“jam 10 mas bek udah cabut…” terngiang kembali pesan mba pit dalam short message service yang saya terima beberapa menit lalu. sudah hampir 30 menit saya berdiri menunggu, bersama puluhan, mungkin ratusan penumpang busway di blok m. udara terasa pengap, tipis, dan hangat di dalam ruang tunggu yang tidak terlalu besar. sekian banyak orang berebut oksigen untuk tetap hidup dan sekian banyak orang yang sama mengeluarkan karbondioksida. saya perkirakan kedua zat ini sudah bercampur, sehingga kemungkinan pasti, zat yang kami hirup adalah campuran oksigen dengan karbondioksida. jika terlalu lama berada di ruang dengan sirkulasi udara terbatas, lama kelamaan oksigen sudah tidak tersisa dan yang terus dihirup adalah karbondioksida. akibatnya mungkin kami semua akan pingsan bahkan mati karena keracunan udara akibat terlalu banyak menghirup karbondioksida.
saya menghitung sudah 3 busway kosong berlalu begitu saja tanpa berhenti. saya yakin pada saat ini kami mempunyai doa yang sama, semoga bus berikutnya berhenti dan mengangkut kami. dorongan dari belakangan semakin kuat. mau tak mau saya pun semakin mepet ke orang-orang di depan saya. kalau dilihat dari atas, kami mungkin terlihat seperti ikan tuna sirip kuning yang terperangkap jaring. padat dan berjejalan. bedanya ikan tuna sirip kuning jumlahnya semakin berkurang sedangkan manusia seperti kami terus bertambah. bus keempat datang dan terus saja berjalan tanpa peduli untuk berhenti. orang-orang yang sudah gelisah meluapkan kegelisahan mereka lewat umpatan, makian, cercaan pada bus yang baru saja lewat.
baiklah, sabar, hingga bus berikutnya datang. semoga bus kelima yang akhirnya menjadi penyelamat. kembali kami harus menunggu. waktu terus berjalan, kini sudah 15 menit sebelum jam 10 malam. sebagian orang mencari distraksi dengan memencet-mencet keypad handphone di depan muka. ada yang menengadah ke atas. ntah melihat apa. mungkin mencari oksigen yang belum tercampur karbondioksida di atas sana. ada yang bersandar pada kotak besar penyejuk udara yang mati. tidak ada satupun yang tahu berapa lama kami harus menunggu sementara malam beranjak semakin larut. bagaimana dengan orang-orang yang masih harus melanjutkan perjalanan dengan angkutan lain? bagaimana kalau angkutan tersebut punya batas waktu, misalnya hanya hingga jam 10 malam seperti kereta terakhir yang musti dikerjar mas bek untuk kembali ke rumah? otomatis tinggal berharap masih ada ojek untuk mengantar sampai tujuan. itupun kalau pak ojeknya belum pulang.
saya melarikan diri dari rasa kebosanan menunggu dengan traffic blues karya zen rs di tangan saya. sangat ampuh untuk meredam rasa kesal ketika bus kelima ternyata juga berlalu begitu saja, begitupun dengan bus keenam. desah-desah putus asa terdengar mulai ramai mengisi ruang udara. membuat ruang tunggu ini terasa semakin sesak.
bus ketujuh tiba dan berhenti. dorongan semakin keras tidak hanya datang dari belakang, melainkan dari kiri dan kanan saya. apes, saya belum terangkut di bus ini. baru pada bus kedelapan saya berhasil masuk ke bus besar berwarna merah dan orens bertuliskan "transjakarta". suara kondektur bersaing diantara suara dorongan yang semakin keras datang dari belakang, “perhatikan, bapak-ibu, langkahnya, awas ada lubang. yang lain jangan dorong-dorongan, masih ada bus di belakang”. saya sangsi apakah peringatan in masih sempat untuk diperhatikan oleh orang-orang yang sudah terlalu lelah berdiri serta berdesakan menunggu. karena yang saya lihat, yang ada hanyalah semangat untuk mendorong lebih keras supaya bisa segera terangkut oleh bus yang tengah berhenti. siapa yang peduli dengan keselamatan di situasi seperti ini? saya sedikit lega karena tidak melihat ibu hamil ataupun ibu yg bersama anak kecil. kalau mereka ada, sungguh saya sangat iba pada mereka karena musti berada di situasi seperti ini.
pukul sepuluh lewat satu menit ketika bus yang saya tumpangi mulai berjalan. meninggalkan kerumunan orang yang masih menunggu bus berikutnya datang. mas bek pasti sudah pulang. kereta yang membawanya ke rumah berangkat semenit yang lalu.
melintasi jalan utama ibukota yang masih dijejali berbagai bentuk dan merk kendaraan, saya terpaku oleh bias sinar berwarna merah kekuningan yang terpancar dari kendaraan-kendaraan tersebut. mengingatkan saya pada mobil esemka dan semangat pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil murah. mobil mahalnya minta ampun saja masih sangat banyak orang indonesia yang bisa memiliki. akibatnya ya ini, jakarta macet dimana-mana. bagaimana kalau mobil semakin murah? mobil-mobil itu mau jalan dimana coba? lha trus apa gunanya punya mobil kalau tidak bisa dipakai kemana-mana? jadi pajangan? jadi sekedar bukti bahwa mampu beli mobil? hahahah dangkal sekali.
mobil esemka bagus, sebagai hasil karya anak bangsa, sungguh sangat patut diapresiasi. tapi jakarta tidak butuh mobil esemka, begitupun dengan kota-kota besar yang mulai mengeluhkan jalanan yang macet seperti surabaya, bandung, medan atau makassar. kota-kota seperti itu butuh angkutan publik yang mampu menampung ratusan ribu bahkan jutaan manusia dari dan ke berbagai tempat dengan aman, dapat diandalkan dan murah.
kereta. ya kita butuh kereta yang aman, nyaman, punya jadwal teratur dan yang pasti harus murah supaya terjangkau oleh semua orang hingga pada tingkat ekonomi paling kecil. kereta bawah tanah ataupun kereta layang. tidak seperti busway, kereta bawah tanah & kereta layang tidak akan mengambil tempat pada jalan-jalan yang ada sehingga tidak akan menjadi salah satu penyebab kemacetan di kota.
orang indonesia kan udah bisa bikin mobil tuh, saatnya bikin kereta untuk kereta bawah tanah dan kereta layang. katanya orang indonesia itu kiblatnya di negeri barat. apa yang ngetren di amerika, di jepang, di inggris, menjadi ngetren juga di indonesia. lantas kenapa kita tidak sekalian berkiblat ke mereka untuk soalan transportasi publik? tinggal copy & paste, dan tadaa…. jadi deh. bukan soal tren bukan soal membeo, tapi beneran nih klo punya kereta bawah tanah misalnya, jutaan orang akan bisa terangkut sekaligus. seperti kereta bawah tanah di new york, amerika, yang dapat mengangkut 5 juta penumpang setiap hari! (bandingkan dengan busway jakarta yang baru bisa mengangkut sebanyak 350 ribu penumpang per hari). kalau penduduk jakarta ada 10 juta orang, maka setengahnya tidak perlu berjibaku dengan kemacetan dan tidak lagi meratapi diri ketika terjebak di tengah kemacetan.saya yakin deh orang-orang jakarta akan lebih manis terlihat karena lebih sering tersenyum dibanding mengernyitkan dahi :-)
ayo...bapak ibu yang masih mementingkan keuntungan pribadi dari fee biaya izin-izin impor dan perijinan mobil produk luar negeri, jangan serakah terus dong. saatnya untuk lebih memihak ke negeri sendiri dan saudara sebangsa setanah air. oke pak bu?
photocourtesy http://static.republika.co.id/uploads/images/headline/antrean_di_terminal_busway_100622142617.jpg
http://www.picturescolourlibrary.co.uk/loreswithlogo/2467607.jpg
http://www.picturescolourlibrary.co.uk/loreswithlogo/2467607.jpg
No comments:
Post a Comment