Pages

Sunday, January 20, 2008

aku punya sim A, sim C, tapi aku gak tau (gak mau) beretika dalam memakai jalan..

kalau di eropa, di amerika, bentuk transportasi yang paling primordial mendapat kehormatan untuk jalan terlebih dulu, makanya tak heran kalau pedestrian maupun bikers sangat menikmati pilihan bentuk tranportasi mereka. tapi di indonesia, yang primordial harap minggir, karena yang kendaraannya yang lebih gede yang rule. gaya banget ya, padahal negara kita belum juga lepas dari krisis moneter, virus H5N1 semakin membabi buta, tingkat korupsi masih tertinggi nomor 3 seAsia, dan lumpur lapindo terus menenggelamkan apapun disekitarnya.
hm..mungkin gak perlu sejauh itu ya contohnya. berarti lebih cocok begini; gaya banget ya.. padahal belum tentu kendaraan itu miliknya sendiri, kalaupun milik sendiri blum tentu kan hasil jerih payah pribadi ato hasil "meras" dari ortu, blum tentu juga belinya gak pake korupsi, dan belum tentu punya sim yang bukan hasil nembak ato pesanan, hehe...

nina, seorang teman dari Jerman menceritakan padaku pengalaman dengan transportasi di Indonesia waktu dia mengikuti IFSS 2002 (International Forestry Students` Symposium) di Bogor, Jogja, Pontianak. Dia tiba di Cengkareng dan bersama rombongan anak IFSA yang lain menaiki bus yang disediakan panitia untuk membawa mereka ke Bogor. setelah berada ditengah-tengah kota Jakarta, dia hampir menangis.. karena ketakutan dengan semua yang berada dijalan waktu itu. dia tidak habis pikir kenapa orang-orang berhenti hanya beberapa centimeter dari mobil didepannya, dan makin ketakutan ketika sang sopir membawa bus melaju kencang diantara padatnya jalan.

suatu waktu, setelah kusampaikan betapa seringnya mendengar klakson dibunyikan untuk hal-hal yang tidak perlu dan menurutku sangat polutif terhadap indera pendengaran kepada seorang teman, dia berkata, "memang membuat frustasi dan ngeselin.., beberapa kenalan orang non indonesia juga mengatakan hal yang sama, tapi setelah mereka mengalami sendiri dijalan, akhirnya para bule itupun sedikit-sedikit mengikuti cara mengendarai kendaraan yang seenaknya sendiri dan mulai suka membunyikan klakson mereka". aku tertegun, betapa parahnya orang Indonesia dalam menggunakan jalan sampai-sampai bisa mempengaruhi orang asing yang notabene disiplin dan beretika ketika berada dijalan. kalau mereka saja sepertinya bisa sebegitu mudahnya dipengaruhi, bagaimana dengan orang indonesia sendiri yang mampir hanya beberapa tahun untuk belajar dinegara -negara maju? ketika disana, yang dipelajari tidak hanya bidang studi yang digeluti kan? tapi juga bagaimana menjadi penduduk dunia yang lebih baik, disiplin dan sopan di jalan maupun ditempat lain., dan tidak lupa menghormati hak masyarakat lain. jadi seharusnya kitalah, orang-orang yang sudah melihat, merasakan sendiri bagaimana nikmat dan terasa amannya ketika menggunakan jalan dengan baik, dengan sabar memberi contoh langsung, tidak ikut-ikutan menimbulkan polusi suara untuk hal yang tidak perlu. selalu memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. tapi tetap harus ada orang yang mengambil peran itu.
setelah dijajah selama 3 abad oleh belanda, para pejuang pun tidak pernah menyangka bahwa dalam 50 tahun berikutnya, belanda dapat kita paksa angkat kaki dan mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. mudah-mudahan kita bisa belajar bersama masyarakat untuk beretika dalam menggunakan jalan lebih cepat dari 50 tahun.

beberapa waktu lalu aku terkesan dengan usaha dan dukungan pemerintah kota jogja terhadap pengguna sepeda, yang menunjukkan sikap hidup sehat dan ramah lingkungan. garis putih panjang dengan lebar 1 meter dan gambar orang diatas sepeda di kanan dan kiri jalan, memberi sedikit ruang dan keistimewaan kepada para bikers dijalan-jalan, termasuk dilingkungan kampus ugm. tapi sejak sebulan terakhir ini aku merasa khawatir bahwa sebentar lagi kenikmatan bersepeda akan berkurang drastis. garis putih panjang disisi kiri dan kanan jalan dan merupakan kebanggaan para bikers sebentar lagi akan terusik dengan kedatangan bus transjogja. garis sepeda itupun terlihat telah dilibas oleh apa yang mereka tulis sebagai jalur lintasan bus.
apa yang tersisa sekarang untuk pecinta sepeda yang coba menghidupkan kembali masyarakat gemar bersepeda ditengah serbuan mobil-mobil mini berplat ab dan no ab dijalan-jalan jogja yang kecil?
saya tidak menentang adanya bus transjogja, saya sangat mendukung dengan kehadiran sarana transportasi publik yang dijanjikan lebih bersih, teratur dan ramah terhadap penggunanya. karena saya tahu masyarakat sudah lama haus akan transportasi publik yang bisa mereka andalkan dan percaya. saya belum mendengar perubahan ataupun modifikasi kebijakan untuk kendaraan roda dua non mesin, mudah-mudahan segera menyusul. tidak banyak ruang dijalan yang tersisa sekarang. tidak mungkin pula membagi jalan-jalan jogja yang sempit itu untuk jalur yang lain. yang perlu dan bisa kita lakukan adalah mulai menghormati pengguna jalan yang lain, menerapkan etika menggunakan jalan yang seharusnya diterapkan sedari awal mulai bisa mengendarai kendaraan.

No comments:

Post a Comment