Pages

Friday, May 17, 2019

kami (seperti) pasangan ideal

Sejak bulan Februari 2014 saya menyewa satu unit apartemen di daerah Jakarta Selatan. Saya tidak sendiri melainkan berdua dengan seorang teman. Namanya Nina. Nama julukannya sempat ada beberapa, yang cukup terkenal adalah Kinoy, Miss Rhino dan Miss Pantura. Kini ia lebih suka dipanggil dengan sebutan Miss Indonesia, julukan yang disematkan padanya oleh tour guide saat kami berlibur ke Thailand. Lebih pas sih dengan Miss Indonesia karena julukan 'Miss Pantura' mah udah ketinggalan angkot alias udah ga cocok. 

Unit apartemen yang kami sewa ukurannya 36m2 dan memiliki 2 kamar; satu kamar utama dan satu kamar ukuran lebih kecil. Sudah full furnished, dapur lengkap dengan kulkas, tempat tidur beserta lemari, sofa kecil plus dengan tv nya. 

Awalnya saya mengira saya akan mendiami kamar yang lebih kecil. Saya pun tidak masalah sama sekali, karena barang saya lebih sedikit dibanding barang milik Nina sehingga dia pasti membutuhkan kamar utama yang ukurannya lebih besar. Namun, Nina memutuskan untuk kami berdua tidur di kamar yang sama, di ranjang yang sama yang kebetulan ukurannya 160 x 200 cm, family size. Saya sebenarnya sedikit kaget karena terus terang saya belum begitu lama kenal dekatnya dengannya. Khawatir juga dia ga terbiasa berbagi kamar apalagi berbagi kasur. Kalau saya sih dari kecil sampai kuliah pun memang selalu berbagi kamar berbagi kasur karena dana terbatas. Nah saya mulai dekat dengan Nina setelah saya pulang dari Inggris dan kembali bekerja di Jakarta. Sebelumnya meski kami bekerja di LSM yang sama, saya hanya mengenalnya sebagai staff kantor program Ujung Kulon, sedangkan saya waktu itu di Program Riau. Setahun sebelum saya berangkat sekolah, saya dipindahtugaskan dari Riau ke Jakarta. Jadi saya sempat numpang beberapa hari di kamar Kos Nina sebelum saya mendapatkan kamar Kos sendiri. Selama setahun di kantor Jakarta pun sebenarnya saya tidak intens bergaul dengan Nina. Tapi kelebihan Nina yang banyak orang (termasuk saya) tidak miliki adalah keluwesannya dalam bergaul. She is really warm, super friendly, very smart, open, and a lot of fun, yang membuat orang-orang termasuk saya merasa tidak kikuk karena kita sudah lama berteman. 

Hidup bersama di satu unit apartemen kami langsung menyesuikan diri dengan ritme dan kesukaan masing-masing. Setiap bulan saya memasukkan uang beberapa ratus ribu untuk biaya laundry, gas, dan air minum. Setiap bulan Nina menyetor uang ke pemilik unit yang kami sewa untuk membayar tagihan listrik dan gas.Semua kebutuhan perlengkapan kamar mandi, mencuci dan bersih-bersih selalu distok Nina. Sedangkan isi kulkas saya lah yang menyediakan. Untuk semua biaya kebutuhan rumah tangga, makan dan transportasi kami tidak pernah hitung-hitungan. Saya tidak pernah tahu berapa Rp yang sudah Nina keluarkan untuk semua biaya itu tiap bulannya. Saya juga tidak pernah mengatakan berapa Rp yang sudah terpakai untuk bayar ini-itu. Kami tidak pernah buat kesepakatan khusus tentang pembiayaan ini, rasanya mengalir begitu aja sejak awal kenal dan berteman. 

Untuk urusan laundry, saya dan Nina bergantian mengurusnya, tapi Nina yang lebih sering handle; mulai dari memasukkan semua pakaian ke kantong laundry sesuai warna dan tipe pakaiannya (kemeja vs dress, etc.), dan memanggil abang laundry untuk menjemput ataupun mengantarkan pakaian yang telah selessai dicuci setrika.Tugas saya mengisi botol-botol sampo, sabun, kertas toilet dengan bahan yang sudah ada. Kantong plastik yang kami peroleh setiap berbelanja kebutuhan rumah, saya lipat dengan rapih dan masukkan ke laci untuk nanti digunakan sebagai kantong sampah. Saya juga memastikan bahwa sampah kami pilah menjadi dua; sampah kertas-karton-kaca-aluminium di satu tempat, dan sampah lainnya di tempat yang berbeda. 

Untuk urusan fashion, Nina juaranya. Ibuku bilang Nina berpakaian seperti pramugari; stylish dan cantik. Setiap pagi Nina memastikan saya memakai pakaian yang sesuai, menurut tempat dan acara, serasi warna baju dengan jilbab. Kecuali hari jumat dan hanya ke kantor tanpa ada rapat, maka saya dibolehkan memakai pakaian yang lebih casual. 

Saya menikmati memasak seperti halnya Nina menikmati beres-beres. Begitupun sebaliknya, saya menghindari beres-beres seperti halnya Nina menghindari memasak. Kami sama-sama menyukai masakan rumahan. Nina pecinta kikil dan sayur labu siam, saya pecinta ati ayam. Saya selalu bersemangat memakan sarapan dan sebisa mungkin menghindari makan malam, Nina sering merasa tak tertarik untuk sarapan dan sering kelaparan saat malam sehingga makan malam baginya adalah wajib.

Kami berdua penggila sayur dan sambel yang sangat sangat pedas. Setiap kali saya membuat sambel, seharian unit kami berbau cabe dan terasi. Di bulan-bulan awal tinggal bersama, hampir setiap hari saya masak dan kami bawa bekal makan siang ke kantor. Sekitar 3-4 bulan berikutnya semua pakaian mulai terasa sesak di badan. Menyusul kemudian komentar dari keluarga kami bahwa kami berdua telah menggendut! hahaha.. sejak itu kami putuskan untuk tidak bawa bekal makan ke kantor. Saya pun hanya menyiapkan sarapan dan masak di akhir pekan. Di kala Ramadhan, ketika kami tidak ada acara buka puasa di luar, maka kami akan makan masakan saya. Tanggung jawab saya hanya memasak, sedangkan menu setiap hari ditentukan oleh Nina. Untuk sahur, setiap jam 3 pagi, Nina akan membangunkan saya dan dia kembali tidur. Sejam kemudian setelah semua masakan siap, saya membangunkan Nina dan kami pun makan sahur bersama. 

Nina selalu memastikan bahwa unit kami selalu bersih, rapi dan wangi. Setiap kali AC perlu diservis atau perlu pest control untuk kecoa-kecoa kecil yang bandel, selalu diurus oleh Nina. Saya pernah mencoba mengurusnya dan saya nyerah! Menurut saya, prosesnya terlalu bertele-tele dan lama! Begitu diurus oleh Nina, sepertinya cuma 10 menit dan langsung beres, hahaha. Jempol deh buat dia. Di akhir pekan kala kami sama-sama tidak ada agenda ke lapangan atau agenda dengan sirkel lain, kami menghabiskan waktu di apartemen dengan nonton dan skincare-an. Sesekali kami juga nonton dan makan bertiga dengan Nanski, teman kami di WWF yang juga tinggal di apartemen yang sama namun beda tower. Biasanya kami makan di warung Jepang di tower cendana atau mi aceh bang jally di tower damar. 

Kata orang hidup di ibukota itu harus siap mental karena kerasnya tantangan yang dilontarkan dan ibukota lebih kejam dari ibutiri, hehe. syukurnya saya menjalaninya dengan cukup nyaman karena tinggal bersama Nina. Seandainya Nina ini laki-laki atau saya yang laki-lakinya, sudah pasti saya akan ajak menikah. Tapi pasti dia tolak sih hahah karena dia sukanya kalau pasangannya itu tinggi sementara saya nyaris semekot - kependekan dari semeter kotor alias orang-orang dengan tinggi tak lebih dari 155 cm.

Setelah 2 tahun hidup bersama Nina, saya akhirnya keluar dari apartemen unit 6 CP itu untuk hidup bersama pasangan saya yang inisialnya juga CP, haha kebetulan sekali! Meski tidak berjodoh dengan Nina sebagai pasangan, doa saya untuknya adalah dia selalu sehat, bahagia dan bersama pasangan yang secara kualitas setara dengannya. Dan untuk diri saya sendiri, saya berharap dijodohkan dengan seseorang yang tinggal bersamanya sama menyenangkan seperti tinggal bersama Nina. 

Sesekali kami masih bertemu, melepas rindu sembari menikmati masakan pedas. Setiap kali bertemu dengan Nina, setiap kali itu pula dia membuatku kagum. Dia sungguh seseorang dengan kualitas yang luar biasa! Sehat-sehat selalu ya, Neng. Sampai ketemu di perjalanan mengejar sunrise berikutnya!