Pages

Monday, September 27, 2010

mencium bau-bau dan berjumpa seseorang yang kurindu

klo upin-ipin baca judul ini pasti dah komentar, "iihh seronoook..." hehe..
tapi mah, klo sudah berkunjung ke bau-bau., pasti deh pengen kesana lagi lagi dan lagi. Bau-Bau ini dulunya adalah pusat Kerajaan Buton (Wolio) sebelum ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Buton sejak tahun 2001. Kabupaten Buton berada di Pulau Buton, satu dari beberapa pulau yang termasuk wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara.

berkunjung ke Bau-Bau rasanya seperti mimpi yang terwujud., cuileee..
tapi beneran kok. soalnya disana kan aku punya om yang mirip banget sama papi (kakek) jadi beliau cakep banget. udah gitu pinterrrr banget. paling jago kimia tuh. sayang aku gak ketularan kepintarannya. kimiaku cuma dapat c waktu kuliah, itupun dah susah payah dapetnya (satu diantara mata kuliah yg kalau aku ulang pun pasti tetep pas2an nilainya). omku tuh guru kimia yang penempatannya di SMA 4 Bau-Bau. aku masih SD (1990an), om ku sudah pindah ke Bau-Bau. waktu itu yang aku tahu Bau-Bau kalo di peta berada di ujung kaki nomor dua dari bentuk huruf K nya pulau Sulawesi. sejak om pindah ke Bau-Bau, otomatis aku jarang ketemu dengan beliau.

sewaktu aku bersiap masuk kuliah untuk pertama kali, om ku ini, namanya om febra, adalah satu-satunya orang yang mendukung pilihanku masuk fakultas kehutanan, sementara yang lain mati2an bujuk aku supaya ngambil kedokteran.kata om febra waktu itu, "kehutanan itu luas sekali, mulai dari perairan sampai ke pegunungan, belum lagi isi2nya, kayunya, binatangnya. jadi kamu bisa belajar banyak hal". aku yang mendengarnya waktu itu hanya diam terkagum. wahh., om ku ini emang paling yahud.

pertemuan terakhir dengan om febra adalah saat kakakku menikah di tahun 2003. sebenarnya om sekeluarga pernah datang lagi makassar waktu om juliz (adik nyokap kdua bungsu) nikah di tahun 2006, tapi waktu itu aku sedang tidak di indonesia jadi tidak bertemu.

tahun kemarin, nyokap dan ayah main ke Bau-Bau selama beberapa hari. nah sejak beliau berdua pulang dari Bau-Bau, yang namanya topik pembicaraan tidak pernah lari dari kata2., "wuiihh... Bau-Bau cantiknya. menyesal kalau tidak kesana". jelaslah aku yang emang suka jalan, apalagi pake kata2 murah, banyak makanan, banyak objek bwat difoto langsung semangat. ibuku pun tidak cukup ngomporin aku tapi juga adikku. klop lah, akhirnya kami berencana liburan ke Bau-Bau saat libur idul fitri 2010.

alhamdulillah, meski sempat terancam batal karena ada rencana kunjungan VIP donor, akhirnya rencana ke Bau-Bau bisa terwujud. supaya bisa tinggal beberapa hari di Bau-Bau dan kebetulan dapat tiket promo, kami sekeluarga berenam menempuh perjalanan udara sekitar 1 jam dengan pesawat wings air yang berkapasitas 80 orang.

tiba di bandara Bau-Bau, jangan bayangkan seperti bandara soekarno-hatta atau juanda di surabaya lho ya. seperti bandara sultan syarif kasim di pekanbaru juga masih agak jauh nampaknya. bandara di Bau-Bau namanya Betoambari yang diambil dari nama kecamatan Betoambari. bandaranya kecil, kata om ku sih bandara perintis.

aku tidak tahu persis ukuran bandaranya. ngukur pun juga gak ada niat tuh. ya iyalah., norak banget sih klo mau ngukur mending juga nanya ke petugas bandara. tapi nanya juga enggak soalnya udah semangat duluan tentang bau-bau, hehe. karena bandaranya kecil, sepertinya tiap ada pesawat yg mau mendarat harus gantian. hanya bagian keberangkatan yg punya gedung, sederhana dan kecil. sedang untuk bagian kedatangan lebih terbuka, hanya ada atap dan tiang2 utk menopang atap. antara penumpang dan penjemput dah langsung bisa saling lihat2an dan dadah2an dari jauh., hihi. untuk bagasi, lupakan yg namanya conveyor belt, bagasi hanya ditumpuk di bawah papan bertuliskan ‘bagasi’.  meski bandaranya kecil dengan kapasitas tampung yang terbatas tentunya, Bandara Betoambari cukup ramai. setidaknya dalam sehari bisa 3-4 kali keberangkatan dan kedatangan. satu diantaranya adalah penerbangan dari dan menuju wakatobi, daerah kepulauan yang terkenal seantero jagad utamanya bagi para penyelam sebagai surganya snorkeling dan diving.

pertama kali melihat wajah om setelah sekian lama rasanya sungguh tak terkira. kegembiraan dan kebanggan menjadi satu. gembira sudah pasti karena aku sudah lama tidak bertemu om. bangga karena dari cerita2 yang disampaikan nyokap selama ini, om adalah seorang perantau yang ikhlas menjalani hidup merantau di sebuah kota kecil. Jangan samakan kota kecil di pulau Jawa dengan kota kecil di pulau Sulawesi karena perbedaannya jauh dari segi pembangunan. Bisa dibayangkan bau-bau di awal tahun 90an, minim fasilitas publik. jaringan telekomunikasi saja masih mengandalkan kantor pos baik untuk surat menyurat maupun pengiriman dan penerimaan uang dengan wesel pos. aku ingat suatu waktu nyokap mengirimkan telegram kepada om ketika papi sakit. ya telegram. surat penting dan mendesak berisi beberapa bait kata saja seperti, “papi sakit. cepat pulang”. di masa seperti itu om bisa menikmati menjalani kehidupannya tanpa keluhan sama sekali. beda lah dengan cerita beberapa senior dan kawan yang ketika ditempatkan di luar pulau jawa tak lama kemudian segera mengurus surat pindah untuk dapat berkantor di kota-kota besar di jawa. alasannya pada umumnya sama, ga mau kalau ditempatkan di luar jawa, susah ngapa2in ga ada hiburan dan gak bisa keman-mana. ahh masak sih., jaman sudah canggih dengan era telpon selular dan internet serta transportasi memadai kok. memikirkan itu semakin menambah kebanggan pada omku yang satu itu.

perjalanan ke rumah om hanya sekitar 10 menit dan melewati kantor taman nasional wakatobi. waktu itu aku berharap punya kesempatan untuk mampir ke wakatobi, menyaksikan sendiri keindahannya.

kota yg biasanya berada di dekat laut cenderung lebih hangat. tapi dibau-bau suhunya cool and fresh, mungkin karena topografinya yang berbukit-bukit yang membuat suhunya menjadi menyenangkan terutama bagi aku yang dua tahun belakangan ini berada di daerah sangat hangat karena tepat berada di garis khatulistiwa.

sore harinya aku diajak om melihat pekarangan belakang rumahnya. pekarangan sebenarnya sih tidak luas sama sekali, tapi yg dimaksud disini adalah beberapa rumah-rumah tetangga, jalan setapak melalui hutan kecil dan tebing menuju laut yang hanya berjarak beberapa menit dari rumah dengan berjalan kaki.

tepat di atas tebing, ada satu rumah beratapkan genteng warna merah tegak berdiri. om mengajak mampir, rupanya itu adalah rumah kawan om yg juga seorang guru. sungguh rumah yang membikin tajkub karena pekarangan belakangnya adalah laut dan setiap kali matahari bersinar  tanpa dihalangi awan, maka tiap kali itu pula pemandangan matahari tenggalam menjadi pelengkap hari. “om punya sampan kecil di bawah, kalau mau makan ikan tinggal turun mancing. biasanya mancing tiap pagi sebelum berangkat mengajar” tutur kawan om sambil tersenyum. “wuih asiknya..” jawabku. ‘”tapi kalau musim angin barat, anginnya bisa kencang sekali sampai bunyi-bunyi itu semua jendela rumah” kali ini om ku menambahkan. “iya, jadi suasananya seperti di film-film toh” sambung si kawan om tak mau kalah. kami tergelak bersama.

dalam perjalanan kembali ke rumah, om bercerita. “om termasuk beberapa orang yang pertama disini, jadi bisa pilih lokasi untuk bangun rumah dimana". “kenapa om tidak pilih lokasi rumah di atas tebing tadi? kan asik bisa punya pemandangan keren tiap hari" tanyaku. “eh, jangan anggap remeh itu angin barat, kalau terjadi badai bisa bahaya. maka dari itu harus ada jarak antara tepi laut dengan kawasan perumahan. lagipula rumah kalau persis di atas tebing seperti itu resikonya bukan cuma angin barat tapi juga ketersediaan air tawar.  klo soal pemandangan tidak usah khawatir, di bau-bau ini kita jalan sedikit saja sudah dapat banyak, tinggal pilih" jelas om.


"dulu disini banyak babi hutan berkeliaran. sekarang juga masih ada cuma karena sebagian hutannya sudah dibuka mungkin dia juga berkurang jumlahnya" cerita om sambil kami berjalan menyusuri jalan kecil  yang melintasi sedikit hutan yang tersisa. tadinya orang-orang suka marah karena tanamannya seperti ubi jalar tidak ada yang jadi, dirusak sama babi hutan. makanya sampai mereka mau bunuh kalau ada babi yang masuk ke pekarangan. tapi om cegah. om kasih tahu, dari mana datangnya kalimat 'membabi buta'? kalau babi ditembak atau dijerat trus tidak mati maka habis lah kita. makin ganas dia merusak sana-sini, manusia juga bisa dia serang. tidak usah diganggu biar babi hutan itu tetap takut sama manusia. kita perbaiki cara  kita menanam supaya pada akhirnya babi itu pergi sendiri karena tidak dapat makanan dari sini". aku manggut- manggut mengiyakan. dalam hati kuberkata, “mantapp.. si om ini padahal puluhan tahun fokus belajarnya kimia tapi penjelasan dan prakteknya sesuai dengan teori yang aku pelajari saat kuliah. dua jempol deh buat om! :D

1 comment: