Rasanya ingin kuhindari saja naik Kereta Rel Listrik (KRL) ini sekalian, namun apa daya, dompetku tak mampu.
Sejak pindah kerja dan mulai berkantor di Daerah Slipi, Jakarta Barat, moda transportasi pilihan utamaku berganti dari sebelumnya ojek motor (pangkalan atau online sama saja buatku karena tarifnya tidak jauh beda) menjadi KRL. Kenapa? pertama karena opsi yang lain seperti ojek motor membuatku menghabiskan waktu lebih lama di jalan di tengah deru dan asap knalpot beribu kendaraan, sehubungan dengan jarak kantor yang lebih jauh dari kantor sebelumnya. Kedua karena naik KRL biayanya lebih murah dan rata-rata durasinya lebih cepat. Iya dong mana ada orang yang naik KRL trus telat nyampe kantor dengan alesan macet? ga ada kan, yang ada juga karena kerusakan kereta atau yang lain, ini pun jarang banget kejadian.
Naik KRL bukan hal yang baru sih buatku karena di kerjaan sebelumnya aku juga cukup sering naik KRL, tapi tidak pernah mengalami seperti yang ada di anime Jepang, yaitu saking penuhnya isi kereta sampai petugas harus mendorong sekuat tenaga dari luar kereta. Ya karena kantor lama itu letaknya berlawanan arus dengan kebanyakan tujuan pekerja pada umumnya di area Jakarta Pusat dan sekitarnya, sedangkan aku tinggal di Kalibata dan kantor di Pasar Minggu, jadi otomatis aku tidak pernah berdesak-desakan di dalam kereta, malah hampir selalu dapat tempat duduk. Di kerjaan baru ini lah aku mulai merasakan menjadi seorang pekerja di Jakarta yang sebenarnya = perjalanan pergi - pulang rumah ke kantor adalah perjuangan. Lebay ya, padahal baru naik KRL aja sudah bilang perjuangan. Yang lebih tepat dikatakan perjuangan itu adalah 'Hidup' karena katanya Once, "hidup.. adalah perjuangan tanpa henti-henti..." tsah.
foto dari https://www.dailymail.co.uk/travel/travel_news/article-3264855/What-experience-time-things-badly-holiday-Incredible-images-world-s-extreme-rush-hours.html
Jadi apanya sih yang naik KRL itu perjuangan?
Jam 6 pagi aku dah mulai jalan menuju Stasiun Kereta Kalibata. Tinggal di Apartemen Kalcit itu salah satu keuntungannya adalah dekat dengan stasiun KRL, jaraknya sekitar 5-7 menit saja dengan berjalan kaki. Pede lah ya jalan jam segitu yang pasti ga akan telat secara jam kantor baru mulai Jam 8. Berangkat jam segituan juga kira-kira isi KRL masih muat lah ya untuk beberapa orang lagi dari stasiun ini. Begitu nyampe stasiun, kereta jurusan Tanah Abang tiba. Jreng2 dasar akunya ga pernah naik kereta yang jam 6an jadinya perkiraan meleset. Kereta ternyata penuh nan padat, yang udah nunggu di stasiun ga kalah banyaknya. Kaget dong dan aku pun bingung dengan kepadatan segitu apa mungkin masih bisa masuk?.. tatkala ku masih sibuk memikirkan cara untuk masuk ke kereta, orang-orang yang sudah ada menunggu di stasiun langsung bergerak tanpa ragu sedikitpun menerobos masuk ke dalam gerbong-gerbong kereta. Adegan kereta padat di dalam anime Jepang kini terlihat nyata; tas di pegang tinggi-tinggi sambil badan mendorong masuk ke gerbong, ada juga yang tas punggungnya langsung dipindah kedepan jadi tas dada dan kedua tangan digunakan untuk mendorong, yang perempuan tote bagnya dikepit rapat, lalu dengan mantap menerobos masuk ke kereta dengan cara mendorong barisan manusia yang telah ada di dalam kereta, yang badannya mungil, dengan lincah menyelinap masuk di sela-sela kerumunan manusia. Tersisa lah aku yang masih berdiri di stasiun; tertegun dan termangu seakan tak percaya peristiwa yang hanya sekitar 1 menit itu. Baru juga ingin melangkahkan kaki mengikuti jejak para pejuang-pejuang KRL, pluit kereta berbunyi disusul oleh pintu-pintu gerbong yang menutup diri. Sedetik kemudian akupun ditinggal oleh Sang Masinis yang pergi bersama serangkaian gerbong kereta menuju stasiun berikutnya.
Okeh, kataku dalam hati mantap, kereta berikutnya aku tahu apa yang harus dilakukan, pasti bisa masuk gerbong.
Setelah menunggu beberapa menit, kereta jurusan Tanah Abang berikutnya pun tiba. Sedikit berharap kepadatan tidak separah kereta sebelumnya. Tentu saja harapan kosong, justru kelihatannya malah lebih padat isi kereta kali ini. Calon penumpang lain yang telah menunggu di stasiun tampak mulai bersiap-siap, bersiap menerjang lautan manusia demi terangkut oleh KRL. Aku pun tak mau kalah dan langsung bersiap. Kereta tiba, pintu gerbong terbuka, seketika itu juga terjadi pergerakan oleh calon-calon penumpang KRL. Meski sudah berusaha untuk ikut menerjang, ternyata aku gagal. Gagal karena masih ada sedikit kesangsian di dalam hati.. bisa ga ya? bisa ga ya? duh padat banget.. gila manusia banyak banget sih.. kok ga berbaris aja sih untuk masuk kereta seperti klo baris mengantri di loket?.. dan lain-lain dan seterusnya berkelebat dalam diri.
Setelah menunggu beberapa menit, kereta jurusan Tanah Abang berikutnya pun tiba. Sedikit berharap kepadatan tidak separah kereta sebelumnya. Tentu saja harapan kosong, justru kelihatannya malah lebih padat isi kereta kali ini. Calon penumpang lain yang telah menunggu di stasiun tampak mulai bersiap-siap, bersiap menerjang lautan manusia demi terangkut oleh KRL. Aku pun tak mau kalah dan langsung bersiap. Kereta tiba, pintu gerbong terbuka, seketika itu juga terjadi pergerakan oleh calon-calon penumpang KRL. Meski sudah berusaha untuk ikut menerjang, ternyata aku gagal. Gagal karena masih ada sedikit kesangsian di dalam hati.. bisa ga ya? bisa ga ya? duh padat banget.. gila manusia banyak banget sih.. kok ga berbaris aja sih untuk masuk kereta seperti klo baris mengantri di loket?.. dan lain-lain dan seterusnya berkelebat dalam diri.
Akhirnya di kereta ke-3 barulah aku sukses masuk ke dalam kereta, udah sempai keringetan dan nunggu hampir sejam, buang-buang waktu banget ya. Kalau naik ojek mungkin udah mo sampai ini mah. Tapi ga papa lah pengalaman, hari berikutnya harus sukses di percobaan pertama!
Bagaimana setelah berada di dalam kereta?
Begitu masuk di dalam kereta, ku langsung mencari sandaran hati tiang untuk berpegangan sembari satu tangan memegang kuat-kuat tas. Di bagian dalam atau tengah kereta ternyata sedikit lebih lega dibanding di sekitar pintu gerbong. Ga tahu juga sih kenapa pada dempet-dempetan di dekat pintu. Jadi begitu sudah dapat pegangan ya sudah deh tinggal berdiri sampai nanti tiba di stasiun tujuan. Penumpang paling banyak turun di stasiun Sudirman, pusatnya perkantoran, nah biasanya langsung ada bangku yang kosong. Kalau masih kuat berdiri aku lanjut berdiri, toh tinggal 2 stasiun lagi. Tapi kalau pas bangku yang di depan kosong dan sekitar ga ada orangtua atau hamil, ya aku duduk aja. Kata ibuku, jangan suka menyia2kan sesuatu, mubasir.. ya sudah daripada kosong bangkunya ya aku duduk lah. Kasihan juga kan bangkunya sudah dibuat tapi begitu kosong trus ga dipakai, bisa sedih deh perasaan si bangku dan si pembuat bangku kereta...
Bagimana supaya bisa lebih nyaman naik KRL? Kalau aku sih yang tadinya pakai sepatu berhak jadinya ganti sepatu lari; jari kaki semua aman terlindungi dan karena haknya datar jadi ga bikin cepat capek kala harus berdiri. Sepatu hak aku simpan di kantor jadi begitu nyampe kantor tinggal ganti.
Gerbong campur atau gerbong khusus wanita? Sebenarnya aku lebih suka di gerbong wanita karena wangi parfum dimana-mana jadi meski padatnya macam ikan sarden yang saling menempel di dalam kaleng, ku dikelilingi oleh beraneka wewangian. Tapi yang katanya gerbong wanita itu lebih sadis bin ganas, benarlah adanya, sepertinya ada Dinda yang senantiasa ada di gerbong khusus perempuan ini. Sadis bin ganasnya itu yang aku lihat masih banyak yang muda-muda masih segar suka ga mau ngalahan sama ibu-ibu yang kelihatannya tua, pura-pura tidurlah dll. Kalau pas ada bangku kosong, rebutan secepat kilat, Flash aja kayaknya kalah cepat tuh. Juga sering ga mau bagi ruang berdiri dikit aja, geser se-centimeter aja kayaknya berat banget, macam diganduli sama beban hidup, uaboot rek!
Jadi gerbong campur itu lebih manusiawi sedikit tapi ya gitu, wangi parfum dan bau ketek saling bercampur yang suka bikin sakit kepala. Jadi kalau di gerbong campur pun, aku biasanya langsung cari yang dekat-dekat perempuan, selain wangi juga supaya jauh-jauh dari pelecehan seksual. Ngeri baca kasus-kasus di KRL yang ternyata ga sedikit dan sayangnya sangat minim yang kemudian berhasil diproses hukum.
Supaya tas aman dari copet? tas ransel (daypack) atau tas selempang atau tas tote, tasnya aku taruh di depan di dada, satu tangan mengepit tas, tangan yang lain pegang tiang. Mau penuh mau rada kosong isi kereta, tetap aja seperti itu pegang tasnya, jangan lengah karena copet tidak pernah lengah. Ingat kata mama Bang Napi:
foto dari https://www.boombastis.com/bang-napi-susah-dilupakan/123479
Kira-kira begitulah pengalamanku saat harus mengandalkan moda KRL di tahun 2014-2016 lalu. Ujung-ujungnya sih kita harus bersiasat ya mengikuti kemampuan isi dompet. Disyukuri masih punya pekerjaan yang memberikan pendapatan rutin, sembari juga meningkatkan kualifikasi supaya bisa naik gaji atau pindah tempat kerja dengan gaji lebih baik atau jarak lebih dekat, dan ga perlu lagi naik KRL misalnya, hehe.
No comments:
Post a Comment