Pages

Sunday, January 20, 2008

Peran Interpreter dalam Pembangunan Konservasi di Indonesia

Jejak Petualang untuk Pendidikan Lingkungan dan Konservasi SDA


Saat ini hutan Indonesia menjadi sorotan internasional. Kasus kebakaran hutan yang masih berlangsung di Sumatera dan Kalimantan telah membawa banyak protes karena asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut meluas sampai ke negara-negara tetangga. Singapura baru saja melayangkan surat tanda protes kepada Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono. Pemerintah Indonesia dinilai lamban mengatasi keadaan ini. Tapi apakah kasus ini hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, khusunya departemen kehutanan saja?

Tentu saja tidak. Pengelolaan sumber daya alam dan kehutanan, termasuk permasalahan yang timbul adalah tanggung kita bersama. Kasus kebakaran hutan yang kembali terjadi jika dirunut asalnya mungkin disebabkan oleh kesalahan pengelolaannya. Disinilah pentingnya pendidikan lingkungan dan konservasi SDA. Dengan adanya pendidikan lingkungan dan konservasi SDA akan membantu memberi pengertian dan arah pengelolaan sumber-sumber daya alam yang berkelanjutan. Sehingga dapat dihindari dan meminimalisir setiap dampak negatif pengelolaan yang mungkin terjadi.

Tetapi tidak mudah mentransfer materi-materi pengelolaan SDA yang berkelanjutan kepada masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun yang tinggal di daerah pesisir ataupun jauh di pedalaman kampung. Karena informasi-informasi tersebut umumnya masih bersifat sangat luas dan mentah, serta menggunakan bahasa ilmiah. Sehingga informasi tersebut memerlukan penerjemahan/pengartian (interpretation) terlebih dulu kedalam bahasa yang ringan baru kemudian disampaikan kepada masyarakat luas oleh para pemberi informasi (interpreters). Selanjutnya pada tahun 1957, Freeman Tilden (Ham, 1992) mendefinisikan interpretasi lingkungan sebagai suatu aktivitas pendidikan yang tujuannya untuk melahirkan arti dan hubungan melalui penggunaan obyek sesungguhnya, melalui tangan pertama yang berpengalaman, dan melalui media ilustratif.

Interpretasi lingkungan dapat dilakukan di berbagai tempat dan dengan berbagai macam metode, termasuk penggunaan tayangan video/film sebagai media ilustratif. Salah satu contohnya adalah tayangan Jejak Petualang (JP) yang disiarkan oleh TV7. JP yang merupakan tayangan dokumenter ini mengajak semua audiencenya untuk ikut berpetualang bersama host JP ke berbagai daerah menarik di seluruh Indonesia; mulai dari melihat kehidupan Suku Mentawai di Sumatera sampai mendaki Gunung Rinjani di NTB. Jika kita lihat daerah-daerah yang dikunjungi oleh tayangan JP ini, maka sebagian besar adalah kawasan hutan dan kawasan konservasi; baik itu hutan adat maupun Taman Nasional. Disinilah nilai strategis tayangan JP dalam pembangunan konservasi di Indonesia.

Pendidikan mengenai konservasi SDA selayaknya dapat diselipkan dalam setiap tayangan JP yang mengangkat potongan kehidupan masyarakat adat di suatu daerah. Yang tidak terlepas dari bagaimana masyarakat tersebut menjaga keberlanjutan hutan dan lingkungannya dengan kearifan/pengetahuan lokal mereka.

Peran host JP disini sangat penting sebagai interpreter yang mentransfer pengetahuan lokal dan pendidikan konservasi SDA tersebut kepada semua audiencenya. Tidak hanya dalam setiap perkataan yang diucapkan, pesan pendidikan lingkungan dan konservasi SDA juga harus mampu ditunjukkan dalam setiap gerak tingkah laku dan contoh perbuatan oleh si interpreter tersebut. Sehingga disini seorang host JP tidak hanya berperan sebagai interpreter, tetapi juga sebagai role model. Role model disini berfungsi untuk memberi contoh-contoh secara tepat mengenai bagaimana menjaga hutan dan lingkungan, yang dapat berupa hal-hal yang sifatnya kecil dan sederhana, misalnya ketika host JP menyimpan sampah bekas makannya dalam tas karena tidak menemukan tempat sampah dan membuangnya kemudian ketika menemukan tempat sampah dalam perjalanan selanjutnya. Ataupun memastikan bahwa bekas api unggun yang dibuat telah benar-benar mati dan bersih sebelum meninggalkan lokasi yang digunakan untuk berkemah. Sehingga setiap orang yang melihat tayangan ini akan lebih mudah menangkap pesan pendidikan lingkungan yang disampaikan.

Melalui tayangan-tayangan seperti JP ini, pesan pendidikan konservasi SDA dapat lebih mudah disampaikan kepada masyarakat luas. Penggunaan media-media ilustratif seperti tayangan video, gambar dan keberadaan seorang interpreter sekaligus sebagai role model harus senantiasa dimanfaatkan dan dikembangkan agar dapat menjangkau perhatian masyarakat yang lebih luas. Sehingga tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia yang sadar akan arti penting hutan dan lingkungan dan mampu untuk mengkonservasi sumber-sumber daya alam dalam bentuk pengelolaan dan pemanfaatan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dapat tercapai.



No comments:

Post a Comment