Pages

Thursday, March 20, 2008

my brother, the one and only [part one]

this is the story of brother, my only brother. there are so many things about him. things that made us mad, things that made us smile, even laugh and things that made us cry and thankful. i am writing this because i love my brother and how i admire him...


walaupun bersaudara, tapi aku dan adekku, pendi, tidak mirip. persamaan kami cuma satu, yaitu alis yang sama-sama tebal. pendi mirip ibu, yang waktu kecil sering disangka orang jepang karena putih, bermata sipit dan berwarna coklat, bibir kecil plus rambut kriwelnya. kalau sekarang sih udah gak ada yang nyangkain dia orang jepang lagi, abis dia sekarang dah item. walaupun begitu dia tetap dengan bangga mengatakan, "kalau gak item bukan cowok namanya", wehehe..

waktu kecil, aku dan pendi sering bersaing untuk hal tinggi badan. beda umur kami cuma setahun, jadi dulu rasanya dia tuh bukan adik, tapi saudara tidak kembar yang lahir ditahun yang sama, heh.,
karena seringnya adekku yang lebih tinggi dari aku, jadi dia selalu menyebut aku sebagai adeknya. sebel sih, tapi mau gimana lagi. satu-satunya cara supaya dia ini bilang kalau aku adalah kakaknya adalah jika aku lebih tinggi dari dia, dan ini suseh betull.. karena badanku gak mau kompromi, dia mentok di 152cm, gak mau tambah lagi tingginya. sementara adekku terus tumbuh menjulang, bahkan melampaui si om juliz yang tingginya 170cm.

sebagai bungsu dan satu-satunya anak laki-laki, pendi ini sedikit manja dan egois. dan parahnya selalu menuduh ibu kami tidak adil. "anak mama hanya yang perempuan saja" begitu selalu protesnya tiap kali dia merasa bahwa dia dianaktirikan. bahkan ketika aku dan kakakku dibelikan bando untuk rambut, dia juga minta dibelikan bando yang sama. "biar adil" katanya sambil menghapus rintik air matanya.

selain iri-an (suka cemburu sama kakak2nya yang cantik, hehe), adekku ini juga sedikit penakut. dia itu suka nonton film horor. tapi, nontonnya harus ditemani, dan parahnya orang yang selalu diminta untuk menemani dia adalah aku. saat nonton, adekku selalu berlindung di balik selimut tua nan kumul dengan lubang disana-sini. pada lubang-lubang itulah adekku mengintip dan menonton film horor tersebut. om-om kami sering menggodanya karena melihat caranya menonton. tapi dia tidak peduli. dia tetap dengan gayanya, dan aku tetap diminta untuk menemani. kalau tidak dipenuhi, dia akan mengamuk, aduuh..

saat adekku masuk tk, alhamdulillah keadaan ekonomi keluarga kami sudah lebih baik. ayah sudah sembuh dari sakit panjangnya dan kembali beraktivitas sebagai guru di sebuah smp di makassar. adekku ini maunya aneh-aneh saja. waktu berumur 5 tahun itu dia suka sekali snack taro berwarna ijo itu. sampai untuk bekal dia di sekolah tk, dia tidak mau snack yang lain kecuali taro dan harus dua bungkus. harga taro waktu itu rp.150, jadi setiap pagi ibuku harus mengeluarkan uang rp.300 hanya untuk bekal si pendi ke sekolah tknya. ibuku sebenarnya sudah sering mengatakan pada adekku bahwa bekal dia itu terlalu mahal (untuk ukuran jaman 1990an). dibandingkan dia, aku hanya menghabiskan rp.100 untuk bekal tk. rp.50 untuk pisang goreng yang harganya rp.25 per biji, dan rp.50 nya untuk wafer lapis warna-warni yang harganya rp.25 dapat 2 bungkus wafer. tapi tetap, adekku tidak peduli. meski sudah dibujuk berkali-kali, dia tidak mau berangkat tk jika bekalnya bukan taro.

pada suatu malam di perayaan idul fitri, kami sekeluarga bersilaturahmi ke tetangga belakang rumah. waktu itu adekku kelas 5 atau kelas 6 sd. ibu tetangga kami ini menceritakan tentang keanehan yang dia rasakan saat memotong ayam di malam takbiran. selesai memotong ayam, dia mencium bau selokan yang baunya kuat/menyengat sekali. tetangga kami itu merasa yakin bahwa di selokan itu ada parakang (jenis setan-makassar version) yang memang terkenal berbau seperti bau selokan dan menyukai darah. sepulang dari rumah tetangga, memang sudah agak malam, sekitar jam 10. kami tidak ada pikiran apa-apa walaupun cerita tetangga itu cukup horor. tapi ternyata, cerita itu sangat membekas di benak adekku. dia tidak mau tidur sendiri di kamarnya. dia minta ditemani. ibu dan ayah yang sudah kecapean tidak menggubris permintaan pendi. "kamu itu sudah besar. masa dengar cerita itu aja takut? lagipula kamarmu itu kan berseblehan langsung dengan kamar kak mila dan kak tety, apa yang ditakutkan lagi? sudah sana tidur" kata ibuku cuek dan lalu masuk ke kamarnya, meninggalkan adekku yang sudah mulai turun air matanya. si pendi lalu minta dibolehkan tidur di kamarku. tapi kakakku menolak dengan alasan yang sama dengan ibu. adekku lalu menangis meraung-raung. aku sebenarnya sudah mengantuk juga. tapi karena gak tega melihat adekku yang sudah dicuekin sama yang lain, akhirnya aku menemani dia tidur di kamarnya. lagipula, dia kalau sudah nangis heboh begini, akan susah berhenti, dan aku pastinya gak bakal bisa tidur dengan lelap karena suara tangisannya itu. maka aku ambillah bantal dan selimut lalu tidur di kamarnya.

aku pikir rasa takut adekku akan berkurang seiring dengan umurnya yang bertambah. tapi ternyata dia masih juga takut. jadi, setelah kejadian dia ketakutan karena cerita tetangga, dia selalu menyimpan pedang/golok dari kayu disisi tempat tidurnya. kalau pedang itu dipindahkan dari tempatnya, dia pasti tahu karena sebelum tidur dia selalu memeriksa dan memastikan pedangnya itu masih ada. aku selalu heran dengan kebiasannya menyimpan pedang itu. tajam juga enggak, ngapain diandelin seperti itu? tapi si pendi dengan dada tegak berkata, "pedang ini untuk menghalau setan atau manusia yang jahat". kalau kata ibuku sih, dia cuma takut aja tidur sendiri.

adekku si pendi senang sekali main bola. setiap sore dia pasti pergi main bola dengan teman-temannya dari kampung yang berbatasan dengan kompleks perumahan kami. kadang-kadang dia pulang dengan kaki sedikit pincang, "cedera main bola" begitu selalu ucapnya. tapi itu tidak pernah membuatnya kapok. sore berikutnya dia pasti main bola. yang dikhawatirkan ibuku adalah kepalanya yang sering sakit itu. waktu kecil, kalau pendi tidak tidur siang, malamnya dia pasti meraung-raung kesakitan, sampai tetangga sekomplek pada nanyain ke rumah, itu siapa yang nangis? sakit apa? kok kedengerannya kasihan sekali" ibuku dengan malu-malu menjawab, "si pendi, sakit kepala karena gak tidur siang. gak papa, udah dikasih obat juga". ya, gimana gak malu, orang anaknya gak diapa-apain. adekku aja tuh nangisnya kekencengan, jadi dikirain macam-macam deh sama tetangga. si pendi nangisnya sambil bilang gini, "aduuh.. kepalaku sakit.. tolong tolong.. sakit sekali.." gimana gak bikin heboh coba?

karena sudah lebih besar, nangisnya memang sudah gak seheboh waktu dia kecil dulu, tapi tetap sakit kepalanya kambuh tiap kali tidak tidur siang. ibuku sebal sekaligus khawatir, karena cederanya itu dan sakit kepalanya. tapi, dilarang main bola juga percuma. anak itu pasti kabur. dia selalu saja nemu celah untuk keluar dari rumah dan main bola. ibuku lalu mengancam, "klo kamu nanti kamu mengeluh sakit kepala, ibu tidak mau tahu". tapi, yang namanya ibu pasti luluh ya. adekku sih memang rada tahu diri juga, kalo sakit kepala, dia lalu nangis sesunggukan. karena nangisnya seperti itu malah bikin ibuku tambah kasihan. akhirnya tetap juga dirawat sama ibu. setelah itu diperoleh lah kesepakatan, bahwa adekku bisa main bola asal sudah tidur siang minimal 30 menit. lumayan ampuh juga sih, walau adekku masih tetap mengeluh kalau kakinya cedera lagi karena main bola.

ada satu kejadian yang cukup heboh. ini terjadi saat adekku smp. zaman dia smp itulah masa-masa dia mukanya jadi jelek (kata omku) dan buandel del del.....

No comments:

Post a Comment