbaru. jika tahun lalu aku berdiam selama kurang lebih 2 bulan melakukan penelitian untuk skripsiku, tahun ini aku aku akan berdiam lebih lama di propinsi ini, setidaknya 6 bulan untuk kontrak kerja periode pertama. senang sebenarnya kembali ke propinsi yang terkenal kaya dengan minyak buminya. senang karena tidak perlu khawatir akan buta dan tersesat di kota ini, toh ini yang kedua kalinya saya kesini, pikirku. tapi yang jelas aku excited, tentunya dengan pekerjaan yang akan aku lakukan.

seminggu pertama berada di propinsi yang hawanya panas akibat pengaruh minyak yang meletup-letup di dalam perut bumi disana, membuatku jengah. jengah karena udara yang terlalu panas, jengah karena orang-orang berkendara dengan serampangan, jengah karena pilihan makan di warung didominasi oleh masakan padang yang seringnya bersantan, jengah karena begitu susah untuk menyebrang di jalan-jalan utama (segala jenis kendaraan yang acuh seolah tidak melihat ada manusia di pinggir jalan bergerak hendak meyebrang) dan jengah karena harga kebutuhan hidup jauh lebih mahal dibanding jogja dan makassar (aku pernah hidup di dua kota ini, jadi bisa membandingkan).

untungnya setelah seminggu berada di kantor, aku diwajibkan mengikuti field trip pengecekan kamera intai di taman nasional tesso nilo sebagai bagian dari orientasi pekerjaanku. 2 minggu berada di hutan ternyata membawa perubahan positif untukku karena ketika kembali ke peradaban, kota pekanbaru, segala perasaan jengah itu telah jauh berkurang. atau mungkin jengah itu kadarnya tetapnya sama, hanya saja sekarang ini aku lebih mampu menikmati sensasi hidup yang ditawarkan oleh kota dimana matahari terbenam lebih lamban dibanding di pulau jawa., dan rasa jengah itu banyak tertutupi.

mustahil memang memaksakan keinginan, kebiasaan kita juga berjalan seperti yang telah kita kenal. "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung" sebuah pepatah tua yang maknanya semakin kubuktikan selalu relevan dengan kehidupan yang senantiasa berlanjut. turut kubuktikan juga satu hukum alam bahwa setiap makhluk hidup, setiap organisme memiliki kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan dimana dia berada. beri dia waktu, maka dia akan mampu bertahan hidup.