minggu pagi menjelang jam sembilan di ibukota. bus damri jurusan blok m-bandara soetta melaju pelan. bukan karena terhimpit kemacetan, tapi pak sopir sepertinya menikmati suasana pagi itu yang hening, lengang, dan ditemani rintik hujan. suasana yang saya kira hanya ada di satu kali dalam satu minggu, 4 x satu bulan, 48 kali dalam satu tahun di kota jakarta yang telah disesaki lebih dari 10 juta orang penduduk & 11 juta kendaraan bermotor. saya tidak keberatan karena penerbangan saya masih cukup lama dan sepertinya penumpang lain juga tidak ada yang tergesa-gesa untuk tiba di bandara.
melewati patung pemuda membangun di daerah senayan, tubuh kekar seorang lelaki nyaris telanjang mengingatkan saya pada patung tarian rakyat di pekanbaru yang memicu kontroversi di masyarakat. patung tersebut diprotes dan diminta untuk dibongkar karena bagian bokong patung penari wanita dinilai terlalu mencolok terlihat seronok nan erotis. hahahah sungguh sungguh perdebatan yang tidak penting. mana yang lebih seronok coba? patung wanita tersebut berpakain menutup seluruh tubuh, sedangkan patung tugu pemuda membangun bokongnya terlihat jelas dengan sehelai kain yang hampir terlepas? tapi patung ini, setahu saya, ga pernah tuh dianggap terlalu seronok sehingga diminta untuk dibongkar atau setidaknya mengundang kontroversi dan perdebatan. ya karena ga penting dan tidak guna aja dan buang-buang energi mengurusi hal-hal tidak penting dan tidak guna.
sayangnya kita seringkali meributkan dan mengurusi hal-hal kecil yang tidak penting. memicu perdebatan yang tidak bermutu, tidak substantif serta melupakan hal-hal yang justru sangat penting. misalnya, kenapa tidak berdebat tentang betapa tidak ramahnya pekanbaru bagi pejalan kaki seperti saya ini? saya sudah berjalan di pinggir, kalau perlu mepet ke selokan, itu pun masih selalu hampir keserimpit mobil, motor, atau angkot! belum lagi kalau menyebrang jalan. menyebrang jalan di kota ini seperti rasanya seperti mau bunuh diri saja! zebracross yang seharusnya menjadi hak mutlak pejalan kaki tidak ada nilainya sama sekali bagi para pengendara kendaraan menunggu di ujung garis putih-putih itu rasanya bisa berlangsung selama-lamanya, bahkan hingga 30 menit! jika memberanikan diri melangkah ke tengah, maka serentak bunyi klakson mobil dan motor menyerang membuat saya musti melangkah mundur kembali. rasanya seperti dibombardir peluru dalam medan peperangan. sungguh mengerikan. satu hal yang bisa saya lakukan adalah menunggu hingga tersedia cukup ruang bagi saya untuk menyebrang. setengah berlari saya berusaha secepat mungkin tiba di seberang jalan. ohh jangan tanyakan jembatan penyebrangan. seperti halnya harimau sumatra, jembatan penyebrangan adalah sesuatu yang sangat langka di kota ini.
jadi, bagaimana bapak ibu saudara sekalian, bersediakah berhent berdebat tentang hal yang tidak penting dan beralih ke perdebatan produktif seperti menghadirkan solusi bagi pejalan kaki di kota pekanbaru seperti saya?
apa? tidak bisa kenapa?
karena pejalan kaki seperti saya di kota pekanbaru jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding orang-orang yg merasa terprovokasi oleh bokong seronok sang patung penari wanita..
No comments:
Post a Comment