Pages

Tuesday, January 13, 2009

my brother, the one and only [part TWO]

ada satu kejadian yang cukup heboh. ini terjadi saat adekku smp. zaman dia smp itulah masa-masa dia mukanya jadi jelek (kata omku) dan buandel del del.....

pagi itu, ntah kenapa susah payah ibu membangunkan si bontot. "adid... did.. bangun. adid diiiid.." begitu teriak ibu berulang-ulang. aku dan kakakku yg sudah lebih dulu dibangunkan sampai sakit telinga mendengar teriakan ibu yg tiada henti. heran juga kok ibu kuat banget teriak gak ada istirahatnya.

kamar tidur pendi di lantai atas. jadi, sgala macam alat utk membangunkan dia termasuk peluit pramukaku tidak mempan. karena ibu jg tdk mungkin bolak2 naik ke atas, jadi teriakan lah yg dianggap ampuh, disamping itu kegiatan ibu menyiapkan sarapan bisa tetap berjalan.

rupanya, bukan hanya aku dan kakakku saja yg terganggu karena ritual pagi ini. ayah, yang sehari-harinya pendiam dan cuek, tiba-tiba naik ke atas ke kamar pendi..
"xxx???/////ahnfcmdfbhnse... keluar saja sana kalau tidak mau di atur!!!" itulah kalimat terakhir ayah (yg tertangkap olehku) setelah selesai menyeret pendi dari kamarnya sampai ke teras rumah.

aku, kak tetty dan ibu hanya bisa terpana melihat kejadian itu.

tidak ada yang bersuara.
aku melihat ekspresi adikku yang kaget (pasti stengah mati) bercampur horor bercampur sebel (stengah mati juga). si pendi tidak berkata apa2. masih dengan celana pendek, dia berlari kembali ke kamarnya. sedetik kemudian dia sudah keluar dr kamar dan menuruni tangga dengan stengah berlari. rupanya dia menggambil baju kaosnya (klo tidur adikku memang slalu telanjang dada).
pendi tidak berpaling sedikit pun. tidak ke arah ibu ataupun aku dan kakakku.
aku hanya bisa melihat ada yang mengalir di pipinya, air mata. pintu pagar dibuka dan dia berjalan pergi.

sedangkan ayah, setelah menyeret pendi, kembali masuk ke kamar. keluar lagi setelah berpakaian lengkap. lalu dia menghidupkan mesin motor. sebelum sempat berteriak, aku sudah berada di dekatnya. kami pun berangkat ke sekolah. tanpa sempat menyentuh sarapan yang telah disiapkan ibu.

selama di jalan, kami hanya terdiam. tidak ada percakapan., sehari-harinya juga tidak ada percakapan sih, tapi setelah kejadian tadi, diam-diaman ini terasa sangat berbeda.

bukan sekali ini ayah marah. tapi ini jelas yang paling horor. ayahku ini memang pendiam. komentar singkat pun jarang. kalau ingin sesuatu spesial, misalnya ingin berkemah atau naik gunung, aku akan bilang ke ibu. lalu ibu yang akan menegosiasikannya dengan ayah. semua keputusan tergantung dari kuat tidaknya lobby ibu.

aku jalani hari di sekolah seperti hari-hari sebelumnya. teman-teman atau guru di sekolah tidak ada yg tahu kejadian ini. mungkin hanya beberapa tetangga rumah yang sempat mendengar.

saat pulang ke rumah, pendi ternyata belum pulang.
"ibu sudah cari tadi, tapi tidak ketemu" keluh ibu. kulihat raut mukanya didominasi oleh rasa gelisah.
aku juga tidak tahu musti berbuat apa. saat ayah pulang, ibu mengeluhkan hal yang sama. mungkin mengharapkan dukungan, tapi jawaban ayah menandakan perasaannya tetap seperti pagi tadi, "kenapa musti dicari?! biar saja anak itu. biar tahu diri!"

malam ini, kami tidur tanpa mengetahui si bontot ada dimana.
mungkin ibu tidak bisa tidur. mungkin ayah juga tidak tidur.

keesokan hari. untuk pertama kali dalam sejarah, ritual pagi berisi teriakan ibu membangunkan anak2nya tidak terdengar. kakakku yang lebih dulu bangun langsung mencubit tanganku, 'heh mila, bangun!" katanya dengan pelan tapi bernada galak.

tanpa banyak ba bi bu, semua dilakukan layaknya hari-hari biasa. yang berbeda adalah suasananya yang lebih hening, tapi juga mencekam.

meski begitu, kulihat ibu tetap berusaha bersikap biasa, seperti tidak terjadi apa2. ibu masih tetap menyiapkan sarapan, menyiapkan baju untuk ayah, dan memanggilku dengan 'nunut'

saat pamitan berangkat sekolah, ibu berkata padaku, "nut, nanti langsung pulang ya. jangan singgah kemana-mana". aku menggangguk padanya dan segera berangkat tanpa menoleh lagi.

sesuai pesan ibu, begitu bel sekolah berbunyi, aku langsung pulang. ibu segera menyuruhku makan. kami berdua lalu ke tempat arfan, teman pendi.
"tadi pagi ketemu, tante. sudah saya bujuk supaya mau pulang, tapi dia tidak mau. katanya sudah diusir keluar dari rumah sama ayah.
"ya sudah, makasih ya nak" ucap ibu dengan lirih.
aku hanya bisa tetap menggandeng tangan ibu. tidak tahu musti berkata apa kepada ibu.
"tapi nanti kalau ketemu, saya bujuk lagi, tante" sambung arfan lagi.
aku menolah sekilas ke arfan. dia tersenyum, tipis. setipis harapan si bontot mau di ajak pulang.

......
cerita sebelumnya
my brother, the one and only [part ONE]

2 comments: